Surabaya (Antara) - Delegasi Indonesia mengikuti pertemuan tentang penjinakan ranjau di Hue dan Hanoi, Vietnam, pada 28-31 Oktober 2015.
Dinas Penerangan Korps Marinir dalam keterangan pers yang diterima Antara di Surabaya, Selasa, menyebutkan delegasi Indonesia terdiri dari tiga orang, yakni staf Direktorat Kerja Sama Internasional Kementerian Pertahanan Letkol (Czi) Ikhwan Ahmadi, perwakilan Mabes TNI Kapten (Mar) Riska Sayogo, dan Atase Pertahanan RI di Hanoi Kolonel (Czi) Susilo Adi.
Pertemuan tiga hari itu merupakan Pertemuan ke-3 ASEAN Defence Ministers' Meeting "Plus Experts' Working Group on Humanitarian Mine Action (ADMM-Plus EWG on HMA)m dan Middle Planning Conference (MPC) untuk Combined ADMM" Plus EWG on HMA and PKO FTX 2016.
Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan ke-2 ADMM-Plus EWG on HMA yang telah diselenggarakan sebelumnya di Seoul, Korea Selatan.
Dalam pertemuan ke-3 itu dibagi menjadi dua kegiatan utama yaitu ADMM-Plus EWG on HMA dan MPC untuk Combined ADMM Plus EWG on HMA and PKO FTX 2016.
Pada pertemuan ADMM-Plus EWG on HMA di Hanoi membahas tentang dua materi yaitu Unexploded Ordnances in Underwater Environments and Technical Responses dan Initiatives and Proposals For HMA Cooperation.
Pada pertemuan MPC untuk Combined ADMM Plus EWG on HMA and PKO FTX 2016, delegasi India memaparkan tentang bentuk dan rencana latihan HMA, sedangkan delegasi Korea Selatan memaparkan tentang bentuk dan rencana latihan PKO yang akan diselenggarakan di Pune, India tahun 2016.
Pertemuan dibuka oleh Wakil Menteri Pertahanan Vietnam Sr Lieutenant General Nguyen Chi Vinh, dilanjutkan kegiatan ADMM-Plus EWG on HMA yang dibagi manjadi dua sesi.
Sesi pertama dipimpin oleh Co-Chair Vietnam, sedangkan sesi yang kedua dipimpin oleh Co-Chair India.
Untuk MPC Combined ADMM Plus EWG on HMA and PKO FTX 2016, dipimpin oleh Co-Chair India. Pertemuan dihadiri perwakilan dari seluruh Negara Anggota ADMM-Plus, yakni anggota ASEAN dan delapan Mitra Wicara ASEAN serta perwakilan Sekretariat ASEAN.
Pada hari terakhir, pertemuan dirangkai dengan peninjauan terhadap Underwater Demining yang dilaksanakan oleh Angkatan Darat Vietnam. Selain itu juga delegasi diajak untuk meninjau sekolah dasar bagi para korban ranjau.
Adapun hasil kegiatan ADMM-Plus Expert Working Group (EWG) on Humanitarian Mine Action (HMA) yang telah dicapai adalah peserta memahami mekanisme pelaksanaan penjinakan ranjau yang dilaksanakan oleh negara-negara maju maupun negara berkembang.
Dalam hal ini negara maju seperti Rusia, Amerika Serikat, dan Australia telah menggunakan peralatan mekanik dan robot bawah air untuk memusnahkan ranjau dan UXO bawah air.
Sebaliknya negara Vietnam, Kamboja, dan Filipina masih menggunakan teknik manual yang mengandalkan keahlian individu.
Selain itu, peserta juga memahami pentingnya "interoperability" di bidang penanganan ranjau karena di negara Laos, Thailand, dan Tiongkok memiliki Badan Nasional Penanganan Ranjau untuk menangani permasalahan tentang ranjau di negara masing-masing yang seringkali melakukan kerjasama penanganan di bidang ranjau secara periodik.
Sementara negara-negara yang tidak menjadi korban akibat penyebaran ranjau seperti Indonesia, India, dan Selandia Baru turut serta melaksanakan penanganan ranjau dalam rangka Misi Perdamaian PBB.
Dalam kesempatan lain, Kasubdisbinpuan Dispotmar Koarmatim Letkol Laut (P) Budi Rusyanto menyatakan pihaknya telah banyak melakukan upaya untuk pelestarian wilayah pesisir.
