Surabaya (Antara Jatim) - Melalui konsep "Jatimnomics" pada 2015, Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengusulkan antarprovinsi di Indonesia saling bantu dalam jaringan perdagangan sesuai potensi masing-masing.

"Jatimnomics" merupakan resep pertumbuhan ekonomi ala Jawa Timur, yang mana daerah-daerah tidak mengandalkan APBD atau APBN, tetapi melalui kerja sama dengan swasta atau lembaga pembiayaan.

Menurut dia, inti dari "Jatimnomics" adalah skema pembiayaan pembangunan yang tidak mengandalkan APBD/APBN, keberpihakan ekonomi melalui perda atau pergub, pengembangan pasar melalui kantor perwakilan perdagangan, dan pemberdayaan sumber daya manusia (SDM).

"Untuk skema pembiayaan, kami lakukan kerja sama dengan sektor swasta dan lembaga pembiayaan. Kalau mengandalkan APBN hanya 7,6 persen kontribusinya pada pembangunan Jatim, sehingga mayoritas dari non-APBN dan non-APBD," ungkapnya.

Pakde Karwo, sapaan akrabnya, menjelaskan pihaknya memberi dorongan swasta untuk menanamkan investasi dengan memberikan jaminan kemudahan dalam lahan (tanah), perizinan, listrik, dan buruh (ketenagakerjaan).

"Terkait lembaga pembiayaan, kami mengembangkan lembaga keuangan mikro, seperti koperasi wanita, bank UKM, dan sektor perbankan," ucap orang nomor satu di Jatim itu.

Untuk keberpihakan ekonomi, lanjut dia, pertumbuhan ekonomi masyarakatnya melalui serangkaian perda atau pergub yang memihak mereka.

"Karena itu kami banyak mengeluarkan peraturan gubernur tentang larangan impor beras, garam, gula rafinasi, tembakau, dan sebagainya. Cara ini dikembangkan daerah dengan perda-perda untuk menumbuhkan ekonomi unggulan daerah," tuturnya.

Untuk pengembangan pasar, pihaknya fokus pada pasar dalam negeri dengan mengembangkan kantor perwakilan perdagangan yang saat ini mencapai 27 provinsi serta beberapa perwakilan dagang di luar negeri, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok.

"Dengan perwakilan kantor perdagangan di dalam negeri itu, nilai perdagangan dari luar Jatim ke Jatim mencapai Rp325 triliun, sedangkan dari Jatim ke luar Jatim mencapai Rp415 triliun, sehingga ada surplus Rp90 triliun. Itu pun meningkat dari tahun ke tahun," tambahnya.

Selain itu, pihaknya mendorong Pemerintah Pusat untuk mengembangkan "smelter" atau pabrik peleburan di kawasan Gresik dan Tuban.

"Bahan baku dan penolong yang kita nikmati selama ini mencapai 80 persen dari impor, karena itu kalau ada smelter akan bisa mengurangi impor bahan baku sebesar itu," ujarnya.

Untuk pemberdayaan SDM, pihaknya bekerja sama dengan ITS Surabaya dan Universitas Brawijaya Malang mencetak wirausahawan melalui sistem inkubator dan sertifikasi, sehingga pasar berkembang dan kualitas produk juga berkembang.

"Kami juga mengembangkan SMK Mini dengan sembilan jenis keterampilan, standar pelayanan, sertifikasi, dan berdiri di sekitar pesantren. Tahun 2014, di Jatim ada puluhan SMK Mini dengan hasil 6.300 lulusan tersertifikasi. Tahun 2015, kami tambah 100 SMK Mini, lalu tahun 2016 juga kami tambah 100 SMK Mini," paprnya.

   
Industri Primer
Untuk mewujudkan Jatim sebagai provinsi industri, APBD Jatim yang digunakan untuk mengembangkan industri primer tidak hanya dilakukan di perkotaa, tetapi juga di daerah.

