Surabaya (Antara Jatim) -  Namanya Mas Isman, lahir di Bondowoso 1 Januari 1924, besar dan menempuh pendidikan di Purwokerto, Cirebon, Malang dan Surabaya.

Di masa penjajahan, ia dikenal sebagai sosok yang mampu memotivasi, menggerakkan dan memimpin para pemuda pelajar untuk bergabung dengan laskar bersenjata.

Keberaniannya terbukti dengan menggerakkan dan memimpin anak-anak muda untuk memelihara semangat persatuan, semangat kebangsaan, heroisme dan cinta Tanah Air.

Sebagai pelajar, dia pun turut berjuang merebut kemerdekaan Indonesia dari penjajah melalui Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP).

"Setelah zaman kemerdekaan pun beliau tetap berjuang untuk rakyat sampai akhir hayat," ujar ahli waris almarhum Mas Isman, Hayono Isman.

Dengan pemikiran bahwa pelajar harus berjuang mengangkat senjata, pada 30 Agustus 1945 ia mendirikan organisasi pelajar, yang pada 22 September berikutnya dilantik oleh Sungkono di Sekolah Darmo-49 Surabaya.

Saat itu, Mas Iman ditunjuk sebagai komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) Pelajar dan perjuangannya dimulai 9 November 1945 dengan pernyataan "Soempah Keboelatan Tekad" mempertahankan kedaulatan bangsa dan Negara Indonesia.

Pada 1946-1951, Mas Isman tetap menjadi seorang pemimpin bagi anak-anak muda generasi bangsa dengan mendirikan Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP).

Kehebatan pasukan TRIP dalam berbagai pertempuran dalam perang kemerdekaan di bawah kepemimpinan Mas Isman telah memberikan nama harum Indonesia ke pelosok dunia yang hanya sedikit Negara lain memiliki pasukan pemuda pelajar bersenjata.

Semangat tinggi perjuangan TRIP pimpinan Mas Isman disertai kemampuan bergaul dan menyatu dengan rakyat telah melengkapi strategi perang gerilya yang dimiliki TRIP pada khususnya dan Tentara Republik Indonesia pada umumnya.

Perlawanan paling sengit yang dilakukan TRIP terhadap Belanda terjadi di Jalan Salak (kini Jalan TRIP), Kota Malang, yang mana para tentara pelajar berusaha menghadang dan merampas kendaraan lapis baja sampai terjadi pertempuran heroik hingga mengorbankan 45 jiwa tentara pelajar.

Usai Kemerdekaan
Usai perang kemerdekaan, di bawah pimpinan Mas Isman, anak-anak pelajar pejuang kemerdekaan dengan cepat mampu menyesuaikan diri untuk beralih dari brigade pertempuran menjadi brigade pembangunan.

Dengan mendirikan Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO) pada 10 November 1957 sebagai koperasi, dinilai merupakan pilihan cerdas Mas Isman untuk memberikan wadah tepat bagi penyaluran para pelajar pejuang kemerdekaan waktu itu yang tidak betah lagi berkiprah dalam partai politik.

Ketua tim pelaksana usulan Mas Isman sebagai Pahlawan Nasional Triyanto mengatakan bahwa setelah perang kemerdekaan, Mas Isman tetap menjadi panutan tidak hanya bagi teman-temannya, tapi juga oleh masyarakat luas dari setiap langkah dan ucapannya.

"Mas Isman dengan kepakaan sosial tinggi membuat usaha-usaha yang bermanfaat bagi masyarakat dan hasilnya dinikmati oleh orang banyak, khususnya rakyat kecil," ucapnya ketika ditemui di Surabaya saat proses pengusulan gelar Pahlawan Nasional beberapa waktu lalu.

Semasa hidupnya, lanjut dia, Mas Isman telah memberikan kontribusi dalam banyak hal, baik dalam skala nasional maupun internasional, yang semuanya demi kepentingan rakyat.

"Mas Isman seorang pahlawan pejuang kemerdekaan gagah berani di medan pertempuran, seorang pahlawan generasi muda yang mampu menggerakkan dan menjadi contoh dalam memupuk semangat nasionalisme, heroisme dan cinta Tanah Air," katanya.

Selama hidup, Mas Isman adalah seorang Inisiator dan Komandan BKR/TKR Pelajar Surabaya (1945-1946), Inisiator dan Komandan TRIP Jawa Timur (1946-1950), Inisiator dan motor penggerak "People Defence" (1946-1950).

Kemudian, Pendiri KOSGORO (1957), Delegasi RI untuk PBB (1958), Kepala Perwakilan RI untuk Rangoon (1959-1960), Duta Besar untuk Thailand (1960-1964), Duta Besar RI untuk Mesir (1964-1968), Asisten VI Pangad (1978-1982), Anggota DPR/MPR RI (1978-1982).

