Surabaya (Antara Jatim) - Pernah nonton film kartun "Avatar: The Legend of Ang" yang menampilkan Ang sebagai jagoan pengendali air, angin, dan api serta bumi (tanah)?

Dengan kondisi yang mirip itulah, Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) atau Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) mampu "mengendalikan" jamaahnya.

Kemampuan "pengendali" itulah yang membuat sejumlah orang pun "hijrah" (baca: menghilang) ke Kalimantan (untuk Gafatar) dan ke Suriah (untuk ISIS).

Jumlah mereka yang "hilang" pun tidak sedikit, mengingat anggota Gafatar di Jatim saja diduga mencapai 945 orang dan secara nasional mencapai ribuan.

Angka itu diungkap mantan Ketua Dewan Pimpinan Gafatar Surabaya, Riko. "Anggota Gafatar di Jatim sebanyak 945, sedangkan di seluruh Indonesia sekitar 10 ribu," ungkapnya di Surabaya (13/1).

Untuk jumlah yang "dihilangkan" ISIS masih belum terungkap secara pasti, karena keanggotaan ISIS pun tidak terlacak, namun diduga jumlahnya juga tidak sedikit.

Yang menarik bukan hanya jumlah keanggotaan, namun profesi anggota juga menarik ditelisik, karena mereka bukan lagi kalangan miskin, tapi kelompok mapan dan bahkan intelektual.

Misalnya, mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) Erri Indra Kautsar (19) yang "menghilang" sejak Agustus 2015, tentu mahasiswa Prodi Elektronika itu bukan sosok yang biasa saja secara keilmuan.

"Kami tidak tahu kemana, karena dia sudah lama tidak masuk, lalu kami surati orang tuanya," ucap Staf Public Relation Bidang III/Kemahasiswaan PENS Andri Suryandari di sela kunjungan bersama mahasiswa ke kantor LKBN Antara Jatim di Surabaya (12/1).

Terkait kemungkinan mahasiswa PENS itu bergabung dengan ajaran "Gafatar", Andri mengaku pihaknya justru tahu Erri "menghilang" dari pihak orang tua yang meminta agar anaknya dianggap cuti saja.

"Orang tuanya justru menaruh curiga terhadap anaknya sejak SMA saat ikut les untuk masuk perguruan tinggi, dan ternyata kecurigaan mereka (terkait Gafatar itu) terbukti saat Erri sudah semester 3 yang tiba-tiba menghilang," ungkapnya.

Hal itu dibenarkan ayah Erri, Suharijono. "Erri meninggalkan rumah sejak 17 Agustus 2015 dan belum kembali hingga saat ini," katanya saat ditemui di rumahnya di Perumahan TNI AL Jalan Suripto, Kenjeran, Surabaya (12/1).

Ia mengetahui Erri bergabung dengan Gafatar sekitar semester II dan menghilangnya itu saat dia masih di semester IV.

"Saya terakhir kali bertemu pada 17 Agustus 2015 sekitar pukul 19.00 WIB. Ketika hendak keluar pamit akan ada proyek, dia dijemput oleh salah seorang temannya dari Gafatar, Bisma Permana (18)," tuturnya.

Tidak hanya mahasiswa, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya juga menyelidiki kemungkinan sejumlah pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemkot Surabaya yang bergabung dengan Gafatar.

"Pada 2004, ada sejumlah PNS yang terlibat Al-Qiyadah (kini, menjelma menjadi Gafatar), tentu ada juga di Gafatar," kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbanglinmas) Kota Surabaya Soemarno di Surabaya (20/1).

Secara fisik, sangat sulit mengidentifikasi anggota Gafatar. Tapi, ciri-ciri saat melaksanakan kegiatan formal dapat diketahui dengan seragam khas berwarna oranye disertai lambang Gafatar berupa matahari terbit.

"Untuk itu, Asisten Pemerintahan Kota Surabaya Yayuk Eko Agustin mengeluarkan surat edaran tertanggal 1 April 2015 yang ditujukan kepada seluruh camat dan lurah agar tidak memberikan fasilitas serta tidak melibatkan Gafatar dalam kegiatan apa pun di lingkup Pemkot," ujarnya.

Sementara itu, Bakesbangpol Kota Kediri juga mengindikasikan pengikut Gafatar pun ada. "Kami masih telusuri," kata Kepala seksi Sosial, Politik dan Hubungan Antarlembaga Bakesbangpol Kota Kediri Rosyid Afandi di Kediri (13/1).

Namun, Gubernur Jawa Timur Soekarwo menyatakan Pemprov Kalimantan Barang (Kalbar) menjamin akan memulangkan ratusan warga Jatim yang pernah bergabung gerakan Gafatar ke Jatim.

"Secara prinsip Pemprov memfasilitasi kepulangan mereka ke daerahnya begitu sudah tiba di Jawa Timur. Kami juga bersiap diri untuk mengarahkan mereka ke ajaran yang benar, tidak dicap radikal atau teroris," imbuhnya di Surabaya (20/1).

