Surabaya (Antara Jatim) - Siang itu, puluhan siswas sekolah dasar (SD) didampingi gurunya terlihat serius mengamati foto-foto sejarah kelam pencemaran lingkungan di Museum Lingkungan di Kota Kitakyushu, Fukuoka, Jepang.

Para siswa itu membawa tas ransel dan sebuah buku tulis yang dipakainya untuk mencatat apa saja yang dipamerkan di dalam museum. Hampir setiap hari, museum ini dikunjungi warga, mulai dari kalangan pelajar, mahasiswa maupun masyarakat umum lainnya.

Manajemen Museum Lingkungan tanpa alasan yang kurang jelas tidak mengizinkan rombongan wartawan dari Surabaya yang berkunjung ke museum itu beberapa hari lalu, mewawancarai para siswa itu.

Museum ini menampilkan kisah warga kota yang berjuang keras selama 30 tahun memoles kotanya menjadi bersih, anggun dan layak dikunjungi.

Kitakyushu dulunya merupakan kota bekas pelabuhan yang paling kotor di Jepang. Label yang sangat mengusik warga dan pemerintah kotanya lalu diubah sedemikian rupa sampai akhirnya pada 2000-an, dianugerahi sebagai kota terbesih. Hal ini ditunjang dengan kesadaran warga Kitakyushu terhadap lingkungan sangat tinggi.

Selain itu, museum ini juga tak sekadar menampilkan kisah perjuangan masyarakat Kitakyushu. Mereka juga bisa belajar terkait problem lingkungan yang lain, seperti akibat membuang sampah sembarangan, akibat menyalakan AC terlalu lama, bahkan pemanasan global pun dipaparkan di sini dalam bentuk video tiga dimensi.

Poin penting dari kunjungan ke museum itu adalah konsep atau cara pengelolaan lingkungan yang dipaparkan perlu diaplikasikan di Indonesia, khususnya Surabaya.

"Sehingga masyarakat tidak sekadar belajar tentang masa lalu, tetapi juga masa depan," kata salah seorang wartawan Robbi Ari Julianto.

Robbi mengatakan kedatangannya ke museum lingkungan di Kitakyusu sangat bermanfaat. Hal ini dikarenakan ia bisa banyak belajar mengetahui sejarah dari dampak modernisasi berupa industri yang tidak memedulikan lingkungan di Jepang saat itu, sekaligus juga mengetahui tentang cara menjaga lingkungan yang baik.

Jika selama ini di Surabaya masih banyak sungai yang kotor dan penuh polusi, kita bisa belajar di Kitakyushu yang sudah jauh lebih duluhan berhasil mengatasi polusi air dan udara akibat dampak industri.

"Kerja sama antara Pemkot Kitakyushu dengan Pemkot Surabaya mengenai lingkungan selama ini harus terus dijaga dan kembangkan. Apalagi saat ini sudah ada tempat pengelolaan sampah sementara yang dibangun Pemkot Kitakyushu di sejumlah lokasi di Surabaya," katanya.

Sementara Direktur Museum Lingkungan Kitakyushu Nakazono mengatakan museum ini berdiri pada tahun 2002 setelah 2001 diperingati seratus tahun berdirinya industri di Kitakyushu.

Museum itu menjelaskan potret persoalan polusi mulai dari zaman dahulu sampai kondisi sekarang. Selain itu juga disertai pendidikan lingkungan yang bisa diakses oleh para siswa SD, SMP dan SMA bahkan perguruan tinggi.

"Museum ini dibuat untuk mengingatkan gerakan ibu-ibu yang resah dan khawatir pada kesehatan dan pertumbuhan anak-anak mereka karena lingkungan mereka tercemar," katanya.

Ia mengatakan sekitar tahun 1960, terjadi kerusakan lingkungan serius di Kitakyushu. Langit terlihat abu-abu dan air sungai menjadi kotor dan banyak anak-anak yang terkena penyakit pernafasan.

Sungai Murasaki di Kitakyushu pada tahun 1960-an berwarna violet dan jorok karena limbah industri berat. Sungai dan laut yang terkontaminasi limbah sehingga ikan pun tak sanggup hidup, berubah menjadi kota hijau yang ramah lingkungan.

