Para ahli penyakit saraf di Indonesia akan bertemu pada Kongres Nasional VIII Ahli Saraf yang dijadwalkan berlangsung pada 5-9 Agustus 2015 di Makassar, Sulawesi Selatan.

Berkaitan dengan agenda nasional itu guna mengenalkan kepada publik terkait penyakit Alzheimer disajikan perspektif mengenai penyakit ini.

Alzheimer's Disease (AD) pertama kali digambarkan oleh ahli psikiatri dan neuropatologi berkebangsaan Jerman bernama Alois Alzheimer sebagai kasus unik "demensia presenil" yang ditemukan pada wanita berusia 51 tahun yang menderita "delusi paranoid", gangguan memori dan "afasia progresif".

Kasus serupa juga ditemukan kembali pada tahun 1996 dan dipublikasikan. Dari autopsi pasien didapati adanya jaringan otak yang mengecil dan dengan pewarnaan ditemukan adanya gambaran yang dikenal sebagai plak senilis (NPs), yang terdiri atas neurit distrofik (sekarang dikenal dengan istilah plak neuritik), yaitu didapatinya jaringan "inti amyloid".

Pada pewarnaan intraneural, sel otak penderita Alzheimer membentuk pola fibrilar dikenal dengan "fibrillary tangles" (NFTs).

Peneliti bernama Kraeplin kemudian menamai gambaran patologi klinik ini sebagai "AD konstelasi", dan pada pertengahan abad ke 20, hanya ditemui 100 kasus serupa pada literatur medis.

    
Definisi
Penyakit Alzheimer's adalah gangguan neurodegeneratif progresif yang ditandai dengan hilangnya sel saraf secara progresif, terutama di daerah hipokampus dan kortex basal otak depan, menyebabkan penurunan kemampuan menyimpan memori jangka pendek, penamaan dan kemampuan berbahasa, kemampuan visuospasial serta fungsi eksekutif.

Saat ini, penyakit neurodegeneratif dianggap terjadi akibat adanya gangguan penggabungan dan agregasi protein.

Penyakit Alzheimer's hingga saat ini bukan semata-mata gangguan yang mengenai otak saja.

Prevalensi penyakit Alzheimer's meningkat antara usia 65-85 tahun, meningkat dua kali lipat pada setiap peningkatan usia 5 tahun.

Saat ini, penyakit Alzheimer's dikenal sebagai penyakit yang paling sering menyerang kelompok usia 65-85 tahun, dan penyebab kematian keempat terbesar di Amerika Serikat (AS) pada kelompok usia tersebut.

Studi populasi pada berbagai negara lain memperlihatkan profil prevalensi dan insidens yang serupa.

    
Hispatologi
Penanda histoptologi penyakit Alzheimer's adalah adanya akumulasi plak neuritik ekstraselular yang mengandung amyloid ß (Aß), dan "neurofibrillary tangles" yang terdiri dari bentuk hiperfosforilasi mikrotubulus yang terkait dengan protein tau.

Pada awal penyakit juga ditemukan hilangnya neuron pada bagian basal otak depan yang bersifat kolinergik dan hilangnya aktivitas "kolin asetiltransferase" pada "korteks".

Saat ini pada penderita penyakit Alzheimer's, baik familial ataupun sporadik, protein prekursor ß amyloid diproses menjadi amyloid ß yang berakumulasi dan beragregasi pada plak ekstraselular. Amyloid ß ini bersifat racun bagi sel dan memicu fosforilasi tau lebih lanjut menyebabkan terjadinya "tangles intraselular". Proses ini dikenal sebagai "hipotesis kaskade amyloid".

Gambaran klinis penyakit Alzheimer's Familial (FAD) dan sporadik (SAD) hampir sama. Namun demikian FAD memiliki "onset" yang lebih dini, yaitu kurang dari 65 tahun, sehingga disebut "early onset AD", sekitar 5 persen dari kasus Alzheimer's.

Sedangkan Alzheimer's sporadik sering disebut "late onset AD" karena mengenai usia lebih dari 65 tahun, dan merupakan 90 persen kasus Alzheimer's yang ditemui di klinik.

Pada tahap awal, penderita mengalami penurunan memori jangka pendek , kemampuan berbahasa, visuospasial dan fungsi  eksekutif. Bisa juga terjadi penurunan memori segera dan memori jangka panjang (karena gangguan sering terjadi pada bagian dalam lobus temporalis).

Penurunan memori episodik, sebagai bukti perubahan paling awal pada metabolisme glukosa pada "prekuneus" dan "cingulata psoterior".

Pada tahap berikutnya, terjadi gejala perilaku dan psikologis berupa gangguan neurobehaviour, depresi, gangguan tidur, kecemasan, psikosis (halusinasi visual dan delusi). Pada tahap lanjut pasien tidak dapat bangun dari tempat tidur, terjadi inkontinensia (pasein tidak bisa menahan saat akan buang air), vegetatif persisten dan kematian.

    
Faktor Risiko
Faktor risiko penyakit ini yaitu pengetahuan yang rendah, adanya gangguan serebrovaskular, cedera kepala, hipertensi, peningkatan homosistein, diet tinggi lemak.

Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan di antaranya, pemeriksan lab, berupa pemeriksaan darah rutin, kimia darah, dan pemeriksaan khusus: serum (Amyloid Beta/Aß40), Aß42, homosistein, folat, CRP, ApoE4, pemeriksaan cairan otak: rutin, penurunan kadar  Aß42 atau peningkatan kadar protein tau.

Pemeriksaan radiologi di antaranya CT scan dan MRI kepala, PETscan dengan FDG (fluorodeoxyglucose), PET scan dengan radioligand spesifik

Penanganan farmakologik penderita Alzheimer saat ini, yaitu: Cytidine-choline sebagai proteksi neuroselular dan sintesis neurotransmitter asetilkolin, fosfatidilserin (PS) untuk meperbaiki struktur membran sel, asetilkolinesterase inhibitor (AchEI), modulasi reseptor glutamat (memantine) untuk meregulasi transmisi glutamatergik sehingga mencegah disfungsi dan kematian neuron, terapi farmakologik pendamping seperti antioksidan, hormon estrogen dan anti-inflamasi dengan memperhatikan efek samping.

Selain itu, terapi farmakologik juga diberikan pada gangguan perilaku dan neuropsikiatrik yang dialami penderita.

Penanganan dikemudian hari ditargetkan pada pengurangan akumulasi amyloid ß, mengurangi deposisi NFT, mencegah fosforilasi tau yang berlebihan, pemberian antibodi untuk menghasilkan antibodi endogen yang melawan akumulasi amyloid ß.(*)

----------------
*)Ahli neurologist lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, anggota "International Advance Research" Asosiasi Alzheimer Internasional (AAICAD).

Pewarta: dr Andreas Harry, SpS (K) *)

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015