Surabaya (Antara Jatim) - Gubernur Jawa Timur Soekarwo meminta payung hukum yang jelas untuk pelantikan kepala daerah, khususnya bupati/wali kota yang rencananya digelar di Istana Bogor, Jawa Barat.

"Kalau bupati dan wali kota dilantik di Istana maka harus ada undang-undang yang mengaturnya," ujarnya kepada wartawan di Surabaya, Rabu.

Menurut dia, sesuai undang-undang yang mengatur pemilihan kepala daerah, bupati/wali kota dilantik oleh gubernur setempat di ibu kota provinsi, sedangkan gubernur dilantik oleh Presiden di ibu kota Negara.

Peraturan yang mengaturnya, kata dia, sesuai Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.

Dengan tidak adanya payung hukum yang menaungi, kata dia, maka usulan menggelar pelantikan kepala daerah secara serentak di Jakarta atau di Istana Bogor akan sulit terwujud.

"Bunyi undang-undang telah jelas dan tidak perlu lagi ditafsirkan. Undang-undang harus diubah dulu, yang tentunya memerlukan waktu lama," ucap Pakde Karwo, sapaan akrabnya.

Meski nantinya menggunakan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu), lanjut dia, juga dinilai sulit karena syaratnya harus ada kegentingan yang memaksa.

"Sedangkan, pelantikan kepala daerah tidak masuk dalam kegentingan yang memaksa," kata gubernur yang juga politisi Partai Demokrat tersebut.

Tidak itu saja, kalau dilantik serentak bersamaan di Bogor maka Presiden harus melantik gubernur terlebih dulu, kemudian gubernur yang akan melantik bupati/wali kota.

Di sisi lain, seluruh gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilkada serentak 2015 di enam daerah di Jatim meliputi Kabupaten Gresik, Ponorogo, Malang, Jember, Situbondo dan Sumenep ke Mahkamah Konsitusi (MK) ditolak.

Komisioner KPU Jatim Choirul Anam mengatakan MK melalui putusan sela memutuskan untuk menolak semua gugatan PHP yang diajukan oleh penggugat.

"Keputusannya terakhir Selasa (26/1) yang menerangkan bahwa putusan untuk PHP di Kabupaten Sumenep telah dibacakan oleh MK dengan amar putusan ditolak," katanya.

Sebelum Sumenep, putusan sela untuk PHP Kabupaten Gresik, Ponorogo, Malang, Jember, dan  Situbondo sudah diputus MK dengan amar putusan ditolak karenakan ambang batas.

Artinya, kata dia, selisih antara pemohon dan pihak terkait (peraih suara terbanyak) melebihi dari yang sudah diatur dalam ketentuan UU 8/2015 Pasal 158 serta Pasal 6 ayat (2) huruf d, Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 1 – 5 Tahun 2015 terkait Pedoman Beracara Perselisihan Hasil Pemilihan.

Dengan selesainya tahapan PHP di MK maka seluruh tahapan Pilkada serentak di 19 kabupaten/kota di Jatim juga telah tuntas.

"Tugas terakhir KPU kabupaten/kota adalah menyelesaikan laporan setiap tahapan pemilihan serta pertanggungjawaban penggunaan anggaran," kata mantan komisioner KPU Kota Surabaya itu. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016