Pada sebuah kesempatan "Workshop Internal" Pokja Wartawan Pemprov Jatim bertema "Membaca dan Memahami APBD Jatim 2016", Kamis (17/12), ia mengatakan bahwa fungsi APBD belanja untuk stimulus ekonomi.

Dalam hal ini, kata dia, APBD Jatim digunakan untuk pengembangan industri primer, pembangunan ekonomi di Jatim, dan pembangunan sosial berkelanjutan yang berfokus pada pengembangan manusia melalui program pendidikan dan kesehatan.

"Semakin fokus stimulus yang tertuang dalam APBD maka semakin bagus," imbuh mantan Sekdaprov Jatim itu.

Ia juga menjelaskan, sasaran utama Pemprov Jatim pada 2016 adalah menjadikan Jatim sebagai provinsi industri, tepatnya industri primer mulai yang kecil, menengah, hingga atas.

"Industri primer itu mengolah produksi sektor primer fase pertama. Jika sebelumnya petani menjual pisang maka ke depan para petani menjual hasil pertanian ke dalam bentuk makanan olahan," tukasnya.

Berbagai langkah telah dilakukan guna mewujudkan hal tersebut, semisal dalam jangka waktu 2-3 tahun mendatang, yakni mentransformasi sebanyak 36,57 persen yang selama ini berada dalam sektor pertanian menjadi 30 persen.

Ia mengatakan, sektor pertanian banyak menyerap tenaga kerja, namun untuk kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Jatim hanya mencapai 14,67 persen, sedangkam untuk sektor industri pengolah yang berkontribusi 29,45 persen pada PDRB Jatim hanya menyerap 13,94 persen.

Sementara itu, Analis Anggaran dari Universitas Brawijaya Malang, Prof Dr Candra Fajri Ananda MSc menilai, APBD Jatim 2016 hampir mendekati model pasar sosialis, yaitu anggaran yang diperuntukkan bagi masyarakat dengan harapan menjadi stimulus pengembangan ekonomi.

"Sayangnya, APBD yang bermodel pasar sosialis ini tidak ada undang-undang yang mengatur. Di Eropa, Negara yang menggunakan model ini adalah Jerman," ujarnya.

Sedangkan, Staf khusus Menteri PPN/Bappenas, Sonny Harry B Harmadi menyatakan pihaknya sangat mengapresiasi konsep "Jatimnomics" karena hasilnya adalah pertumbuhan ekonomi Jatim (2014) mencapai 5,86 persen di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,02 persen.

"Tapi, kalau skema pembiayaan dengan mayoritas non-APBD dan non-APBN itu memerlukan 'leadership' yang cukup dipercaya. Pakde adalah leader yang memiliki 'trust' cukup tinggi, buktinya 27 provinsi bisa menerima berdirinya kantor perwakilan perdagangan Jatim di daerahnya," ucapnya.

Di sisi lain, anggota Badan Anggaran DPRD Jatim Agus Maimun mengatakan, dasar penyusunan APBD dari tahun ke tahun selalu diatur secara ketat dengan berpedoman pada peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), seperti penyusunanAPBD 2016 yang berpedoman pada Permendagri Nomor 52 Tahun 2015.

Dari sisi tahapan dalam proses penyusunannya, lanjut dia, APBD Jatim dimulai dengan proses yang sangat panjang, mulai musyawarah rencana pembangunan di berbagai tingkatan, sampai dengan perumusannya secara aktif keterlibatan masyarakat tergambar kuat.

"Dengan keterlibatan masyarakat mulai dari proses sampai dengan pelaksanaan dan pengawasannya, tercermin APBD Jatim disusun secara demokratis, bahkan bisa dikatakan demokratis partisipatoris," imbuh politisi PAN tersebut.

Untuk itu, kata dia, proses penyusunan APBD Jatim yang partisipatoris diharapkan mampu mendekatakan jawaban atas permasalahan yang ada. (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015