Prigen (Antara Jatim) - Pegiat penyelamatan satwa Tony Sumampau mengemukakan "membanjiri pasar" menjadi cara yang efektif untuk menyelamatkan jalak bali yang hampir punah dan kini populasinya bahkan sudah mencapai sekitar 2.600 ekor. "Awalnya kami mendapatkan banyak tantangan, termasuk dari luar negeri dan pemerintah kita. Bagaimana bisa membiarkan satwa yang hampir punah, justru pasarnya dibuka," kata Tony yang juga pendiri Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (Foksi) di sela-sela Orientasi Wartawan Konservasi (Owa-K) di Taman Safari Indonesia (TSI) Prigen, Pasurun, Jatim, Sabtu. Ia mengemukakan, mebanjiri pasar yang dimaksud adalah dengan melegalkan penangkaran curik di masyarakat yang selama ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi, termasuk penjualbeliannya. Akibat dari pelegalan itu, katanya, persediaan burung tersebut menjadi melimpah dan hukum pasar mulai berlaku, yakni tersedianya barang dalam jumlah banyak akan menurunkan harga. Hal itu terjadi karena kemudian banyak masyarakat yang menangkarkan. Ia menjelaskan bahwa upaya yang dilakukan sejak 2005 itu membawa dampak signifikan, karena harga curik bali yang dulu bisa mencapai Rp30 juta per ekor sekarang sudah tidak sampai Rp3 juta. Dengan harga yang murah maka curik bali tidak lagi memiliki daya tarik yang sangat kuat sebagaimana sebelumnya untuk dimiliki oleh masyarakat. Akibat lanjutannya adalah populasinya yang dulu hanya tersisa sekitar 300 ekor, kini bisa mencapai 2.600 ekor. "Sekarang keinginan mencuri curik bali sudah tidak ada. Untuk apa orang jauh-jauh mencuri ke Taman Nasional Bali Barat kalau di pasar legal tersedia, dan banyak dengan harga yang tidak terlalu mahal," tuturnya. Menurut Tony, mengikutsertakan masyarakat dalam upaya pelestarian satwa itu juga efektif, apalagi jika masyarakat merasakan manfaatnya secara langsung. "Sejauh bisa memberi keuntungan pada masyarakat, pasti didukung oleh masyarakat," tukasnya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015