Pacitan (Antara Jatim) - Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, mencatat 1.200 lebih perajin batu akik di wilayahnya dapat menghasilkan minimal Rp9 miliar setiap bulan atau Rp300 juta setiap harinya.
"Di Pacitan ada 1.200 lebih perajin. Kalau sehari laku satu akik saja dengan harga murah, yakni rata-rata Rp250 ribu, maka sehari bisa menghasilkan Rp300 juta. Kalau sebulan tinggal kali 30 saja," kata Kepala Dinas Koperindag Kabupatenn Pacitan Supomo ketika dihubungi Antara di Pacitan, Senin.
Padahal, menurut dia, sangat mungkin dalam sehari satu perajin bisa menghasilkan dan menjual lebih dari satu akik. Apalagi jika hari-hari libur akan semakin banyak pengunjung yang datang ke Pacitan, baik untuk melakukan kunjungan wisata maupun khusus membeli batu akik.
Jauh sebelum saat ini "booming" batu akik, Pacitan sejak awal tahun 1980-an sudah dikenal sebagai penghasil batu akik sehingga mendapat julukan "Pacitan Kota Akik".
Tahun 1985 Pemkab Pacitan membentuk Unit Bina Industri Batu Mulia (Ubibam) yang kini menjadi unit pelaksana teknis (UPT) Diskoperindag.
Ubibam Kabupaten Pacitan diresmikan oleh Menteri Perindustrian pada Kabinet Pembangunan IV di era Orde Baru, yakni Hartarto Sastrosoenarto. Ubibam memiliki tugas pokok mendidik dan membina perajin batu akik agar lebih terampil.
"Jadi hampir semua perajin akik di sini adalah lulusan dari Ubibam. Dulu perajin akik di Pacitan hanya sekitar 150-an orang, kini meningkat tajam. Sejak pertengahan 2014 sampai Februari 2015 kami mencatat ada sekitar 1.200 orang. Mungkin dari Februari sampai sekarang bisa bertambah lagi," katanya.
Kalau satu perajin saja mempekerjakan minimal tiga orang, maka sudah ada 3.600 tenaga kerja yang terserap dari usaha kerajinan batu akik itu.
Supomo mengemukakan bahwa efek samping dari "booming" akik saat ini sangat luar biasa bagi Kabupaten Pacitan. Selain menambah penghasilan masyarakat dari membuat dan mencari bahan dasar hingga berdagang batu akik, juga telah mengurangi angka pengangguran yang cukup banyak.
"Otomatis juga mengurangi urbanisasi karena di Pacitan ada alternatif mendapatkan pnghasilan yang lebih baik, yakni dari batu akik. Dampak lainnya adalah keamanan yang semakin meningkat karena akses ekonomi masyarakat bertambah," katanya.
Karena itu Pemerintah Kabupaten Pacitan akan terus melakukan pembinaan dan mendorong para perajin tetap berproduksi secara berkelanjutan. Selain memberikan pelatihan, pihaknya juga membantu peralatan dan modal dari dana bergulir kepada para perajin. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Di Pacitan ada 1.200 lebih perajin. Kalau sehari laku satu akik saja dengan harga murah, yakni rata-rata Rp250 ribu, maka sehari bisa menghasilkan Rp300 juta. Kalau sebulan tinggal kali 30 saja," kata Kepala Dinas Koperindag Kabupatenn Pacitan Supomo ketika dihubungi Antara di Pacitan, Senin.
Padahal, menurut dia, sangat mungkin dalam sehari satu perajin bisa menghasilkan dan menjual lebih dari satu akik. Apalagi jika hari-hari libur akan semakin banyak pengunjung yang datang ke Pacitan, baik untuk melakukan kunjungan wisata maupun khusus membeli batu akik.
Jauh sebelum saat ini "booming" batu akik, Pacitan sejak awal tahun 1980-an sudah dikenal sebagai penghasil batu akik sehingga mendapat julukan "Pacitan Kota Akik".
Tahun 1985 Pemkab Pacitan membentuk Unit Bina Industri Batu Mulia (Ubibam) yang kini menjadi unit pelaksana teknis (UPT) Diskoperindag.
Ubibam Kabupaten Pacitan diresmikan oleh Menteri Perindustrian pada Kabinet Pembangunan IV di era Orde Baru, yakni Hartarto Sastrosoenarto. Ubibam memiliki tugas pokok mendidik dan membina perajin batu akik agar lebih terampil.
"Jadi hampir semua perajin akik di sini adalah lulusan dari Ubibam. Dulu perajin akik di Pacitan hanya sekitar 150-an orang, kini meningkat tajam. Sejak pertengahan 2014 sampai Februari 2015 kami mencatat ada sekitar 1.200 orang. Mungkin dari Februari sampai sekarang bisa bertambah lagi," katanya.
Kalau satu perajin saja mempekerjakan minimal tiga orang, maka sudah ada 3.600 tenaga kerja yang terserap dari usaha kerajinan batu akik itu.
Supomo mengemukakan bahwa efek samping dari "booming" akik saat ini sangat luar biasa bagi Kabupaten Pacitan. Selain menambah penghasilan masyarakat dari membuat dan mencari bahan dasar hingga berdagang batu akik, juga telah mengurangi angka pengangguran yang cukup banyak.
"Otomatis juga mengurangi urbanisasi karena di Pacitan ada alternatif mendapatkan pnghasilan yang lebih baik, yakni dari batu akik. Dampak lainnya adalah keamanan yang semakin meningkat karena akses ekonomi masyarakat bertambah," katanya.
Karena itu Pemerintah Kabupaten Pacitan akan terus melakukan pembinaan dan mendorong para perajin tetap berproduksi secara berkelanjutan. Selain memberikan pelatihan, pihaknya juga membantu peralatan dan modal dari dana bergulir kepada para perajin. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015