Surabaya (Antara Jatim) - Majelis Alumni Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (MA IPNU) mempertemukan para kandidat yang akan meramaikan Muktamar Ke-33 NU dalam Halaqoh Nasional bertajuk "Kepemimpinan Ulama dalam Organisasi Ulama", meski para kandidat itu tidak berada dalam "satu panggung".
"Majelis Alumni IPNU bersikap netral, karena itu kita tidak akan mendukung kandidat tertentu, tapi kami akan memberikan rekomendasi terkait kepemimpinan ulama dalam organisasi ulama (NU)," kata Ketua Umum Presidium Pusat MA IPNU Dr H Hilmi Muhammadiyah di sela halaqoh MA IPNU di Surabaya, Sabtu.
Dalam halaqoh selama dua hari itu, tokoh NU yang hadir pada hari pertama (6/6) adalah KH Said Aqil Sirodj (Ketua Umum PBNU), H Saifullah Yusuf (Ketua PBNU/Ketua Panitia Daerah Muktamar Ke-33 NU/Wagub Jatim), KH Masyhuri Malik (PP Lazisnu), dan Prof Dr Mohammad Nuh (mantan Mendikbud/A'wan PBNU).
Untuk hari kedua (7/6), tokoh yang dihadirkan antara lain KH Ma'ruf Amin (Rais Syuriah PBNU), KHA Hasyim Muzadi (Rais Syuriah PBNU), dan KH Miftachul Akhyar (Rais Syuriah PWNU Jatim), namun "tokoh" IPNU juga hadir, seperti Asrorun Niam (KPAI), Idy Muzayyad (KPI), Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi), dan sebagainya.
Menurut Hilmi Muhammadiyah, IPNU dan alumninya sebagai kader NU berharap kepemimpinan NU ke depan merupakan tokoh dengan tiga kriteria yakni alim, tidak genit atau terlibat dalam politik praktis, dan teruji dalam kepengurusan NU/PBNU.
"Kami setuju dengan mekanisme AHWA (ahlul halli wal aqdy atau musyawarah untuk mufakat) untuk pemilihan Rais Aam PBNU, tapi bukan karena kami pro dengan AHWA atau kontra dengan pemilihan langsung, melainkan hal itu lebih karena pemilihan Rais Aam PBNU itu rasanya tidak pantas jika 'head to head'," katanya.
Namun, katanya, pihaknya setuju pemilihan langsung diterapkan untuk Ketua Umum PBNU. "Prinsipnya, kami netral, karena itu kami undang semuanya, meski kami sempat kewalahan. Yang jelas, kami akan merumuskan rekomendasi dalam halaqoh dan sarasehan yang dihadiri alumni IPNU se-Indonesia," katanya.
Dalam kesempatan itu, Ketua Panitia Daerah Muktamar Ke-33 NU H Saifullah Yusuf yang juga anggota Presidium MA IPNU itu menyatakan PBNU sudah menetapkan larangan pemasangan foto kandidat pada saat muktamar, kecuali foto para pendiri NU.
"Itu sudah diputuskan PBNU, karena para kiai memang tidak ingin muktamar menjadi mirip pilkada, sehingga merusak citra NU. Yang jelas, saya berharap halaqoh Majelis Alumni IPNU akan menghasilkan rekomendasi untuk Muktamar Ke-33 NU," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Sirodj mengharapkan IPNU dan alumninya sebagai kader NU masa depan untuk meneladani para ulama dan pendiri NU yang tidak hanya berpikir syariat tapi juga mementingkan akhlak.
"Jadilah seperti Hasan Al-Asy'ari yang menyatukan syariat dengan akhlak, sehingga bukan hanya ibadah yang baik tapi juga hormat kepada orang lain, meski non-Muslim. Bukankah Rasulullah diutus untuk memperbaiki akhlak?!," katanya.
Atau, seperti Hadratussyeikh KH Hasyim Asy'ari yang memadukan agama dengan nasionalisme, karena Islam tanpa nasionalisme akan sulit bersatu, tapi nasionalisme tanpa Islam akan kering kerontang.
Dalam kesempatan itu, mantan Mendikbud Prof Dr Mohammad Nuh mengharapkan IPNU dan alumninya mampu menjadi motor percepatan gerakan NU, karena sebelas tahun lagi atau tahun 2026 akan memasuki usia 100 tahun NU.