Keberhasilan Kitakyushu mengembalikan langit biru dengan udara, sungai, laut, dan jalanan yang lebih bersih tidak lepas dari keprihatinan dari para ibu-ibu rumah tangga yang resah dan khawatir pada kesehatan dan pertumbuhan anak-anak mereka. Mereka juga mulai khawatir terhadap pasokan makanan, khususnya ikan, karena sungai dan laut tercemar.

Hal itu mendorong para ibu rumah tangga bergerak untuk melindungi keluarga mereka dengan membentuk asosiasi pada 1965. Mereka kemudian mengajukan petisi ke dewan kota dan industriawan agar mengatasi masalah pencemaran lingkungan yang sudah sangat parah waktu itu. Mereka kemudian mendapat dukungan dari kalangan akademisi dan pemerintah setempat untuk menuntut pengembalian langit biru.

"Mereka melakukan penelitian agar pabrik ramah lingkungan," ujarnya.

Saat ditanya apakah ada sanksi bagi warga atau perusahaan yang melanggar aturan dengan melakukan pencemaran lingkungan, Nakazano mengatakan pendekatan yang dilakukan tidak berupa sanksi tapi penyadaran.

"Kalau ada kerusakan lingkungan yang diakibat dari pabrik tentunya yang rugi bukan dirinya sendiri tapi banyak orang. Itu yang ditekankan," ujarnya.

Di museum ini juga terdapat tenaga-tenaga ahli yang bertugas secara berkala memantau baku mutu air sungai sepanjang tahun. Sehingga bila terdapat perubahan pada kualitas air sungai (kualitas fisik, kimia maupun biologi), serta kehidupan biota sungai maka petugas di museum ini dapat melaporkannya kepada pengelola kota sehingga dapat dicari solusi dan tindakan yang perlu diambil guna memulihkan kondisi air sungai tersebut. 
   

Eco-Park

Sebagai kota yang menyandang gelar zero emission dan juga banyak meraih penghargaan sebagai kota hijau, tidak membuat pemerintah kota Kitakyushu tinggi hati. Mereka tak henti menjalin kerja sama dengan kota yang bertekad kuat untuk menjadi kota ramah lingkungan, termasuk Surabaya.

Salah satu kerja sama dengan Kitakyushu yang sudah terwujud adalah pendirian depo sampah di Sutorejo. Pengolahan sampah di sana merupakan bantuan keja sama dengan Kota Kitakyushu. Dan dalam waktu dekat, di Wonorejo akan dibangun eco-park.

Kepala Bagian Bussiness Support Pemerintah Kota Kitakyushu Yamashita Takayuki menyatakan, eco-park di Wonorejo nantinya akan dibangun seperti depo sampah di Sutorejo.

Namun di Wonorejo nantinya akan dibangun lebih besar sehingga dibseut dengan superdepo. "Bedanya adalah ada sarana edukasi di sana. Jadi orientasinya lebih pada taman yang kaya dengan wawasan lingkungan," ujar Yamashita.

Saat ini, proses pembangunan untuk eco-park di Wonorejo sedang dalam pengurusan perijinan. Pembahasan itu sudah sempat dibahas dengan mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

Risma sendiri saat itu sangat mendukung dengan rencana pembanguann eco-park tersebut sehingga jika pembahasan perizinan lancar, maka eco-park ini akan segera direalisasikan dalam waktu tiga tahun mendatang.

"Kita akan danai sepenuhnya, sedangkan pemkot Surabaya hanya bertanggung jawab untuk penyediaan lahan. Kabar terakhir lahan sudah siap," ulasnya.

Untuk realisasi eco-park ini pemerintah Kitakyusu akan menyiapkan dana senilai Rp20 miliar rupiah. Hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan dana yang disediakan untuk depo sampah Sutorejo yang hanya senilai Rp7 miliar.

Oleh sebab itu, pihaknya berharap, nantinya eco-park ini bias lebih berpengaruh besar pada warga Surabaya. Mulai generasi muda, maupun dari sisi industry utamanya terkait dengan kesadarannya mengelola sampah dan menjaga lingkungan. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015