Tulungagung (Antara Jatim) - Sejumlah petugas trantib dari Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten
Tulungagung, Jawa Timur, Rabu tertangkap kamera ikut berebut makanan
yang "dipurak" (diperebutkan) dalam ritual bersih nagari, memperingati
hari jadi daerah tersebut ke-810.
Aksi sejumlah petugas berpakaian dinas Pol PP tersebut sempat disesalkan warga, karena seharusnya tugas mereka adalah mengamankan lokasi serta prosesi rebutan tumpeng yang melibatkan ratusan warga yang sebagian berasal dari berbagai pelosok desa di Tulungagung tersebut.
"Kalau petugasnya ikut rebutan, lalu siapa yang melakukan pengamanan. Untungnya prosesi purak tumpeng kali ini tidak ada insiden apa-apa," ujar Choirul, salah seorang warga yang ikut menyaksikan jalannya ritual bersih nagari dari awal hingga akhir.
Petugas Pol PP sejak awal memang terlihat aktif melakukan pengamanan jalannya proses bersin nagari, sejak dari start dari halaman Pemkab Tulungagug di jalan Ahmad Yani Timur diarak menuju pendopo, hingga dilakukannya tradisi rebutan dua tumpeng raksasa yang disebut buceng lanang dan buceng wadon.
Namun saat warga mulai gaduh merangsek ke arah tumpeng untuk berebut aneka isi bucengan yang terdiri dari aneka makanan, buah-buahan dan hasil bumi lainnya, beberapa petugas memanfaatkan kesempatan itu untuk ikut eforia berebut "ingkung" ayam bakar dan buah-buahan yang ada di atas tandu, melekat di sekitar tumpeng.
Suasana sempat tidak terkendali saat warga terus berhamburan ke arah kedua tumpeng, hingga akhirnya panitia dan petugas pol PP yang masih siaga mengarahkan pikap yang mengangkut kedua tumpeng menjauh dari pendopo kabupaten.
"Saya senang saja ikut rebutan begini. Bukan apa-apa, rasanya memang menyenangkan, dan lumayanlah dapat makanan gratis," ujar Suyono, warga lainnya sembari menikmati buah naga hasil rebutannya.
Tradisi bersih nagari menjadi agenda rutin yang digelar Pemkab Tulungagung setiap 18 November, dalam rangka memperingati hari jadi daerah tersebut ke-810.
Sebagaimana pelaksanaan ritual bersih nagari tahun-tahun sebelumnya, prosesi adat yang digelar dengan nuansa tradisional kerajaan itu berlangsung keramat.
Sementara bupati dan para pejabat lain yang mengenakan pakaiat adat Jawa menunggu di paseban agung pendopo kabupaten, panji-panji pusaka daerah berikut dua tumpeng raksasa buceng lanang dan buceng wadon diarak dari depan kantor Pemkab Tulungagung menuju pendopo.
Selama perjalanan, ribuan warga dan anak sekolah tampak berdiri berjajar di sepanjang pinggir jalan demi menyaksikan rangkaian arak-arakan tumpeng yang diiringi puluhan punggawa kerajaan serta abdi dalem yang menari diiringi musik gamelan dan sekelompok grup marching band tradisional.
Sesampainya di pendopo, salah satu pria yang didapuk sebagai punggawa kadipaten masuk ke dalam ruang paseban pendopo diiringi beberapa pasukan kerajaan untuk menyerahkan panji-panji daerah kepada Bupati Syahri Mulyo yang didampingi Ketua DPRD Tulungagung, Supriyono.
Ritual bersih nagari diakhiri dengan purak atau rebutan kedua buceng lanang dan buceng wadon, setelah sebelumnya Bupati Syahri Mulyo menyampaikan pidato sambutan dalam bahasa Jawa di hadapan seluruh tamu undangan yang semuanya berpakaian adat Jawa.
"Selain memperingati hari jadi Kabupaten Tulungagung, tujuan digelarnya ritual bersih nagari ini adalah untuk `nguri-uri` (melestarikan) adat budaya daerah sekaligus menjadi perwujudan rasa syukur masyarakat atas limpahan berkah dan kemakmuran yang diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa kepada masyarakat Tulungagung," kata Syahri Mulyo diakhir acara.
Mengutip keterangan tentang sejarah Tulungagung sebagaimana tertulis di situs wikipedia.org, sejarah terbentuknya Kabupaten Tulungagung mengacu pada temuan cagar budaya tertua berbentuk prasasti Lawadan pada 1205 Masehi, dimana masyarakat Thani Lawadan di selatan Tulungagung mendapatkan penghargaan dari Raja Daha terakhir, Kertajaya.
Sebagai daerah persemakmuran, atau semacam daerah penaklukan pada masa itu, kesetiaan masyarakat Thani Lawadan dalam menangkal serangan musuh dari wilayah timur Kerajaan Daha diapresiasi Raja Kertajaya.
Penghargaan tersebut tercatat dalam Prasasti Lawadan dengan candra sengkala "Sukra Suklapaksa Mangga Siramasa" yang menunjuk tanggal 18 November 1205 M.