"Sekarang, NU masih tertinggal, misalnya dalam pendidikan tinggi dan perekonomian, karena itu perlu transformasi pola gerakan NU dan hindarkan organisasi dari politik praktis, karena politik praktis justru mendorong perpecahan. Nah, IPNU harus jadi motor," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
"Majelis Alumni IPNU bersikap netral, karena itu kita tidak akan mendukung kandidat tertentu, tapi kami akan memberikan rekomendasi terkait kepemimpinan ulama dalam organisasi ulama (NU)," kata Ketua Umum Presidium Pusat MA IPNU Dr H Hilmi Muhammadiyah di sela halaqoh MA IPNU di Surabaya, Sabtu.
Dalam halaqoh selama dua hari itu, tokoh NU yang hadir pada hari pertama (6/6) adalah KH Said Aqil Sirodj (Ketua Umum PBNU), H Saifullah Yusuf (Ketua PBNU/Ketua Panitia Daerah Muktamar Ke-33 NU/Wagub Jatim), KH Masyhuri Malik (PP Lazisnu), dan Prof Dr Mohammad Nuh (mantan Mendikbud/A'wan PBNU).
Untuk hari kedua (7/6), tokoh yang dihadirkan antara lain KH Ma'ruf Amin (Rais Syuriah PBNU), KHA Hasyim Muzadi (Rais Syuriah PBNU), dan KH Miftachul Akhyar (Rais Syuriah PWNU Jatim), namun "tokoh" IPNU juga hadir, seperti Asrorun Niam (KPAI), Idy Muzayyad (KPI), Abdullah Azwar Anas (Bupati Banyuwangi), dan sebagainya.
Menurut Hilmi Muhammadiyah, IPNU dan alumninya sebagai kader NU berharap kepemimpinan NU ke depan merupakan tokoh dengan tiga kriteria yakni alim, tidak genit atau terlibat dalam politik praktis, dan teruji dalam kepengurusan NU/PBNU.
"Kami setuju dengan mekanisme AHWA (ahlul halli wal aqdy atau musyawarah untuk mufakat) untuk pemilihan Rais Aam PBNU, tapi bukan karena kami pro dengan AHWA atau kontra dengan pemilihan langsung, melainkan hal itu lebih karena pemilihan Rais Aam PBNU itu rasanya tidak pantas jika 'head to head'," katanya.
Namun, katanya, pihaknya setuju pemilihan langsung diterapkan untuk Ketua Umum PBNU. "Prinsipnya, kami netral, karena itu kami undang semuanya, meski kami sempat kewalahan. Yang jelas, kami akan merumuskan rekomendasi dalam halaqoh dan sarasehan yang dihadiri alumni IPNU se-Indonesia," katanya.
Dalam kesempatan itu, Ketua Panitia Daerah Muktamar Ke-33 NU H Saifullah Yusuf yang juga anggota Presidium MA IPNU itu menyatakan PBNU sudah menetapkan larangan pemasangan foto kandidat pada saat muktamar, kecuali foto para pendiri NU.
"Itu sudah diputuskan PBNU, karena para kiai memang tidak ingin muktamar menjadi mirip pilkada, sehingga merusak citra NU. Yang jelas, saya berharap halaqoh Majelis Alumni IPNU akan menghasilkan rekomendasi untuk Muktamar Ke-33 NU," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Sirodj mengharapkan IPNU dan alumninya sebagai kader NU masa depan untuk meneladani para ulama dan pendiri NU yang tidak hanya berpikir syariat tapi juga mementingkan akhlak.
"Jadilah seperti Hasan Al-Asy'ari yang menyatukan syariat dengan akhlak, sehingga bukan hanya ibadah yang baik tapi juga hormat kepada orang lain, meski non-Muslim. Bukankah Rasulullah diutus untuk memperbaiki akhlak?!," katanya.
Atau, seperti Hadratussyeikh KH Hasyim Asy'ari yang memadukan agama dengan nasionalisme, karena Islam tanpa nasionalisme akan sulit bersatu, tapi nasionalisme tanpa Islam akan kering kerontang.
Dalam kesempatan itu, mantan Mendikbud Prof Dr Mohammad Nuh mengharapkan IPNU dan alumninya mampu menjadi motor percepatan gerakan NU, karena sebelas tahun lagi atau tahun 2026 akan memasuki usia 100 tahun NU.
"Sekarang, NU masih tertinggal, misalnya dalam pendidikan tinggi dan perekonomian, karena itu perlu transformasi pola gerakan NU dan hindarkan organisasi dari politik praktis, karena politik praktis justru mendorong perpecahan. Nah, IPNU harus jadi motor," katanya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015