Surabaya (Antara Jatim) - Tokoh Jawa Timur yang juga pegiat Pusat Tampung Aspirasi Masyarakat Indonesia (Pustari), Arum Sabil, menyatakan penunjukan Komjen Pol Badrodin Haiti sebagai calon Kapolri bisa menaikkan citra DPR, Polri, dan pemerintah. "Citra DPR sebagai lembaga wakil rakyat, pemerintah dan kepolisian akan naik, jika menyetujui usulan Presiden Joko Widodo yang mengajukan Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai calon Kapolri, apalagi jika Presiden juga segera melantiknya," katanya di Surabaya, Senin. Menurut dia, langkah Presiden Jokowi yang menunjuk Komjen Badrodin sebagai calon Kapolri sudah tepat dari segala aspek, sehingga persetujuan DPR atas usulan itu bisa menaikkan citra DPR RI, pemerintah dan Polri di mata masyarakat. "Sebagai pengganti Komjen Budi Gunawan, figur Badrodin memiliki nilai tinggi dan pantas menjadi orang nomor satu Polri. Dari sisi kepangkatan, jabatan dan senioritas Komjen Badrodin sudah sangat layak menggantikan Jenderal Sutarman," tuturnya. Apalagi, lulusan Akademi Kepolisian angkatan 1982 itu mencatat prestasi terbaik dengan meraih gelar Adi Makayasa. "Dengan sederet nilai lebih itu, maka pengangkatan Badrodin juga bisa menyehatkan semangat berkompetisi di tubuh Polri," ujarnya. Sebaliknya, tegas Arum Sabil yang juga Ketua Majelis Permusyawaratan Anggota Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (MPA Gapperindo) Pusat itu, DPR bisa menjadi sentral kebencian masyarakat jika mempersulit dan kembali masuk dalam 'perangkap' polemik berkepanjangan. "Karena itu, legislatif harus bertindak arif dengan segera menyetujui penunjukan Badrodin Haiti menjadi Kapolri. DPR juga harus menyadari bahwa usulan calon Kapolri merupakan hak prerogatif presiden," ucapnya. Ia menilai pembawaan tenang dan bahkan terkesan sabar serta hati-hati dalam berkomentar itu menunjukkan Komjen Badrodin merupakan sosok polisi yang tegas, tenang dan teruji kesabarannya. "Itu karena Presiden mengajukan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri, padahal dari sisi jabatan seharusnya menempatkan Badrodin sebagai calon Kapolri menyusul keputusan Presiden Jokowi yang memberhentikan Jenderal Sutarman. Jenderal polisi berbintang tiga itu justru tetap menunjukkan loyalitasnya dengan tidak menampakkan gelagat ambisius menjadi Kapolri," tuturnya. Namun, soal ketegasan menjalankan aturan, Arum menilai, sangat melekat pada pribadi pria kelahiran Umbulsari, Kabupaten Jember, Provinsi Jatim, 24 Juli 1958 tersebut. "Itu tercermin dalam sikapnya saat menyelesaikan konflik antaretnis di Kabupaten Poso, September 2006. Ketika dipercaya menjadi Kapolda Sulawesi Tengah, Badrodin mampu menyelesaikan konflik sosial yang 'menghancurkan' kehidupan masyarakat Poso," tandasnya. Bahkan, Arum Sabil mengaku dirinya masih mengingat saat sehari setelah Badrodin Haiti dilantik menjadi Kapolda Sulteng menggantikan Brigjen Orgroseno dan Badrodin harus menghadapi kondisi 'membara' di wilayah Kecamatan Poso Pesisir Selatan, Kabupaten Poso, terutama Desa Tangkura dan sekitarnya, yang akrab dengan amuk massa akibat konflik SARA. "Hampir setiap hari, wilayah konflik yang dihuni penduduk beragama Kristen Protestan, Islam dan Hindu itu, dihiasi demo anarkis warga hingga ledakan bom. Pemicunya adalah penundaan berulang atas rencana eksekusi terpidana mati tokoh kerusuhan Poso Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu. Kelompok muslim menuntut Tibo dkk. segera dieksekusi, sedangkan kelompok nonmuslim menolaknya," katanya. Menyikapi hal itu, kata Arum Sabil yang juga Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) itu, Badrodin pun tetap meminta agar Tibo dkk. secepatnya dieksekusi agar konflik bisa dihentikan. "Dia paham risiko mengeksekusi Tibo dkk. begitu besar, karena pasti mendapat perlawanan keras satu kelompok masyarakat pendukung Tibo. Namun, Badrodin tetap memerintahkan segera dieksekusi. Meski betul-betul sempat terjadi gejolak di Poso, tetapi terbukti langkah dan keputusan Badrodin tepat. Konflik SARA di Poso akhirnya selesai," tukasnya. (*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015