Surabaya (Antara Jatim) - Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Jawa Timur menilai keputusan MK tentang pencalonan keluarga petahana atau "incumben"(politik dinasti) dan keputusan DPR tentang Dana Aspirasi sama-sama berpotensi negatif bila tanpa syarat tertentu.

"AIPI Jatim memandang keputusan MK yang membolehkan pencalonan keluarga petahana itu memang sejalan dengan hak politik warga negara untuk memilih dan dipilih," kata pimpinan sidang pertemuan AIPI Jatim Ucu Martanto di Surabaya, Jatim, Minggu.

Di sela pertemuan yang dihadiri puluhan anggota AIPI Jatim dari Unair, Universitas Brawijaya, Unesa, UINSA, Ubaya, UWK, dan sebagainya itu, ia menjelaskan keputusan MK itu juga berpotensi buruk bila tidak ada "pre-election" di tingkat parpol.

"Pencalonan kepala daerah selama ini hanya didasarkan rekomendasi, tapi hal itu tidak selalu tepat, karena itu kami menyarankan ada pre-election yang dilakukan gabungan parpol dan ada uji publik untuk calon perseorangan (independen)," tuturnya.

Didampingi Ketua AIPI Jatim Priyatmoko, ia mengatakan "pre-election" dan uji publik itulah yang memastikan pilkada akan berjalan transparan, demokratis, jujur, dan adil, sehingga pencalonan keluarga petahana pun tidak ada masalah.

"Pertemuan AIPI Jatim itu juga menyikapi tentang dana aspirasi dan calon tunggal dalam pilkada serentak. Untuk mengatasi calon tunggal, AIPI Jatim menyarankan ada Perppu," ujar dosen Fisip Unair Surabaya itu.

Terkait calon tunggal, anggota AIPI Jatim itu mengatakan Perppu yang disarankan itu harus memuat substansi tentang perpanjangan fase pendaftaran calon dengan durasi yang ditetapkan.

"Kalau perpanjangan fase pendaftaran calon itu tetap menghasilkan calon tunggal, maka ada klausul tentang hal itu, apakah calon tunggal itu langsung disahkan atau perlu pemilihan melawan bumbung kosong. Itu harus diatur," tukasnya.

Tentang Dana Aspirasi, ia menegaskan bahwa AIPI Jatim memandang hal itu berpotensi negatif, karena bertentangan dengan tiga fungsi DPR itu sendiri dan tumpang tindih dengan fungsi eksekutif.

"Dana aspirasi juga tidak menyelesaikan masalah pemerataan kesejahteraan masyarakat, karena dana akan terkonsentrasi ke Pulau Jawa. Kalau pun ada, dana itu lebih tepat diberikan kepada DPD yang mewakili ruang atau provinsi," tambahnya.

Selain itu, Dana Aspirasi itu mirip dengan Dana P2SEM di Jatim yang justru gagal dan menjadi potensi korupsi.

"Prinsipnya, tugas DPR itu memperjuangkan aspirasi parpol yang menampung aspirasi rakyat dan bukan memperjuangkan aspirasi dapil (daerah pemilihan). Kalau pun DPR ingin dana aspirasi bisa melalui pembahasan RAPBN," imbuhnya.

Dalam pertemuan AIPI Jatim itu, puluhan ahli politik dari berbagai universitas itu tidak menyikapi keputusan MK tentang keharusan anggota DPR/DPRD untuk mundur bila maju menjadi calon kepala daerah.

"Soal itu masih 'debatable'," ujar seorang anggota AIPI Jatim dalam pertemuan yang dihadiri ahli politik, seperti Prof Ramlan Surbakti, Martono, Hariyadi, M Asfar, Aribowo, Basis Susilo, Priyatmoko, Antun, dan sebagainya itu. (*)

Pewarta: Edy M Yakub

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015