Proses Pengusulan
Melalui keputusan Musyawarah Besar X KOSGORO 2011, Pimpinan Pusat Kolektif Kosgoro mengeluarkan Surat Keputusan Nomor Kep-11-045 tertanggal 12 Desember 2014 tentang pembentukan tim pelaksana pengusulan Mas Isman sebagai Pahlawan Nasional RI.

"Komposisi tim terdiri dari tiga unsur, yakni KOSGORO, TRIP dan keluarga/yayasan Mas Isman," kata Triyanto.

Proses pengusulannya, kata dia, diawali tim pelaksana beraudiensi dengan Wali Kota dan Bupati Malang sehingga terbentuk Tim Peniliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) TP2GD yang komposisinya terdiri dari birokrasi Malang, akademisi, Kosgoro, TRIP, pakar sejarah dan Yayasan Mas Isman.

"Dipilihnya Malang sebagai kota pengusulan Mas Isman Pahlawan karena sebagai kota pusat perjuangan pasukan TRIP. Di sana juga terdapat monumen perjuangan dan Makam Pahlawan Mastrip," katanya.

Mekanismenya, dimulai dari tingkat kabupaten/kota, ke tingkat provinsi, selanjutnya ke tingkat pusat yang semuanya bersumber dan mengacu ke UUD 1945 bab III Pasal 15, UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.

Kemudian, PP Nomor 35 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU 20/2009 serta Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional.

Puncaknya, pada 5 November 2015, Presiden RI Joko Widodo memberikan gelar Pahlawan Nasional bagi Mas Isman melalui Keputusan Presiden Nomor 116/TK/ tahun 2015 tertanggal 4 November 2015 yang diterima oleh keluarga/ahli waris.

Tolak Dimakamkan TMP
Hayono Isman, putra kandung Mas Isman, mewakili keluarga mengaku bangga dengan dianugerahinya gelar Pahlawan Nasional RI.

Sebelum wafat pada 12 Desember 1982 di Surabaya, pihak keluarga mengaku mendapat pesan dari Mas Isman untuk tidak memakamkannya di Taman Makam Pahlawan (TMP) dengan alasan tidak ingin mempersulit keluarga yang akan berziarah.

"Kalau di TMP nanti kalian susah menjenguk saya, tapi kalau di tempat pemakaman umum kan bisa kapan saja," kata Hayono Isman menirukan ucapan ayahnya.

Kini, Jenazah Mas Isman dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Bagi keluarga, kata dia, yang menonjol dari sosok almarhum semasa hidup adalah rasa solidaritas tinggi kepada rakyat dan rekannya, yang meski berbeda pandangan politik dan ideologi, namun tetap memelihara silaturahim maupun persahabatan.

"Ini yang diikuti dan diteladani oleh keluarga dan masyarakat sampai kapan saja. Harapannya adalah membawa bangsa Indonesia bermartabat, maju dan sebagai bangsa besar," kata Menteri Pemuda dan Olahraga tahun 1993-1998 tersebut.

Sebagai Ahli waris Mas Isman, Hayono Isman mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak, mulai para guru dari Malang Raya yang telah mengusulkan kepada Wali Kota Malang dan Bupati Malang agar ayahnya mendapat gelar Pahlawan Nasional.

"Terima kasih kepada seluruh kepala daerah di Malang Raya, serta Gubernur Jawa Timur Soekarwo," katanya.

Gelar Pahlawan M. Jasin
Satu lagi seorang tokoh asal Jawa Timur yang diberi gelar Pahlawan Nasional bersamaan dengan Mas Isman, yaitu Komjen Pol Dr H Moehammad Jasin yang lahir di Bau-Bau, Buton, Sulawesi Tenggara, pada 9 Juni 1920 dan wafat di usai 92 tahun pada 2012.

Penghargaan yang diberikan Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara tersebut diterima oleh istrinya, Rubyanti Jasin.

Moehammad Jasin merupakan tokoh dari kalangan polisi, yang membentuk satuan Brigadir Mobil (Brimob) sebagai satuan elite dan tertua di Kepolisian RI.

Pada saat Proklamasi dikumandangkan, Jasin telah melepas keterikatan Polisi Istimewa dengan Jepang, dan mengubah status dari kolonial menjadi Polisi Negara Merdeka.

Saat pertempuran Surabaya meletus, Jasin mengumumkan lewat radio bahwa pasukan Polisi Istimewa yang dipimpinnya sudah dimiliterisasi dan diharuskan ikut dalam pertempuran.

Ketika Belanda melakukan Agresi kedua, Jasin memimpin pasukannya bergerilya hingga wilayah Gunung Wilis, sekaligus menjadi Komandan Militer Sektor Timur Madiun.  (*)

Pewarta: Fiqih Arfani

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015