Surabaya (Antara Jatim) - Tim pemanangan pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana mengeluhkan aturan debat cawali-cawawali pada 30 Oktober mendatang.

Didik Prasetiyono selaku juru bicara Tim Pemenangan Risma-Whisnu di Surabaya, Selasa, mengatakan petunjuk teknis skema debat yang dibuat Komisi Pemilihan Umum setempat berbeda dengan pilkada sebelumnya.

"Skema debat kali ini tidak ada keriuhan, alat peraga dilarang, kemudian yel-yel dilarang," katanya.

Pria yang akrab disapa Didonk ini menyesalkan adanya beberapa batasan yang mengakibatkan keriuhan dan kegembiraan dalam pilkada tidak terlihat lagi.

"Sudah alat peraganya sedikit, keriuhan juga dilarang. Begitu banyak aturan pada pilkada kali ini," keluh Didik.

Pada pelaksanaan pilkada 9 Desember 2015, di mengesankan partisipasi masyarakat ditekan dan menumpulkan kreativitas tim pemenangan pasangan calon. "Ini (Pilkada) jauh lebih buruk dari 5 tahun lalu," katanya.

Selain itu, lanjut dia, berkaitan dengan atribut yang dikenakan pasangan calon nomor urut 2 tersebut adalah atribut bendera merah-putih di dada kiri.

"Kami ingin membangkitkan semangat bahwa siapa pun pilihannya, merah-putih tetap yang utama. Tidak ada perpecahan dan konflik setelah pilkada digelar," ujarnya berharap.

Sedangkan, baju putih yang dipakai, menurut dia, melambangkan ketulusan. Meskipun didukung PDIP, pasangan Risma-Whisnu tidak memakai baju partai karena mereka sudah menjadi milik warga Surabaya.

"Biarkan masyarakat Surabaya memiliki Risma-Whisnu dan Merah Putih di dada melambangkan bhakti kami untuk Indonesia," katanya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015