Meski merupakan kampus teknologi, di kawasan timur kampus ITS, tepatnya di sebelah Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, ada enam green house berukuran 7 x 14 meter di ITS.
Di dalamnya ada bayam merah, bayam hijau, dan kangkung dalam "green house" yang merupakan bagian dari program urban farming ITS yang risetnya didukung pemerintah Selandia Baru.
Bukan sembarang sayur, melainkan sayur-sayuran organik yang ditanam selama 30 hari tanpa pupuk kimia dan pestisida, namun dipelihara dengan baik dalam green house yang dijaga dalam suhu tertentu.
"Jadi, walau ditanam di kota, kita bisa menghasilkan sayur yang kualitasnya sama dengan yang di pegunungan," ucap Ketua Pusat Akselerasi Program Prioritas Eco Campus ITS, Haryo Dwito Armono ST MEng PhD.
Untuk mencegah hama, kata dosen Teknik Kelautan ITS itu, hewan-hewan predator seperti laba-laba pun sengaja dibiarkan hidup dalam green house itu.
Sebelumnya, ITS juga telah berhasil memproduksi pupuk kompos hasil dari pengelolaan sampah di lingkungan kampus. Pupuk kompos itu pula yang digunakan pada program urban farming itu.
Lain ITS, lain pula Unair. Meski sama-sama "green", tapi Unair bekerja sama dengan PT Intiland mengembangkan "Taman Husada" di atas lahan seluas 0,8 hektare atau 8.000 meterpersegi.
Taman yang berada di Perumahan Graha Famili Surabaya itu memiliki koleksi tanaman obat-obatan hingga 276 jenis dengan target ideal hingga 3.000-an jenis tanaman obat-obatan.
Sebagai taman yang berdasarkan konsep botanical garden, Taman Husada Graha Famili (THGF) itu merupakan botanical garden pertama yang ada di pusat kota dan pertama di Kota Surabaya.
Ya, kebun organik dan taman husada itu memiliki multifungsi, yakni konservasi, industri, edukasi/pendidikan, riset, olahraga, dan... wisata !. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2015