Beirut/Dubai, (Antara/Reuters) - Kelompok oposisi Suriah pada Rabu menolak usulan Rusia untuk penyelesaian perang saudara di negara tersebut karena dinilai hanya bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan Presiden Bashar al Assad.
Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir menegaskan bahwa jika Bashar tidak mau mundur secara damai, maka dia harus dipaksa dengan cara militer.
Dokumen usulan dari Moskow yang diperoleh Reuters menunjukkan bahwa Rusia ingin agar Damaskus dan sejumlah kelompok oposisi terpilih untuk merundingkan reformasi konstitusi dalam waktu 18 bulan disusul dengan pemilihan presiden.
Dokumen tersebut juga memungkinkan Bashar untuk berpartisipasi dalam pemilihan presiden selanjutnya. Rusia sendiri membantah tengah menyiapkan dokumen usulan untuk perundingan internasional putaran kedua di Wina pada pekan ini.
"Rakyat Suriah tidak pernah menerima kepemimpinan diktatorial Bashar dan tidak akan menerima kembalinya dia dengan cara apapun," kata Monzer Akbik, anggota kelompok oposisi Koalisi Nasional Suriah (SNC) yang didukung negara-negara Barat.
Selain itu, anggota komisi politik SNC Hadi al-Bahra, menolak penyelenggaraan pemilu dengan sistem saat ini.
"Bagaimana mungkin pemilu yang adil dapat terlenggara jika rakyat Suriah takut terhadap pembalasan dari pihak keamanan yang mendukung rezim?" kata al-Bahra.
Di sisi lain, Amerika Serikat, Turki, dan negara-negara Teluk--terutama Arab Saudi, juga menegaskan bahwa Bashar harus turun dari kekuasaannya untuk mencapai perdamaian di Suriah.
"Jika Bashar al Assad tidak bisa dipaksa mundur secara damai, maka hal itu akan dicapai dengan cara militer," kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir kepada para wartawan usai menghadiri pertemuan negara-negara Arab dan Amerika Latin.
Pertemuan puncak tersebut menghasilkan pernyataan bersama yang mendukung komunike Jenewa 1 pada 2012 yang menetapkan mekanisme menuju perdamaian termasuk dengan pembentukan pemerintahan transisional.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir menegaskan bahwa jika Bashar tidak mau mundur secara damai, maka dia harus dipaksa dengan cara militer.
Dokumen usulan dari Moskow yang diperoleh Reuters menunjukkan bahwa Rusia ingin agar Damaskus dan sejumlah kelompok oposisi terpilih untuk merundingkan reformasi konstitusi dalam waktu 18 bulan disusul dengan pemilihan presiden.
Dokumen tersebut juga memungkinkan Bashar untuk berpartisipasi dalam pemilihan presiden selanjutnya. Rusia sendiri membantah tengah menyiapkan dokumen usulan untuk perundingan internasional putaran kedua di Wina pada pekan ini.
"Rakyat Suriah tidak pernah menerima kepemimpinan diktatorial Bashar dan tidak akan menerima kembalinya dia dengan cara apapun," kata Monzer Akbik, anggota kelompok oposisi Koalisi Nasional Suriah (SNC) yang didukung negara-negara Barat.
Selain itu, anggota komisi politik SNC Hadi al-Bahra, menolak penyelenggaraan pemilu dengan sistem saat ini.
"Bagaimana mungkin pemilu yang adil dapat terlenggara jika rakyat Suriah takut terhadap pembalasan dari pihak keamanan yang mendukung rezim?" kata al-Bahra.
Di sisi lain, Amerika Serikat, Turki, dan negara-negara Teluk--terutama Arab Saudi, juga menegaskan bahwa Bashar harus turun dari kekuasaannya untuk mencapai perdamaian di Suriah.
"Jika Bashar al Assad tidak bisa dipaksa mundur secara damai, maka hal itu akan dicapai dengan cara militer," kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi Adel al-Jubeir kepada para wartawan usai menghadiri pertemuan negara-negara Arab dan Amerika Latin.
Pertemuan puncak tersebut menghasilkan pernyataan bersama yang mendukung komunike Jenewa 1 pada 2012 yang menetapkan mekanisme menuju perdamaian termasuk dengan pembentukan pemerintahan transisional.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015