Upaya tersebut antara lain dengan melakukan penyuluhan kepada nelayan-nelayan daerah pesisir di wilayah kerja Koarmatim agar dalam mengambil hasil laut tetap menjaga kelestarian lingkungan dan Latihan Dasar Kepemimpinan Sekolah (LDKS) untuk wawasan kemaritiman para siswa di Provinsi Jawa Timur. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
Dinas Penerangan Korps Marinir dalam keterangan pers yang diterima Antara di Surabaya, Selasa, menyebutkan delegasi Indonesia terdiri dari tiga orang, yakni staf Direktorat Kerja Sama Internasional Kementerian Pertahanan Letkol (Czi) Ikhwan Ahmadi, perwakilan Mabes TNI Kapten (Mar) Riska Sayogo, dan Atase Pertahanan RI di Hanoi Kolonel (Czi) Susilo Adi.
Pertemuan tiga hari itu merupakan Pertemuan ke-3 ASEAN Defence Ministers' Meeting "Plus Experts' Working Group on Humanitarian Mine Action (ADMM-Plus EWG on HMA)m dan Middle Planning Conference (MPC) untuk Combined ADMM" Plus EWG on HMA and PKO FTX 2016.
Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari pertemuan ke-2 ADMM-Plus EWG on HMA yang telah diselenggarakan sebelumnya di Seoul, Korea Selatan.
Dalam pertemuan ke-3 itu dibagi menjadi dua kegiatan utama yaitu ADMM-Plus EWG on HMA dan MPC untuk Combined ADMM Plus EWG on HMA and PKO FTX 2016.
Pada pertemuan ADMM-Plus EWG on HMA di Hanoi membahas tentang dua materi yaitu Unexploded Ordnances in Underwater Environments and Technical Responses dan Initiatives and Proposals For HMA Cooperation.
Pada pertemuan MPC untuk Combined ADMM Plus EWG on HMA and PKO FTX 2016, delegasi India memaparkan tentang bentuk dan rencana latihan HMA, sedangkan delegasi Korea Selatan memaparkan tentang bentuk dan rencana latihan PKO yang akan diselenggarakan di Pune, India tahun 2016.
Pertemuan dibuka oleh Wakil Menteri Pertahanan Vietnam Sr Lieutenant General Nguyen Chi Vinh, dilanjutkan kegiatan ADMM-Plus EWG on HMA yang dibagi manjadi dua sesi.
Sesi pertama dipimpin oleh Co-Chair Vietnam, sedangkan sesi yang kedua dipimpin oleh Co-Chair India.
Untuk MPC Combined ADMM Plus EWG on HMA and PKO FTX 2016, dipimpin oleh Co-Chair India. Pertemuan dihadiri perwakilan dari seluruh Negara Anggota ADMM-Plus, yakni anggota ASEAN dan delapan Mitra Wicara ASEAN serta perwakilan Sekretariat ASEAN.
Pada hari terakhir, pertemuan dirangkai dengan peninjauan terhadap Underwater Demining yang dilaksanakan oleh Angkatan Darat Vietnam. Selain itu juga delegasi diajak untuk meninjau sekolah dasar bagi para korban ranjau.
Adapun hasil kegiatan ADMM-Plus Expert Working Group (EWG) on Humanitarian Mine Action (HMA) yang telah dicapai adalah peserta memahami mekanisme pelaksanaan penjinakan ranjau yang dilaksanakan oleh negara-negara maju maupun negara berkembang.
Dalam hal ini negara maju seperti Rusia, Amerika Serikat, dan Australia telah menggunakan peralatan mekanik dan robot bawah air untuk memusnahkan ranjau dan UXO bawah air.
Sebaliknya negara Vietnam, Kamboja, dan Filipina masih menggunakan teknik manual yang mengandalkan keahlian individu.
Selain itu, peserta juga memahami pentingnya "interoperability" di bidang penanganan ranjau karena di negara Laos, Thailand, dan Tiongkok memiliki Badan Nasional Penanganan Ranjau untuk menangani permasalahan tentang ranjau di negara masing-masing yang seringkali melakukan kerjasama penanganan di bidang ranjau secara periodik.
Sementara negara-negara yang tidak menjadi korban akibat penyebaran ranjau seperti Indonesia, India, dan Selandia Baru turut serta melaksanakan penanganan ranjau dalam rangka Misi Perdamaian PBB.
Dalam kesempatan lain, Kasubdisbinpuan Dispotmar Koarmatim Letkol Laut (P) Budi Rusyanto menyatakan pihaknya telah banyak melakukan upaya untuk pelestarian wilayah pesisir.
Upaya tersebut antara lain dengan melakukan penyuluhan kepada nelayan-nelayan daerah pesisir di wilayah kerja Koarmatim agar dalam mengambil hasil laut tetap menjaga kelestarian lingkungan dan Latihan Dasar Kepemimpinan Sekolah (LDKS) untuk wawasan kemaritiman para siswa di Provinsi Jawa Timur. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015