Tulungagung (Antara Jatim) - Satuan Reserse dan Kriminal Polres Tulungagung, Jawa Timur menyelidiki dugaan penipuan dengan modus pembelian nomor induk pegawai (NIP) untuk masuk kuota calon pegawai negeri sipil (CPNS) periode 2014.
"Kami tindak lanjuti kasusnya setelah ada laporan masuk dari saudara Endang Dwi Puji Astuti (54), warga Desa Pakisrejo, Kecamatan Rejotangan yang mengaku ditipu dan dijanjikan mendapat NIP untuk anaknya," terang Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Andria D Putra di Tulungagung, Kamis.
Dua terlapor yang segera dipanggil untuk dimintai keterangan polisi masing-masing atas nama Rudi Ervianto (56), warga desa Ngunut, Kecamatan Ngunut serta Haryono (56), warga Desa Aryojeding, Kecamatan Rejotangan.
Endang melaporkan kedua paruh baya tersebut dengan tuduhan bersekongkol melakukan penipuan dan penggelapan uang sebesar Rp142 juta, yang konon dijadikan "mahar" untuk mendapat nomor induk pegawai (NIP) untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di lingkup Pemkab Tulungagung.
Andria menuturkan, kronologi penipuan bermula ketika pihak pelapor (Endang) bersama dengan temannya bernama Endang Winarsih mendatangi rumah Haryono (terlapor).
Di rumah itulah kemudian Haryono membicarakan terkait pembelian NIP untuk menjadi PNS. "Dari situ pelapor aktif bertanya syarat pembelian NIP kepada terlapor," ujarnya.
Singkat cerita, Endang Dwi Puji kemudian memberikan mahar yang diminta secara bertahap kepada Haryono dan Rudi pada (28/8/14), dengan nominal Rp67,5 juta.
Namun, hingga November 2014, SK yang dijanjikan tidak kunjung diberikan. Endang malah diminta segera melunasi kekurangan pembayaran pembelian NIP serta dijanjikan SK keluar pada Januari 2015.
"Pelapor kembali menyerahkan uang mahar pada (7/1/15) sebesar Rp67,5 juta," paparnya. Setelah ditunggu hingga akhir Januari 2015, SK dimaksud belum juga diberikan.
Pihak terlapor malah meminta uang lagi sebesar Rp7 juta dengan alasan agar anak pelapor bekerja terlebih dahulu sebagai honorer sambil menunggu SK keluar. Tetapi, setelah ditunggu hingga awal Maret 2015 dan tetap tidak ada kepastian.
"Terlapor mengaku sempat memberi waktu kepada kedua terlapor untuk membuktikan janjinya atau mengembalikan uang senilai total Rp142 juta tersebut, namun tidak juga dipenuhi sehingga kasus ini per tanggal 4 Januari kemarin resmi dilaporkan ke Polres Tulungagung," ungkap Andria.
Ia memastikan, pemeriksaan sementara ini fokus pada saksi korban serta saksi pendukung lain. Polisi penyidik dijadwal memeriksa kedua terlapor sebelum kemudian ditetapkan sebagai tersangka, jika memang dianggap sudah cukup bukti.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016
"Kami tindak lanjuti kasusnya setelah ada laporan masuk dari saudara Endang Dwi Puji Astuti (54), warga Desa Pakisrejo, Kecamatan Rejotangan yang mengaku ditipu dan dijanjikan mendapat NIP untuk anaknya," terang Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Andria D Putra di Tulungagung, Kamis.
Dua terlapor yang segera dipanggil untuk dimintai keterangan polisi masing-masing atas nama Rudi Ervianto (56), warga desa Ngunut, Kecamatan Ngunut serta Haryono (56), warga Desa Aryojeding, Kecamatan Rejotangan.
Endang melaporkan kedua paruh baya tersebut dengan tuduhan bersekongkol melakukan penipuan dan penggelapan uang sebesar Rp142 juta, yang konon dijadikan "mahar" untuk mendapat nomor induk pegawai (NIP) untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di lingkup Pemkab Tulungagung.
Andria menuturkan, kronologi penipuan bermula ketika pihak pelapor (Endang) bersama dengan temannya bernama Endang Winarsih mendatangi rumah Haryono (terlapor).
Di rumah itulah kemudian Haryono membicarakan terkait pembelian NIP untuk menjadi PNS. "Dari situ pelapor aktif bertanya syarat pembelian NIP kepada terlapor," ujarnya.
Singkat cerita, Endang Dwi Puji kemudian memberikan mahar yang diminta secara bertahap kepada Haryono dan Rudi pada (28/8/14), dengan nominal Rp67,5 juta.
Namun, hingga November 2014, SK yang dijanjikan tidak kunjung diberikan. Endang malah diminta segera melunasi kekurangan pembayaran pembelian NIP serta dijanjikan SK keluar pada Januari 2015.
"Pelapor kembali menyerahkan uang mahar pada (7/1/15) sebesar Rp67,5 juta," paparnya. Setelah ditunggu hingga akhir Januari 2015, SK dimaksud belum juga diberikan.
Pihak terlapor malah meminta uang lagi sebesar Rp7 juta dengan alasan agar anak pelapor bekerja terlebih dahulu sebagai honorer sambil menunggu SK keluar. Tetapi, setelah ditunggu hingga awal Maret 2015 dan tetap tidak ada kepastian.
"Terlapor mengaku sempat memberi waktu kepada kedua terlapor untuk membuktikan janjinya atau mengembalikan uang senilai total Rp142 juta tersebut, namun tidak juga dipenuhi sehingga kasus ini per tanggal 4 Januari kemarin resmi dilaporkan ke Polres Tulungagung," ungkap Andria.
Ia memastikan, pemeriksaan sementara ini fokus pada saksi korban serta saksi pendukung lain. Polisi penyidik dijadwal memeriksa kedua terlapor sebelum kemudian ditetapkan sebagai tersangka, jika memang dianggap sudah cukup bukti.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2016