Tanggal keluarnya prasasti tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Tulungagung sejak tahun 2003. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
Aksi sejumlah petugas berpakaian dinas Pol PP tersebut sempat disesalkan warga, karena seharusnya tugas mereka adalah mengamankan lokasi serta prosesi rebutan tumpeng yang melibatkan ratusan warga yang sebagian berasal dari berbagai pelosok desa di Tulungagung tersebut.
"Kalau petugasnya ikut rebutan, lalu siapa yang melakukan pengamanan. Untungnya prosesi purak tumpeng kali ini tidak ada insiden apa-apa," ujar Choirul, salah seorang warga yang ikut menyaksikan jalannya ritual bersih nagari dari awal hingga akhir.
Petugas Pol PP sejak awal memang terlihat aktif melakukan pengamanan jalannya proses bersin nagari, sejak dari start dari halaman Pemkab Tulungagug di jalan Ahmad Yani Timur diarak menuju pendopo, hingga dilakukannya tradisi rebutan dua tumpeng raksasa yang disebut buceng lanang dan buceng wadon.
Namun saat warga mulai gaduh merangsek ke arah tumpeng untuk berebut aneka isi bucengan yang terdiri dari aneka makanan, buah-buahan dan hasil bumi lainnya, beberapa petugas memanfaatkan kesempatan itu untuk ikut eforia berebut "ingkung" ayam bakar dan buah-buahan yang ada di atas tandu, melekat di sekitar tumpeng.
Suasana sempat tidak terkendali saat warga terus berhamburan ke arah kedua tumpeng, hingga akhirnya panitia dan petugas pol PP yang masih siaga mengarahkan pikap yang mengangkut kedua tumpeng menjauh dari pendopo kabupaten.
"Saya senang saja ikut rebutan begini. Bukan apa-apa, rasanya memang menyenangkan, dan lumayanlah dapat makanan gratis," ujar Suyono, warga lainnya sembari menikmati buah naga hasil rebutannya.
Tradisi bersih nagari menjadi agenda rutin yang digelar Pemkab Tulungagung setiap 18 November, dalam rangka memperingati hari jadi daerah tersebut ke-810.
Sebagaimana pelaksanaan ritual bersih nagari tahun-tahun sebelumnya, prosesi adat yang digelar dengan nuansa tradisional kerajaan itu berlangsung keramat.
Sementara bupati dan para pejabat lain yang mengenakan pakaiat adat Jawa menunggu di paseban agung pendopo kabupaten, panji-panji pusaka daerah berikut dua tumpeng raksasa buceng lanang dan buceng wadon diarak dari depan kantor Pemkab Tulungagung menuju pendopo.
Selama perjalanan, ribuan warga dan anak sekolah tampak berdiri berjajar di sepanjang pinggir jalan demi menyaksikan rangkaian arak-arakan tumpeng yang diiringi puluhan punggawa kerajaan serta abdi dalem yang menari diiringi musik gamelan dan sekelompok grup marching band tradisional.
Sesampainya di pendopo, salah satu pria yang didapuk sebagai punggawa kadipaten masuk ke dalam ruang paseban pendopo diiringi beberapa pasukan kerajaan untuk menyerahkan panji-panji daerah kepada Bupati Syahri Mulyo yang didampingi Ketua DPRD Tulungagung, Supriyono.
Ritual bersih nagari diakhiri dengan purak atau rebutan kedua buceng lanang dan buceng wadon, setelah sebelumnya Bupati Syahri Mulyo menyampaikan pidato sambutan dalam bahasa Jawa di hadapan seluruh tamu undangan yang semuanya berpakaian adat Jawa.
"Selain memperingati hari jadi Kabupaten Tulungagung, tujuan digelarnya ritual bersih nagari ini adalah untuk `nguri-uri` (melestarikan) adat budaya daerah sekaligus menjadi perwujudan rasa syukur masyarakat atas limpahan berkah dan kemakmuran yang diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa kepada masyarakat Tulungagung," kata Syahri Mulyo diakhir acara.
Mengutip keterangan tentang sejarah Tulungagung sebagaimana tertulis di situs wikipedia.org, sejarah terbentuknya Kabupaten Tulungagung mengacu pada temuan cagar budaya tertua berbentuk prasasti Lawadan pada 1205 Masehi, dimana masyarakat Thani Lawadan di selatan Tulungagung mendapatkan penghargaan dari Raja Daha terakhir, Kertajaya.
Sebagai daerah persemakmuran, atau semacam daerah penaklukan pada masa itu, kesetiaan masyarakat Thani Lawadan dalam menangkal serangan musuh dari wilayah timur Kerajaan Daha diapresiasi Raja Kertajaya.
Penghargaan tersebut tercatat dalam Prasasti Lawadan dengan candra sengkala "Sukra Suklapaksa Mangga Siramasa" yang menunjuk tanggal 18 November 1205 M.
Tanggal keluarnya prasasti tersebut akhirnya dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Tulungagung sejak tahun 2003. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015