Jember (Antara Jatim) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kabupaten Jember, Jawa Timur, menyerukan pemenuhan tunjangan hari raya (THR) bagi pekerja media di masing-masing perusahaan media dan membayarkan THR tersebut paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran.
"Perusahaan media wajib memberikan THR kepada jurnalisnya, baik yang berstatus karyawan, koresponden, kontributor, dan stringer," kata Sekretaris AJI Jember, Sri Wahyunik, di Jember, Selasa.
Menurutnya, THR merupakan hak normatif yang harus diberikan perusahaan kepada seluruh karyawannya menjelang hari raya keagamaan baik berupa uang atau bentuk lain sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 4 Tahun 1994 tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan termasuk perusahaan media.
"Berdasarkan pada Permenaker itu, pekerja dengan masa kerja 12 bulan atau lebih akan mendapat THR setara gaji satu bulan penuh, sedangkan pekerja yang memiliki masa kerja lebih dari tiga bulan, namun kurang dari 12 bulan mendapatkan penghitungan proporsional," tuturnya.
Berdasarkan data AJI, lanjut dia, perusahaan media sering melanggar pemberian THR tersebut kepada koresponden, kontributor dan stringer yang bekerja di daerah.
"THR yang diberikan hanya bersifat bantuan hari raya, sehingga jumlahnya hanya separuh bahkan seperempat dari gaji yang diterima setiap bulan. Bahkan, tak sedikit pula stringer yang sama sekali tak mendapatkan THR dari perusahaannya," ucap jurnalis Harian Surya itu.
Untuk itu, AJI Jember mendesak perusahaan media wajib memberikan THR kepada pekerjanya termasuk wartawan dan mereka harus menuntut agar perusahaan media memberikan THR.
"Kami imbau wartawan yang tidak menerima THR dapat mengadukan ke Dinas Tenaga Kerja setempat karena perusahaan media yang tidak memberikan THR bisa dikategorikan sebagai tindak pidana," katanya.
Sri juga mendesak Disnakertrans di wilayah kerja AJI Jember yang meliputi Kabupaten Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi mendirikan posko pengaduan THR.
Selain itu, lanjutnya, AJI Jember juga menyerukan kepada wartawan untuk tidak menyalahgunakan profesi dengan cara meminta "THR" kepada narasumber dan narasumber juga harus menolak permintaan itu dengan tidak memberikan THR kepada wartawan karena bukan kewajiban narasumber memberikan THR kepada wartawan, tetapi perusahaan media.
"Pemberian THR dari narasumber bisa dikategorikan bentuk suap dan melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik," tegasnya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015