Banyuwangi (Antara Jatim) - Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur Abdullah Azwar Anas yamg juga Bupati Banyuwangi bersama dengan Ketua ISNU Jawa Tengah Abdul Kholiq Arief berbagi inspirasi dengan para santri dalam rangkaian acara Musyawarah Kaum Muda NU di Universitas KH Wahab Hasbullah, Jombang, Jawa Timur.
     
Tim Media Pemkab Banyuwangi dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Banyuwangi, Senin menjelaskan Azwar Anas dan Abdul Kholiq yang juga Bupati Wonosobo mengisi acara musyawarah itu dalam rangkaian Muktamar ke-33 NU, Minggu (2/8).
     
Abdullah Azwar Anas mengatakan kepemimpinan lokal menuntut seorang pemimpin untuk memahami potensi daerah yang bisa digunakan untuk mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah bersangkutan.
     
Dia mencontohkan di Banyuwangi yang letaknya di ujung timur Pulau Jawa dengan dikelilingi hutan, gunung, dan laut. Dulu, kondisi geografis itu dianggap sebagai hambatan, namun kini dijadikan peluang. Oleh karena itu, Banyuwangi mengusung konsep pemasaran pariwisata berbasis ekowisata.
     
"Mengapa pariwisata? Karena itu menjadi salah satu keunggulan daerah kami. Lagi pula, pariwisata ini menjadi pemacu bagi tumbuhnya sektor lain, termasuk sektor pertanian dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)," ujarnya.
     
Anas menambahkan, kepemimpinan lokal juga harus mampu menyejahterakan masyarakat lokal. Otonomi daerah memberikan cek sangat luas bagi daerah untuk berkreasi mendorong pertumbuhan. Kepemimpinan lokal harus ditempatkan sebagai instrumen untuk membuka ruang pertumbuhan baru.
     
Pada kesempatan itu, Anas sempat mengutip buku Benjamin Barber yang berjudul "If Mayors Rules the World: Dysfunctional Nations, Rising Cities" yang mamaparkan bagaimana daerah menjadi semakin vital dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
     
"Narasi-narasi besar soal negara bangsa dinilai semakin meredup digantikan dengan bangunan-bangunan lokal. Dalam perkembangannya, kabupaten/kota berhadapan langsung dengan problem-problem yang juga dihadapi negara, mulai dari masalah pendidikan, infrastruktur, hingga kemiskinan. Dalam konteks inilah, kepemimpinan lokal yang efektif menemukan relevansinya," papar Anas.
     
Sementara Kholiq mengatakan memimpin sebuah daerah diperlukan penguasaan terhadap masalah di daerah tersebut. Setiap problem daerah juga membutuhkan pendekatan solusi yang unik, berbeda satu sama lain, dan tidak bisa digeneralisasi.
     
"Itulah mengapa saya di Wonosobo lebih banyak mengedepankan pendekatan berbasis kearifan lokal. Dan itu terbukti efektif dalam upaya kami mewujudkan Wonosobo menjadi daerah yang ramah pada nilai-nilai hak asasi manusia," ujar Kholiq yang merupakan bupati dua periode di Wonosobo.
     
Di Wonosobo, jelas Kholiq, banyak diterapkan berbagai kebijakan yang ramah HAM. Di antaranya adalah peningkatan fasilitas publik yang ramah pada masyarakat penyandang disabilitas. Adapun pendekatan berbasis kearifan lokal, Kholiq mencontohkan, ada pada bagaimana setiap desa menyusun model anggaran sesuai karakteristiknya masing-masing, namun tetap memenuhi asas akuntabilitas sesuai sistem keuangan daerah dan negara.
     
"Jadi desa-desa di daerah kami bebas menyusun model penganggaran, karena setiap desa punya kearifan lokal sendiri dan karakter yang khas. Namun nantinya pada saat audit tetap sesuai dengan akuntabilitas yang berlaku pada sistem keuangan daerah," katanya.
     
Kholiq dan Anas juga sama-sama menekankan pentingnya para santri untuk aktif di berbagai organisasi NU. "Berorganisasi mengasah jiwa kepemimpinan kita, ini penting untuk perjalanan menghadapi masa depan," kata Kholiq.
     
"Di organisasi kita mendapat pengalaman soal manajemen konflik, bagaimana menghadapi dinamika dan perbedaan pendapat. Itu pengalaman yang tak ternilai harganya," kata Anas.
 (*)

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015