Surabaya (Antara Jatim) - Dua pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali kota Surabaya Rasiyo-Lucy (Demokrat-PAN) dan Risma-Whisnu (PDIP) saling beradu data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Surabaya dalam debat Pilkada yang digelar KPU di Gramedia Expo, Jumat malam.
    
Debat yang disiarkan langsung oleh salah satu stasiun televisi swasta dan dipandu oleh Rosianna Silalahi (Pimpred Kompas TV) berlangsung semarak, dengan suara teriakan dari masing-masing kubu pendukung.
    
Debat dibuka dengab sesi penyampaian visi misi dari kedua pasangan calon. Pasangan nomor satu Rasiyo-Lucy Kurniasari mengedepankan strategi pembangunab bottom-up dari pinggiran, pemberdayaan guru dan kaum perempuan dan kebijakan ekonomi yang berpihak pada nasib orang miskin.
    
Sementara pasangan nomor dua, Tri Rismaharini-Wisnhu Sakti Buana, bertekad fokus membangun kemampuan SDM untuk menghadapi persaingan di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang berlaku pada Desember 2015, serta memeratakan pembangunan dan meningkatkan akses ke daerah sekitar untuk mendorong pertumbuhan bersama agar mencegah urbanisasi.
    
Satu jam terakhir debat berjalan semakin seru saat memasuki sesi tanya jawab. Pasangan nomor 1 mempermasalahkan data indeks kemiskinan yang mencapai 0,49 sedangkan pasangan nomor 2 bersikeras data BPS Surabaya tidak memperhitungkan pedagang sektor non formal yang besar jumlahnya.
    
"Pedagang-pedagang PKL yang jumlahnya hingga 98 persen terdata sebagai pengangguran, padahal peran mereka sebagai pengaman saat krisis menerpa besar sekali. Lihat saja perlambatan ekonomi yang terjadi sekarang tidak terlaku berdampak. Banyak yang menanyakan hal ini ke saya, memang kami memberi akses ekonomi ke mereka melalui berbagai program," kata Risma.
    
Rasiyo juga mempermasalahkan prestasi siswa SD Surabaya yang berada di urutan 33 dari 38 daerah yang ada di Jatim. "Anggaran yang dikucurkan ke pendidikan memang besar, tapi lebih banyak untuk membayar gaji guru, sementara hasilnya UN SD di Surabaya masih kalah dari Madiun, Kediri dan lainnya," ujarnya.
    
Risma menjawab, meski UN SD jeblok, namun dalam persaingan masuk PTN dan ajang pendidikan internasional, Surabaya memiliki prestasi yang membanggakan.
    
"Pembangunan pendidikan tudak hanya di SD tapi berkelanjutan dan berjenjang. Banyak siswa kita yang menjuarai berbagai olimpiade, mulai matematika, fisika dan lainnya. Begitu juga Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Surabaya didominasi oleh siswa SMA lulusan Surabaya," tutur Risma.
    
Pasangan Risma-Wisnu juga membantah klaim Rasiyo-Lucy bahwa pembangunan Surabaya bersifat sentralistik. "Buktinya sudah ada Gelora Bung Tomo, Rumah Sakit BDH, dan jalur lingkar timur yang semuanya ada di pinggiran. Bahkan akan dibangun tanan terbesar di dunia di Sukolilo dan jalur lingkar barat yang lebarnya bisa untuk pendaratan darurat pesawat," kata Whisnu.
    
Pada saat sesi saling tanya jawab, kedua pasangan beradu argumen yang sama-sama bersumber dari data BPS Surabaya. Rasiyo mengatakan meskipun Surabaya banyak penghargaan tapi masyarakatnya tidak tersejah terahkan dan bahkan sesuai data BPS Surabaya dari tahun 2010 sampai 2015, Surabaya masuk peringkat 13 angka kemiskinan di Jawa Timur.
    
"Tentunya ini menyebabkan disparitas atau pembangunan yang tidak selaras atau tidak sesuai dari harapan," katanya.
    
Risma pun menyanggah bahwa itu tidak benar. "Bahwa apa yang disampaikan pak Rasiyo itu data BPS tahun 2008 semenjak saya menjabat sebagai Kepala Bappeko Surabaya. Pada saat menjadi wali kota pada 2010 indek kemiskinan menurun," kata Risma.
    
Risma juga mengatakan disparitas itu harus ada ukurannya.  "Bagaimana cara mengukurnya, kita punya program pemberdayaan ekonomi. Kita bisa lihat bantuan rumah murah atau rusun itu bukti kita pro masyarakat miskin," katanya.
    
Namun hal itu dibantah lagi oleh Rasiyo. Ia mengatakan bahwa jawaban Risma tidak sesuai karena yang disampaikan adalah data BPS Surabaya 2014.  "Ini data sampai 2014, pembangunan hanya tersentral di pusat kota. Makanya saya saya punya program bangun dari pinggiran. Itu nawa citanya Presiden Jokowi. Coba tunjukkan data dari BPS," ujarnya.
    
Hanya saja, pada saat debat, Cawawali Lucy tidak banyak bersuara karena lebih didominasi oleh Rasiyo. Hal ini disayangkan Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya Didik Prasetiyono. "Moderator sengaja tidak mengarahkan pertanyaan ke Lucy. Ini yang kami sayangkan," ujarnya.
    
Debat ditutup dengan penyampaian alasan mengapa harus memilih,yang disampaikan masing-masing paslon. "Hari ini harus lebih baik dari kemarin, esok harus lebih baik dari hari ini. Pilih Nomor Satu," kata Lucy Kurniasari.
    
Semenrmtara Risma mengajak seluruh lapisan masyarakat Surabaya untuk bersatu padu menghadapi MEA. "Seluruh warga Surabaya yang kami cintai, kita sudah punya prestasi di dunia internasional, mari kita buktikan lagi dengan bisa menjadi tuan rumah di rumah sendiri," kata Risma. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Akhmad Munir


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015