Surabaya (Antara Jatim) - Salah satu bakal Calon Wali Kota (Cawali) Surabaya Antony Bachtiar menilai rencana koalisi besar yang digagas oleh enam partai politik (parpol) untuk melawan pasangan Cawali dan Cawawali yang diusung PDIP yakni Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana akan sia-sia.

Antony yang juga Ketua DPC Persatuan Tionghoa Indonesia Raya (Petir) Surabaya ini mengatakan untuk menghadang Rismaharini-Whisnu tidak perlu dengan koalisi besar.

"Saya tidak yakin koalisi besar bisa kalahkan Risma kalau komposisi dan strategi tidak pas," kata Antony yang mendaftar calon wali kota melalui Partai Gerindra, Hanura, dan Demokrat kepada wartawan di Surabaya, Jumat.

Bahkan, lanjut dia, pihaknya khawatir rencana koalisi besar itu hanya menguatkan pasangan petahana Risma-Whisnu. Ketika berusaha dilemahkan, Tri Rismaharini sebagai perempuan justru mendapatkan simpati dari jutaan perempuan di Surabaya.

Antony mengatakan pasangan petahana sebenarnya tidak layak maju lagi karena serapan APBD Surabaya pada tahun lalu rendah atau hanya 52 persen dan tahun ini juga diperkirakan sama.

Bahkan, lanjut dia, melihat dari strategi pembangunan yang diterapkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini bukan tidak mungkin serapan APBD tahun ini lebih rendah.

"Wali kota sebagai pengemban amanah rakyat wajib untuk melaksanakan serapan APBD minimal 80 persen dalam setiap tahunnya, kalau tidak mampu melaksanakan ini sebaiknya petahana tidak perlu maju lagi sebagai wali kota," katanya.

Terkait wacana Pilkada Surabaya aklamasi yang dihembuskan PDI Perjuangan, Antony menganggap isu tersebut tak lebih dari ketakutan PDIP.

PDI Perjuangan dinilai gentar melawan calon-calon yang akan diusung oleh parpol lainnya. "PDI Perjuangan tidak siap bersaing," katanya.

Sementara itu, Calon Wakil Wali Kota (Cawawali) Surabaya yang mendaftar di sejumlah partai, Basa Alim Tualeka, angkat bicara terkait dengan wacana pilkada aklamasi yang diwacanakan oleh PDIP.

Ia mengatakan ajakan Ketua DPC PDIP Surabaya Whisnu Sakti untuk pilkada aklamasi atau hanya mengusung satu calon ibarat orang yang selesai bermimpi karena  tidak mempedulikan terhadap perkembangan sistem demokrasi yang berlaku saat ini.

"Kalau menurut saya ajakan atau wacana itu sah-sah saja, namun tidak tepat serta tidak sesuai dengan mekanisme yang berlaku saat ini," ujarnya.

Menurut Basa Alim yang mendaftar sebagai Cawawali lewat Partai Gerindra PKB dan Demokrat ini, Pilkada saat ini menganut aturan pemilihan langsung.

Berarti, lanjut dia, calon harus lebih dari satu. Kalaupun hanya satu, maka pemilihan pasti tidak bisa digelar sampai harus ada pasangan calon  lebih dari satu dan kemudian baru digelar pemilihan.

"Jadi kalau PDIP menginginkan aklamasi, berarti harus berjuang di Senayan untuk mengembalikan sistem demokrasi pemilihan secara tidak langsung. Dalam pemilihan secara tidak langsung pun harus ada pasangan calon juga lebih dari satu dan harus memenuhi persyaratan dan kriteria, baru diadakan pemilihan," jelasnya. (*)

Pewarta: Abdul Hakim

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015