Tulungagung (Antara Jatim) - Sejumlah perajin batako di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur mengeluhkan kenaikan harga pasir hingga dua kali lipat yang menyebabkan ongkos produksi batako mereka membengkak.
"Sudah naik, pasir saat ini langka semenjak penambang-penambang pasir dioperasi petugas," kata Mulyadi, salah seorang perajin batako di Kelurahan Bago, Tulungagung, Rabu.
Ia menduga, kelangkaan material pasir yang berimbas naikknya harga salah satu bahan bangunan tersebut terjadi sejak dilakukan penertiban besar-besaran oleh jajaran Satpol PP Provinsi Jatim serta jajaran kepolisian daerah.
Akibatnya, mayoritas penambang pasir di sepanjang bantaran Sungai Brantas yang memang tidak mengantongi izin usaha pertambangan memilih tiarap.
Tidak adanya suplai pasir dari hulu menyebabkan ketersediaan material pasir di tingkat pengepul maupun toko-toko bangunan ikut menghilang, dan kemudian memicu kenaikan harga bahan bangunan itu yang masih tersisa.
"Di Trenggalek, harga pasir dari Tulungagung saat ini tembus Rp1,1 juta, padahal biasanya hanya sekitar Rp600 ribu per ritase (empat kubik)," tutur Mutaji, warga Gandusari, Trenggalek.
Siswandi perajin batako lain di Tulungagung mengungkapkan, sulitnya mendapatkan pasir membuat dirinya terpaksa menaikkan harga batako.
Sebelumnya harga batako sebesar Rp2.500 per-buah kini naik menjadi Rp2.700 per-buah.
Selain batako paving juga mengalami perubahan harga, sebelumnya harga paving tiap satu meter persegi sebanyak 28 buah dipatok harga Rp41 ribu per-meter kini naik menjadi Rp43 ribu per-meter.
"Selain pasir mangalami kelangkaan juga harga pasir ikut naik. Dulunya Rp500 ribu kini naik menjadi Rp550 ribu hingga Rp600 ribu per ritase dump truck. Tapi itupun barang sulit didapat," ujarnya.
Untuk saat ini pembuatan batako hanya menghabiskan sisa pasir yang ada atau stok sejak satu bulan yang lalu.
Karena saat ini dirinya sudah berputar mencari pasir di Tulungagung, namun mayoritas pencari pasir tidak berani mengirim barang pesanan dengan alasan takut dengan petugas.
Dampak ini tidak hanya di rasakan oleh pembuat batako saja namun juga di rasakan oleh para kontraktor dan pengusaha bangunan yang menggunakan bahan baku pasir.
"Warga hanya berharap kondisi ini segera kembali normal sebagaimana biasanya. Apabila kondisi ini terus berlangusng maka dipastikan banyak perusahaan akan gulung tikar dan berdampak pada perekonomian nasional," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Sudah naik, pasir saat ini langka semenjak penambang-penambang pasir dioperasi petugas," kata Mulyadi, salah seorang perajin batako di Kelurahan Bago, Tulungagung, Rabu.
Ia menduga, kelangkaan material pasir yang berimbas naikknya harga salah satu bahan bangunan tersebut terjadi sejak dilakukan penertiban besar-besaran oleh jajaran Satpol PP Provinsi Jatim serta jajaran kepolisian daerah.
Akibatnya, mayoritas penambang pasir di sepanjang bantaran Sungai Brantas yang memang tidak mengantongi izin usaha pertambangan memilih tiarap.
Tidak adanya suplai pasir dari hulu menyebabkan ketersediaan material pasir di tingkat pengepul maupun toko-toko bangunan ikut menghilang, dan kemudian memicu kenaikan harga bahan bangunan itu yang masih tersisa.
"Di Trenggalek, harga pasir dari Tulungagung saat ini tembus Rp1,1 juta, padahal biasanya hanya sekitar Rp600 ribu per ritase (empat kubik)," tutur Mutaji, warga Gandusari, Trenggalek.
Siswandi perajin batako lain di Tulungagung mengungkapkan, sulitnya mendapatkan pasir membuat dirinya terpaksa menaikkan harga batako.
Sebelumnya harga batako sebesar Rp2.500 per-buah kini naik menjadi Rp2.700 per-buah.
Selain batako paving juga mengalami perubahan harga, sebelumnya harga paving tiap satu meter persegi sebanyak 28 buah dipatok harga Rp41 ribu per-meter kini naik menjadi Rp43 ribu per-meter.
"Selain pasir mangalami kelangkaan juga harga pasir ikut naik. Dulunya Rp500 ribu kini naik menjadi Rp550 ribu hingga Rp600 ribu per ritase dump truck. Tapi itupun barang sulit didapat," ujarnya.
Untuk saat ini pembuatan batako hanya menghabiskan sisa pasir yang ada atau stok sejak satu bulan yang lalu.
Karena saat ini dirinya sudah berputar mencari pasir di Tulungagung, namun mayoritas pencari pasir tidak berani mengirim barang pesanan dengan alasan takut dengan petugas.
Dampak ini tidak hanya di rasakan oleh pembuat batako saja namun juga di rasakan oleh para kontraktor dan pengusaha bangunan yang menggunakan bahan baku pasir.
"Warga hanya berharap kondisi ini segera kembali normal sebagaimana biasanya. Apabila kondisi ini terus berlangusng maka dipastikan banyak perusahaan akan gulung tikar dan berdampak pada perekonomian nasional," ujarnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015