Apa beda antara biografi dan sejarah? Saya selalu teringat pada budayawan Taufik Abdullah yang mengusik perbedaan di antara keduanya. Sebuah pemahaman pun ditanamkan hingga tumbuh pengertian yang kita petik.

Dalam biografi, pembaca ingin mengetahui seutuh-utuhnya perjalanan hidup seseorang, sebagai manusia biasa, tak sebagaimana citra yang telah membentuknya –-sebut misalnya, pahlawan, pendekar, atau apa saja yang serba baik, "sempurna".

Dalam sejarah, kita diajak memahami dan mengerti pengalaman dan dinamika manusia, sebagai suatu kelompok, di masa lalu. Perbedaan antara manusia dalam kediriannya, pada saat ia adalah sebagaimana adanya, yang bisa mencintai, membenci atau takut, nekad, dan apa saja, dengan manusia sebagai pemeran, aktor, ketika terluluh dalam kaitannya dengan masyarakat dan dinamika sejarah.

Tokoh sejarah, tidaklah begitu saja diukur dari perbuatannya ketika ia hanyalah dirinya. Jika patokan ini diambil, maka legalah perasaan untuk melihat permasalahan kehidupan pribadi seorang tokoh, baik yang dipuja ataupun yang dibenci. Maka terlepas segala hambatan untuk berhipotesis bahwa konsistensi dalam hidup manusia tak lebih daripada hasrat yang ideal belaka.

Jika saja manusia ini konsisten dalam tindak-tanduk dan sikapnya, maka ada baiknya diabaikan saja kehadiran psikolog S Freud, dan tak ada salahnya kita hanya tersenyum mendengar para cerdik pandai berkhotbah dan berpidato. Biarlah mereka yang tertarik pada pendekatan psikologis terhadap sejarah mempersoalkannya. Biarlah mereka yang mencari kaitan antara manusia, dalam kesendiriannya, dengan ia, sebagai aktor sejarah.

Saya coba untuk menggali sosok Djohan Sjahroezah. Ia mempunyai peran tersendiri di antara para pejuang kemerdekaan Indonesia. Orang Minang --kelahiran Muara Enim (Sumatera Selatan) pada 26 November 1912 dan meninggal di Jakarta 2 Agustus 1968-- ini seolah menyadari perannya untuk selalu bergerak di bawah tanah dan berada di balik peristiwa bersejarah.

Bagi para Pendiri Bangsa (The Founding Father) seperti Bung Karno, Bung Hatta dan Bung Sjahrir, Djohan Sjahroezah adalah sosok yang tak asing. Sebagai seorang tokoh penting dalam Revolusi Indonesia, maka tak berlebihan bila Adam Malik (tokoh Partai Murba, mantan Menteri Luar Negeri dan Wakil Presiden RI) menyebut Djohan Sjahroezah sebagai "orang yang berada di belakang hampir semua peristiwa" (a man behind almost everything).

Sayangnya, penulisan sejarah Indonesia terbukti tak adil sehingga menyebabkan namanya tak pernah disebut, bahkan cenderung dilupakan. Bila kita menyadari perlunya suatu kerangka konseptual dalam mengerti pelbagai kenyataan, baik yang hanya riil dalam kesadaran ataupun yang bisa diamati lebih jauh, maka sebuah biografi semata-mata ingin menghadirkan peran seorang dalam pentas sejarah Indonesia yang berada pada posisi di pinggiran.  

Dan, memang, kenyataannya, peran yang dimainkan Djohan Sjahroezah, mengandung konsekuensi logis: seorang aktor gerakan bawah tanah, berjalan di tepi sejarah, mempersiapkan pribadi-pribadi revolusioner guna mendukung dengan pelbagai aktivitas komunikasi politik praksis, menyatakan dukungan kepada aktor-aktor di panggung kekuasaan yang sedang mengukir sejarah.

Bung Djohan bergerak, dengan komitmen mengambil posisi di balik peristiwa-peristiwa historis. Djohan Sjahroezah berkontribusi penuh dalam setiap fase perjuangan --mulai dari kolonialisme Belanda, fasisme Jepang, pertempuran Surabaya hingga masa-masa jatuh bangun Republik.

Dengan buku ini, kita membaca kembali kaliber pemimpin ditentukan oleh rekam jejak selama tiga dasawarsa. Bukankah memang semangat zaman menentukan kaliber seorang pemimpin.

Sejak remaja, Djohan Sjahroezah telah aktif berpolitik. Ia aktif di PPPI (Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia), kemudian menjadi aktivis Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Pendidikan) setelah PNI (Partai Nasional Indonesia) dilarang dan dibubarkan oleh penjajah Belanda.

Djohan Shahroezah pun berperan besar di dunia pers:  ia sebagai salah seorang perintis dari kantor berita Antara, didirikan 13 Desember 1937. Bersama Adam Malik dkk.

Setelah Indonesia merdeka, Djohan Sjahroezah aktif di Partai Sosialis Indonesia (PSI) dan menjadi sekretaris PSI saat dipimpin oleh Sutan Sjahrir hingga PSI dibubarkan oleh Presiden Soekarno.

Selain dekat dengan PM Sjahrir, Djohan juga dekat dengan tokoh revolusioner Tan Malaka. Kedekatan kedua tokoh gerakan bawah tanah kemerdekaan RI ini muncul dalam peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.

Djohan Sjahroezah telah menyusun jaringannya, dengan melakukan pendidikan di kalangan anak-anak didiknya, melatih dalam kerja keras dengan ketabahan dan derita, serta meminta disiplin baja untuk tidak membocorkan gerakannya.

Djohan Sjahroezah aktif mendirikan Serikat Buruh Minyak (SBM) di Surabaya, organisasi buruh yang memiliki peran besar dalam mobilisasi massa pada gejolak sosial dan pertempuran tersebut

Surabaya, dalam sejarah Indonesia cukup mengesankan dunia atas sikap dan tindakannya, mempunyai latar belakang sejarah, di dalamnya terdapat peran Djohan Sjahroezah yang tak dapat disingkirkan begitu saja.

Djohan Sjahroezah, di antara penggerak Surabaya memberikan jalan permulaan kepercayaan rakyat atas dirinya untuk merebut senjata dan menggunakannya melawan penjajah dengan pantang menyerah pada era bersejarah itu. Tentara Sekutu, yang berpengalaman dalam Perang Dunia II, terpaksa menggunakan kekuatan Angkatan Udara-nya membombardir kota Surabaya dari darat, laut, dan udara, sehingga terkenal sebagai Hari Pahlawan itu.

Perang di Surabaya tersebut adalah fakta perang rakyat, yang menggelorakan semangat membela Tanah Air di tengah kecamuk Revolusi Indonesia.

Pada diri Djohan Sjahroezah yang terekam dalam buku ini mencatat betapa semangat zaman bisa berubah tapi yang menentukan adalah konsistensi. Djohan Sjahroezah adalah seorang yang konsisten. (*)

----------------------
*) Penulis adalah jurnalis dan penulis buku yang tinggal di Surabaya.
*) Tulisan ini merupakan resensi buku dari karya penulis yang berjudul "Kesabaran Revolusioner Djohan Sjahroezah: Pejuang Kemerdekaan Bawah Tanah" (Penerbit Kompas, 2015).

Pewarta: Riadi Ngasiran *)

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015