Surabaya (Antara Jatim) - Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Prof Achmad Jazidie, dosen, dan sejumlah mahasiswa Fakultas Kebidanan dan Keperawatan Unusa, Senin, menyambut kembalinya atlet tarung derajat Rismianty Amelia ke kampusnya.
Setelah menyabet emas dalam Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (Pomnas) 2015 di Aceh (14-21/11) , cewek berjilbab yang akrab disapa Mia itu disambut meriah oleh seluruh sivitas akademika Unusa, khususnya mahasiswa Fakultas Kebidanan dan Keperawatan.
Dalam penyambutan itu, Prof Jazidie mengaku sangat bangga dengan prestasi yang dicapai mahasiswi Unusa dalam ajang Pra-PON di Bandung (19-26/10) dan di Pomnas 2015 di Aceh (14-21/11).
"Siapa tahu kelak, Mia bisa menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga, saya doakan," ujarnya disambut 'amin' oleh seluruh yang hadir di aula kampus A Unusa itu.
Menurut Prof Jazidie, Mia bisa menjadi sebuah inspirasi bagi semua temannya di Unusa. "Kita dukung semua yang positif, kita dukung kegiatan mahasiswa yang bisa menorehkan prestasi nasional, selain prestasi akademik," katanya.
Menanggapi penyambutan meriah itu, mahasisiwi yang kini duduk di semester 5 pada D3 Kebidanan Unusa itu mengaku sangat berterima kasih kepada seluruh sivitas akademika Unusa yang telah menyemangatinya dalam berprestasi.
"Dispensasi Unusa sangat luar biasa, sehingga saya bisa mengambil cuti kuliah saat harus berkonsentrasi untuk berlatih," kata mojang kelahiran Tasikmalaya, 16 Februari 1992 itu.
Di atas panggung pun, Mia menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan teman-temannya, termasuk ketika ditanya Prof Jazidie tentang rahasia hingga bisa menjadi seorang juara olahraga "full body contact" itu.
"Sebenarnya sangat sederhana. Kita tidak boleh bergantung pada orang lain. Karena itu, saat atlet lain berhenti berlatih dan beristirahat, saya tambah jam latihan dengan lari di siang hari. Ketika semua teman-teman saya tertidur, saya masih tetap berlatih," katanya.
Dengan prinsip itu, dirinya pun menghadapi semuanya dengan hanya bergantung pada diri sendiri. "Jangan menggantungkan diri pada siapa pun," katanya.
Ditanya salah seorang temannya tentang keinginannya menjadi atlet atau bidan, Mia tidak bisa menjawabnya secara pasti.
"Saya akan jalani kedua-duanya dengan serius. Karena ke depan saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan diri saya. Saya harus bisa menjalani keduanya secara serius saat ini," tandasnya.
Pada Desember ini, cewek yang bisa berlari dalam kecepatan 80 kilometer per jam itu kembali ke kampus, selain harus berlatih serius menghadapi kejuaraan Asean di Malaysia dan persiapan PON.
"Saat ini, tugas kuliah menumpuk, apalagi sebagai bidan harus menyelesaikan minimal 50 laporan yang harus ditulis tangan sebanyak minimal tiga lembar dalam satu laporan. Ya, mau bagaimana lagi. Ini risiko yang harus saya tanggung. Saya harus menjalaninya dengan ikhlas," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
Setelah menyabet emas dalam Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (Pomnas) 2015 di Aceh (14-21/11) , cewek berjilbab yang akrab disapa Mia itu disambut meriah oleh seluruh sivitas akademika Unusa, khususnya mahasiswa Fakultas Kebidanan dan Keperawatan.
Dalam penyambutan itu, Prof Jazidie mengaku sangat bangga dengan prestasi yang dicapai mahasiswi Unusa dalam ajang Pra-PON di Bandung (19-26/10) dan di Pomnas 2015 di Aceh (14-21/11).
"Siapa tahu kelak, Mia bisa menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga, saya doakan," ujarnya disambut 'amin' oleh seluruh yang hadir di aula kampus A Unusa itu.
Menurut Prof Jazidie, Mia bisa menjadi sebuah inspirasi bagi semua temannya di Unusa. "Kita dukung semua yang positif, kita dukung kegiatan mahasiswa yang bisa menorehkan prestasi nasional, selain prestasi akademik," katanya.
Menanggapi penyambutan meriah itu, mahasisiwi yang kini duduk di semester 5 pada D3 Kebidanan Unusa itu mengaku sangat berterima kasih kepada seluruh sivitas akademika Unusa yang telah menyemangatinya dalam berprestasi.
"Dispensasi Unusa sangat luar biasa, sehingga saya bisa mengambil cuti kuliah saat harus berkonsentrasi untuk berlatih," kata mojang kelahiran Tasikmalaya, 16 Februari 1992 itu.
Di atas panggung pun, Mia menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan teman-temannya, termasuk ketika ditanya Prof Jazidie tentang rahasia hingga bisa menjadi seorang juara olahraga "full body contact" itu.
"Sebenarnya sangat sederhana. Kita tidak boleh bergantung pada orang lain. Karena itu, saat atlet lain berhenti berlatih dan beristirahat, saya tambah jam latihan dengan lari di siang hari. Ketika semua teman-teman saya tertidur, saya masih tetap berlatih," katanya.
Dengan prinsip itu, dirinya pun menghadapi semuanya dengan hanya bergantung pada diri sendiri. "Jangan menggantungkan diri pada siapa pun," katanya.
Ditanya salah seorang temannya tentang keinginannya menjadi atlet atau bidan, Mia tidak bisa menjawabnya secara pasti.
"Saya akan jalani kedua-duanya dengan serius. Karena ke depan saya tidak tahu apa yang akan terjadi dengan diri saya. Saya harus bisa menjalani keduanya secara serius saat ini," tandasnya.
Pada Desember ini, cewek yang bisa berlari dalam kecepatan 80 kilometer per jam itu kembali ke kampus, selain harus berlatih serius menghadapi kejuaraan Asean di Malaysia dan persiapan PON.
"Saat ini, tugas kuliah menumpuk, apalagi sebagai bidan harus menyelesaikan minimal 50 laporan yang harus ditulis tangan sebanyak minimal tiga lembar dalam satu laporan. Ya, mau bagaimana lagi. Ini risiko yang harus saya tanggung. Saya harus menjalaninya dengan ikhlas," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015