Surabaya (Antara Jatim) - Peneliti dari Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian (BB Biogen) mendukung penerapan produk bioteknologi yang akan diimplementasikan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI.

"Penggunaan Produk Rekayasa Genetika (PRG) pada pertanian diharapkan bisa menjadi salah satu solusi memenuhi kebutuhan pangan di tengah terus menyempitnya lahan pertanian," kata peneliti BB Biogen, Prof Muhammad Herman dalam Sosialisasi bioteknologi pertanian untuk jurnalis media di Surabaya, Rabu.

Ia mengatakan dalam beberapa tahun kedepan dunia dihadapkan pada pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam, sementara penyediaan pangan terhambat peningkatan produksi yang tidak signifikan.

"Produk-produk unggulan pertanian menjadi tumpuan di kala lahan pertanian terus menyempit. Saat ini yang berkembang di dunia adalah penggunaan produk bioteknologi di bidang pertanian," ujarnya.

Ia menjelaskan, negara yang telah memanfaatkan produk rekayasa genetika atau bioteknologi untuk mendongkrak hasil pertanian terus bertumbuh. Ketika dikenalkan pada 1996, hanya ada 6 negara yang menanam produk bioteknologi, sehingga total lahan yang ditanami pun hanya seluas total 1,7 hektare.

Pada akhir 2014, ia menambahkan jumlahnya sudah berlipat, dari jumlah negara penanamnya yang bertambah menjadi 28 negara, luas lahannya pun menjadi 181,5 juta hektare.

"Pertumbuhan jumlah lahan tanam produk berbasis bioteknologi ini juga turut meningkatkan keuntungan ekonomis bagi petani baik di negara maju maupun negara berkembang," jelasnya.

Tercatat, tambahnya selama periode 1996-2012 pendapatan petani di pertanian berbasis bioteknologi mencapai 116,9 miliar dolar AS. Pada tahun 2012 saja, keuntungan untuk petani di negara berkembang mencapai 8,6 miliar dolar AS dan 10,1 miliar dolar AS untuk negara maju.

"Di negara-negara berkembang, pemanfaatan produk berbasis bioteknologi juga memberikan keuntungan nyata kepada petani kecil. Di India misalnya, ada 7,3 juta petani yang menikmati peningkatan hasil produksi senilai 14,6 miliar dolar AS dari produk kapas bioteknologi," paparnya.

Hal ini membuktikan bahwa produk bioteknologi bisa memberikan keuntungan finansial bagi petani, selain meningkatkan produktivitas produk pertanian. Di Indonesia sendiri beberapa pihak sudah mulai mengembangkan produk berbasis bioteknologi, meski masih dalam tahap penelitian.

Peneliti dari Universitas Jember, Prof Bambang Sugiharto turut mengembangkan tebu tahan kekeringan kebutuhan produk bioteknologi memang akan terus berkembang seiring perubahan zaman.

"Jika sekarang kita masih fokus pada peningkatan produktivitas dan kualitas gula, maka nanti jika swasembada sudah terpenuhi maka kita akan mengalihkan fokus pada pengembangan tebu yang bisa memaksimalkan produk turunan tebu seperti bioetanol, kertas atau bahkan furnitur," tuturnya.

Saat ini, pengembangan produk bioteknologi di Indonesia masih terhambat dengan ijin dari kementerian terkait, seperti yang terjadi pada tebu tahan kekeringan, tinggal menunggu izin keamanan pakan dari Kementerian Pertanian.

Kepala Urusan Penelitian PTPN XI, Nurmalasari Darsono, mengatakan penggunaan bioteknologi dalam pengembangan produk tebu terbukti memberikan peningkatan hasil baik dari sisi produksi, maupun pendapatan petani.

"Dari hasil uji multilokasi tebu produk rekayasa genetika toleran kekeringan, rata-rata hablur bisa meningkat sekitar 20 persen, dan pendapatan per hektar meningkat sekitar Rp11,4 juta," terang Nurmalasari.

PTPN XI sendiri melakukan penelitian dan pengembangan varietas tebu tahan kekeringan di lahan milik perseroan seluas 60 hektare. Selain tebu tahan kekeringan, PTPN XI sendiri kini juga terus mengembangkan varietas-varietas unggul lainnya seperti tebu dengan rendemen tinggi. (*)

Pewarta: Laily Widya Arisandhi

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016