Surabaya (Antara Jatim) - PT Pertamina (Persero) melalui produk bahan bakar minyak terbarunya yakni Pertalite, idealnya membutuhkan dukungan pemerintah karena komoditas diproduksi untuk membantu masyarakat Indonesia. "Pertalite adalah produk bisnis murni Pertamina yang dijual dengan harga nonsubsidi atau sama halnya dengan pertamax. Jadi aneh jika Komisi VII DPR RI mempermasalahkan diedarkannya pertalite," kata Pengamat Energi dari Pusat Studi Kebijakan Publik Jakarta, Sofyano Zakaria dihubungi dari Surabaya, Jumat. Menurut dia, jika DPR RI akan mempermasalahkan pendistribusian pertalite maka seharusnya mereka juga mempersoalkan pengedaran pertamax oleh pertamina. Selain itu, BBM nonsubsidi lain yang dijual oleh SPBU asing di dalam negeri. "Padahal, pertalite merupakan produk nonsubsidi dan sesuai undang-undang penyalurannya tidak perlu mendapat persetujuan atau dilaporkan ke Komisi VII DPR RI," ujarnya. Di sisi lain, jelas dia, sikap DPR RI selaku perwakilan rakyat memang tidak bisa disalahkan seiring kekhawatiran mereka jika diedarkannya pertalite maka premium dengan RON 88 akan ditarik. Bahkan, bisa saja pasokannya dikurangi secara diam-diam di sejumlah SPBU. "Oleh sebab itu, seharusnya Komisi VII DPR RI meminta jaminan dari pemerintah bahwa ketika pertalite diedarkan maka premium RON 88 akan tetap tersedia di SPBU," katanya. Sementara, tambah dia, masyarakat perlu memahami terkait dihapus atau dikuranginya pasokan premium RON 88 adalah keputusan pemerintah atau bukan PT Pertamina (Persero). Dengan begitu, kalau ada pihak yang "mengintervensi" Pertamina agar tidak mengedarkan pertalite karena khawatir premium RON 88 dihapus atau dikurangi pasokannya, pihak itu bisa dinyatakan tidak mengerti peraturan sektor migas di Indonesia.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015