Tulungagung (Antara Jatim) - Sekitar 95 persen dari 1.244 kasus penderita HIV/AIDS yang ditemukan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, selama kurun waktu 2006-2015, disebabkan karena perilaku seks bebas.
"Hampir 95 persen temuan kasus HIV/AIDS di Tulungagung karena hubungan seks (bebas). Hanya sedikit yang disebabkan oleh penggunaan jarum suntik atau biasa disingkat dengan 'penasun'," kata Pengelola Program Koisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Kabupaten Tulungagung, Ifada di Tulungagung, Jumat.
Angka temuan itu merujuk pada hasil survei dan pendataan yang dilakukan KPA Kabupaten Tulungagung selama kurun waktu 2006-2015. Hasil survei yang menyatakan penderita HIV/AIDS di Tulungagung yang mencapai 1.244 orang itu, 306 penderita diantaranya meninggal.
Dari total 1.244 kasus HIV/AIDS yang telah berhasil diidentifikasi, sebanyak 1.197 atau sekitar 95 persen diantaranya akibat perilaku hubungan seks bebas. Sedangkan yang disebabkan penasun tercatat sebanyak 18 kasus, itupun ditemukan pada kurun lima tahun pertama sejak berdirinya KPA.
"Tiga-empat tahun terakhir ini sudah nyaris tidak ditemukan lagi kasus HIV/AIDS akibat penasun. Sisanya lagi sebanyak 11 kasus karena faktor perinatal atau penularan virus dari ibu kepada anak/bayinya," papar Ifada.
Secara sosiologis, Ifada menyebut ada tiga faktor utama tingginya penyebaran virus mematikan tersebut, sehingga Tulungagung menjadi penyumbang kasus HIV/AIDS terbesar kelima di Jatim.
Tiga faktor tersebut masing-masing adalah aktivitas pekerja seks di beberapa titik lokalisasi yang telah teridentifikasi, perkembangan tempat-tempat hiburan hingga pelosok-pelosok desa, serta fenomena TKI atau buruh migrant.
"Indikator-indikator itu terlihat dari tingginya ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dari kelompok pekerja nonprofesional atau karyawan, ibu rumah tangga (IRT). wanita pekerja seks (WPS), serta TKI yang masing-masing menempati urutan 1-4 besar," ungkapnya.
Kelompok pekerja swasta atau karyawan, kata Ifada sebagai penyumbang kasus HIV/AIDS terbesar di Tulungagung, yakni mencapai 328 orang, disusul IRT sebanyak 270 orang, pekerja seks 210 orang, TKI/TKW 108 orang, dan wiraswasta sebanyak 106 ODHA.
Tidak hanya masyarakat usia produktif yang mendominasi tingginya kasus HIV/AIDS di Tulungagung, virus yang menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh dan mematikan itu juga sudah menyentuh anak-anak usia di bawah 10 tahun dengan jumlah mencapai 26 anak dan kalangan pelajar-mahasiswa sebanyak 10 kasus.
"Perbandingan kasus antara laki-laki dan perempuan cenderung berimbang. Namun yang lebih mengkhawatirkan saat ini adalah tinginya potensi penularan virus ini kepada kelompok nonrisiko tinggi, seperti ibu rumah tangga dan anak-anak. Data menunjukkan ODHA pada kelompok IRT menjadi tertinggi kedua, dan mereka sebagian besar tertular dari suaminya yang memiliki perilaku seks bebas," kata Ifada. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Hampir 95 persen temuan kasus HIV/AIDS di Tulungagung karena hubungan seks (bebas). Hanya sedikit yang disebabkan oleh penggunaan jarum suntik atau biasa disingkat dengan 'penasun'," kata Pengelola Program Koisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Kabupaten Tulungagung, Ifada di Tulungagung, Jumat.
Angka temuan itu merujuk pada hasil survei dan pendataan yang dilakukan KPA Kabupaten Tulungagung selama kurun waktu 2006-2015. Hasil survei yang menyatakan penderita HIV/AIDS di Tulungagung yang mencapai 1.244 orang itu, 306 penderita diantaranya meninggal.
Dari total 1.244 kasus HIV/AIDS yang telah berhasil diidentifikasi, sebanyak 1.197 atau sekitar 95 persen diantaranya akibat perilaku hubungan seks bebas. Sedangkan yang disebabkan penasun tercatat sebanyak 18 kasus, itupun ditemukan pada kurun lima tahun pertama sejak berdirinya KPA.
"Tiga-empat tahun terakhir ini sudah nyaris tidak ditemukan lagi kasus HIV/AIDS akibat penasun. Sisanya lagi sebanyak 11 kasus karena faktor perinatal atau penularan virus dari ibu kepada anak/bayinya," papar Ifada.
Secara sosiologis, Ifada menyebut ada tiga faktor utama tingginya penyebaran virus mematikan tersebut, sehingga Tulungagung menjadi penyumbang kasus HIV/AIDS terbesar kelima di Jatim.
Tiga faktor tersebut masing-masing adalah aktivitas pekerja seks di beberapa titik lokalisasi yang telah teridentifikasi, perkembangan tempat-tempat hiburan hingga pelosok-pelosok desa, serta fenomena TKI atau buruh migrant.
"Indikator-indikator itu terlihat dari tingginya ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dari kelompok pekerja nonprofesional atau karyawan, ibu rumah tangga (IRT). wanita pekerja seks (WPS), serta TKI yang masing-masing menempati urutan 1-4 besar," ungkapnya.
Kelompok pekerja swasta atau karyawan, kata Ifada sebagai penyumbang kasus HIV/AIDS terbesar di Tulungagung, yakni mencapai 328 orang, disusul IRT sebanyak 270 orang, pekerja seks 210 orang, TKI/TKW 108 orang, dan wiraswasta sebanyak 106 ODHA.
Tidak hanya masyarakat usia produktif yang mendominasi tingginya kasus HIV/AIDS di Tulungagung, virus yang menyebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh dan mematikan itu juga sudah menyentuh anak-anak usia di bawah 10 tahun dengan jumlah mencapai 26 anak dan kalangan pelajar-mahasiswa sebanyak 10 kasus.
"Perbandingan kasus antara laki-laki dan perempuan cenderung berimbang. Namun yang lebih mengkhawatirkan saat ini adalah tinginya potensi penularan virus ini kepada kelompok nonrisiko tinggi, seperti ibu rumah tangga dan anak-anak. Data menunjukkan ODHA pada kelompok IRT menjadi tertinggi kedua, dan mereka sebagian besar tertular dari suaminya yang memiliki perilaku seks bebas," kata Ifada. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015