Tulungagung (Antara Jatim) - Pihak Satpol PP Provinsi Jawa Timur mengakui langkah penertiban penambang pasir ilegal dengan mesin mekanik di sepanjang aliran Sungai Brantas dan Bengawan Solo selama ini tidak cukup efektif, karena terus bermunculan meski berulangkali dirazia.
"Faktanya memang susah karena ini menyangkut 'perut'. Tapi bagaimanapun akan kami tertibkan lagi dan lagi," kata Kasi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Provinsi Jatim, Mohammad Noer usai memimpin razia tambang pasir ilegal di bantaran Sungai Brantas, Desa Sambirobyong, Tulungagung, Kamis.
Ia menegaskan, tugas mereka selaku badan trantib hanyalah menegakkan peraturan daerah yang berlaku, dalam hal ini Perda Provinsi Jawa Timur nomor 1/2005 tentang Pengendalian Usaha Pertambangan Galian Golongan C.
Karena dalam perda ditetapkan bahwa seluruh aliran Sungai Brantas dan Bengawan Solo adalah area konservasi yang tidak masuk wilayah pertambangan, maka segala bentuk aktivitas penambangan pasir dinyatakan ilegal.
"Menambang itu ada prosedur perizinannya, namun khusus untuk wilayah aliran Sungai Brantas dan Bengawan Solo tidak termasuk kawasan pertambangan. Segala bentuk aktivitas penambangan dilarang," tegasnya.
Noer mengakui, serangkaian operasi penggerebekan tidak efektif dalam menimbulkan efek jera bagi pelaku usaha pertambangan.
Terbukti, kata dia, jumlah penambang pasir ilegal di sepanjang Sungai Brantas maupun Bengawan Solo tidak banyak mengalami penurunan, atau bahkan cenderung meningkat.
"Estimasi kami, jumlah penambang pasir di sepanjang Sungai Brantas dan Bengawan Solo mencapai 3 ribu lebih," ujarnya.
M Noer mengatakan, beberapa daerah yang masif terjadi pengerukan material pasir maupun sirtu terpantau di wilayah Kabupaten Bojonegoro dan Ngawi yang dilintasi Sungai Bengawan SOlo.
Sementara penambangan pasir/sirtu di sepanjang aliran Sungai Brantas terdeteksi di wilayah Kabupaten Tulungagung, Kediri serta sebagian Jombang.
Khusus di Tulungagung selama kurun 2015 telah tiga kali dilakukan operasi penggerebekan oleh pasukan gabungan Satpol PP, polisi dan TNI.
Namun setiap operasi petugas hanya mendapati mesin mekanik berikut ponton yang telah ditinggalkan para penambang.
Kasus penambangan pasir ilegal yang marak terjadi di Tulungagung maupun beberapa daerah lain belum satupun yang masuk ke ranah pidana umum, karena petugas hanya menjerat dengan pasal tindak pidana ringan yang berujung pada denda.
Padahal, aktivitas penambangan pasir menggunakan berbagai peralatan berat seperti mesin mekanik dan eksavator telah menyebabkan kerusakan lingkungan sekitar bantaran Sungai Brantas maupun Bengawan SOlo. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Faktanya memang susah karena ini menyangkut 'perut'. Tapi bagaimanapun akan kami tertibkan lagi dan lagi," kata Kasi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Provinsi Jatim, Mohammad Noer usai memimpin razia tambang pasir ilegal di bantaran Sungai Brantas, Desa Sambirobyong, Tulungagung, Kamis.
Ia menegaskan, tugas mereka selaku badan trantib hanyalah menegakkan peraturan daerah yang berlaku, dalam hal ini Perda Provinsi Jawa Timur nomor 1/2005 tentang Pengendalian Usaha Pertambangan Galian Golongan C.
Karena dalam perda ditetapkan bahwa seluruh aliran Sungai Brantas dan Bengawan Solo adalah area konservasi yang tidak masuk wilayah pertambangan, maka segala bentuk aktivitas penambangan pasir dinyatakan ilegal.
"Menambang itu ada prosedur perizinannya, namun khusus untuk wilayah aliran Sungai Brantas dan Bengawan Solo tidak termasuk kawasan pertambangan. Segala bentuk aktivitas penambangan dilarang," tegasnya.
Noer mengakui, serangkaian operasi penggerebekan tidak efektif dalam menimbulkan efek jera bagi pelaku usaha pertambangan.
Terbukti, kata dia, jumlah penambang pasir ilegal di sepanjang Sungai Brantas maupun Bengawan Solo tidak banyak mengalami penurunan, atau bahkan cenderung meningkat.
"Estimasi kami, jumlah penambang pasir di sepanjang Sungai Brantas dan Bengawan Solo mencapai 3 ribu lebih," ujarnya.
M Noer mengatakan, beberapa daerah yang masif terjadi pengerukan material pasir maupun sirtu terpantau di wilayah Kabupaten Bojonegoro dan Ngawi yang dilintasi Sungai Bengawan SOlo.
Sementara penambangan pasir/sirtu di sepanjang aliran Sungai Brantas terdeteksi di wilayah Kabupaten Tulungagung, Kediri serta sebagian Jombang.
Khusus di Tulungagung selama kurun 2015 telah tiga kali dilakukan operasi penggerebekan oleh pasukan gabungan Satpol PP, polisi dan TNI.
Namun setiap operasi petugas hanya mendapati mesin mekanik berikut ponton yang telah ditinggalkan para penambang.
Kasus penambangan pasir ilegal yang marak terjadi di Tulungagung maupun beberapa daerah lain belum satupun yang masuk ke ranah pidana umum, karena petugas hanya menjerat dengan pasal tindak pidana ringan yang berujung pada denda.
Padahal, aktivitas penambangan pasir menggunakan berbagai peralatan berat seperti mesin mekanik dan eksavator telah menyebabkan kerusakan lingkungan sekitar bantaran Sungai Brantas maupun Bengawan SOlo. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015