Surabaya (Antara Jatim) - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) optimistis "lifting" atau produksi terjual minyak secara nasional pada tahun 2015 bisa tercapai sesuai target rata-rata 825.000 BOPD. "Keyakinan tersebut karena sampai sekarang masih banyak sumur migas potensial yang bisa dioptimalkan di dalam negeri," kata Sekretaris SKK Migas, Gde Pradnyana, ditemui pada Kuliah Tamu dan Seminar Nasional bertajuk "Tata Kelola Migas Nasional Menuju Kedaulatan Energi", Pasca-Sarjana UPN Veteran Jatim di Surabaya, Rabu. Ia mengungkapkan, kondisi itu didukung oleh banyaknya penemuan minyak baru walaupun volumenya minim. Akan tetapi, di sejumlah sumur tersebut memang telah ditemukan potensi minyak bumi. "Setiap tahun, secara keseluruhan anggota SKK Migas yang terdiri dari beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) mampu mengebor antara 1.100-1.200 sumur," ujarnya. Ia mencontohkan, Blok Cepu bisa mencatatkan lifting minyak mencapai 200.000 barel per hari. Kemudian, ada pula sejumlah K3S lain di Tanah Air yang bisa mencapai lifting minyak hingga 750.000 barel per hari. "Target itu sekaligus menepis anggapan bahwa lifting minyak pada tahun 2019 diprediksi turun hingga 500.000-600.000 barel per hari (bph). Kalau perkiraan itu terjadi pada masa mendatang, dapat mengancam pendapatan negara dan ketahanan energi," tuturnya. Di sisi lain, tambah dia, terkait fluktuasi nilai tukar dolar AS terhadap rupiah maka idealnya Indonesia tidak mengandalkan konsumsi saja. Apabila dari sisi konsumsi yang diutamakan maka target secara nasional sulit tercapai. "Kini yang perlu dilakukan adalah diversifikasi dan penghematan energi," ucapnya. Khususnya, sebut dia, dapat diterapkan di sektor hilir seperti di bidang transportasi mengingat mereka selalu dibayang-bayangi ancaman kenaikan harga BBM. Faktor penyebabnya, saat ini persoalan di tengah masyarakat adalah masalah harga. "Akan tetapi, ada pula sebagian masyarakat yang tidak terlalu mengkhawatirkan kenaikan harga BBM," tukasnya. Ia melanjutkan, di lapisan masyarakat seperti itu walaupun harga BBM naik maka mereka terpaksa beli komoditas tersebut. Dengan demikian, mereka tetap bisa menjalankan aktivitasnya sehari-hari. "Saat ini yang terpenting adalah bagaimana berupaya semaksimal mungkin agar Indonesia terhindar dari ancaman krisis energi," ujarnya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015