Robohkan NKRI
Kendati sama-sama diduga terkait radikalisme, drama baku tembak polisi dengan tujuh terduga teroris ISIS di kawasan Sarinah, Jakarta pada 14 Januari 2016 justru mirip film kartun "Avatar".

Dibalik "kekonyolan" baku tembak polisi-terduga teroris yang jadi tontonan itu, kemampuan polisi menjadi "pengendali" teroris dalam baku tembak itu mengundang apresiasi dari berbagai pihak.

Terkait aksi baku tembak di Jakarta itu, maka di Jatim ada peningkatan pengamanan konsulat (perwakilan asing).

"Kita meningkatkan kewaspadaan pada semua lini objek vital di seluruh Jatim, termasuk konsulat," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol RP Argo Yuwono di Surabaya (14/1).

Selain itu, patroli kepolisian juga akan ditingkatkan daripada biasanya, baik untuk konsulat jenderal, konsul kehormatan, maupun objek vital lainnya seperti bandara, PLTU, BUMN, dan sebagainya.

"Kami juga minta masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dan tidak mudah terprovokasi, seperti informasi melalui media sosial bahwa pelaku membawa motor dan bersenjata lengkap adalah 'hoax'," tukasnya.

Bahkan, Kapolda Jatim Irjen Pol Anton Setiadji menginstrkuksikan seluruh jajarannya meningkatkan razia di seluruh daerah mengantisipasi keamanan pasca-ledakan bom dan baku tembak di kawasan Jln. Thamrin.

Tak mau ketinggalan, aparat Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Kota Surabaya juga memperketat pengamanan di sejumlah pusat keramaian.

"Kami memperketat pengamanan dan waspada di beberapa tempat keramaian, seperti mal, objek vital maupun pos polisi lalu lintas," ujar Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat Polrestabes Surabaya Komisaris Polisi Lily Djafar di Surabaya (14/1).

Senada dengan itu, Gubernur Jawa Timur Soekarwo menginstruksikan seluruh kepala desa di wilayahnya meningkatkan kewaspadaan menyikapi terjadinya peledakan bom dan baku tembak di Jln. Thamrin.

"Saya instruksikan semua kepala desa meningkatkan kewaspadaan di wilayahnya masing-masing mengantisipasi ancaman keamanan," ujarnya kepada wartawan di Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya (14/1).

Menurut dia, peran trisula di desa harus ditingkatkan, yakni kepala desa atau lurah (eksekutif), Babinkamtimbas (Polri) dan Babinsa (TNI Angkatan Darat).

"Kepada warga, jika melihat ada sesuatu atau orang asing mencurigakan di desanya harus segera dilaporkan ke perangkat kampung setempat. Saya sudah berkoordinasi dengan Kapolda Jatim dan Pangdam V/Brawijaya," tuturnya.

Hal itu "diamini" Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Sumardi. "Kami telah siap bergerak dan sekarang menunggu perintah dari atasan yaitu KSAD dan Panglima TNI. Yang pasti personel selalu siap," katanya.

Agaknya, antisipasi terhadap Gafatar, ISIS, dan kelompok radikal itu penting, bahkan langkah antisipasi "membunuh" terorisme itu mungkin jauh lebih penting daripada sebatas "membunuh" teroris.

Hal itu karena kelompok pengusung terorisme atau radikalisme itu secara tersamar memiliki tujuan jangka panjang yakni membentuk negara atau kepemimpinan baru yang merobohkan NKRI.

Contohnya, Gafatar. Buku pedoman pengurus Gafatar memiliki beberapa poin penting mengenai tahapan mengikuti dan mencontoh pola yang dijalankan Nabi Musa AS.

Pertama mendakwah secara selektif, kedua mendakwah secara terang-terangan, ketiga hijrah, keempat berperang, kelima memperoleh kemenangan, dan keenam berhasil mewujudkan kepemimpinan dunia.

Oleh karena itu, peneliti gerakan radikalisme dari UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Prof Akhmad Muzakki MAg Grad.Dipl.SEA MPhil PhD menegaskan bahwa radikalisme merupakan fenomena yang menuntut NU-Muhammadiyah untuk mengubah gaya berdakwah.

"Masyarakat saat ini mulai banyak yang kelompok produktif, tapi mereka rindu dengan nilai-nilai spiritual. Kelompok mapan itu juga ingin ketenangan, tapi spiritualitas yang diharapkan tidak ditemukan pada NU dan Muhammadiyah," tambahnya.

Saatnya, NU-Muhammadiyah tidak langsung bicara hukum (peraturan) Islam dalam berdakwah, karena Nabi Muhammad SAW justru mengawali Islam dengan akhlak, atau para walisongo yang memanfaatkan "pintu" budaya, sehingga terorisme pun mati, bukan sekadar teroris yang terbunuh. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016