Surabaya (Antara Jatim) - Infrastruktur pelabuhan, jalan, dan listrik menjadi kunci utama menarik minat investor untuk menanamkan modal dan mengembangkan bisnisnya di suatu daerah, termasuk di Jawa Timur. Provinsi dengan jumlah penduduk sekitar 40 juta jiwa tersebut, memiliki potensi besar memesona penanam modal, baik dari kalangan domestik maupun asing. Apalagi didukung segala percepatan pembangunan infrastruktur di 38 kabupaten/kota. Salah satunya terwujud dari komitmen PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III (Persero) yang tak henti mendukung misi dan visi pemerintah, terutama menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Meski beberapa pengamat industri maritim memandang sebelah mata terhadap terciptanya Poros Maritim Dunia berada di Indonesia, derap langkah Pelindo III untuk menunjukkan komitmennya tetap melaju dengan tegas dan pasti. Sementara, nada sumbang mewujudkan impian Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla bermunculan dikarenakan untuk merealisasi Poros Maritim Dunia dibutuhkan dana Rp2.000 triliun. "Dana itu bukan besaran yang kecil, siapa yang bisa menyalurkan dana itu dan dari mana," ucap Sekretaris Dewan Maritim Jawa Timur, Oki Lukito di Surabaya. Oki menilai, selama ini peran kalangan swasta belum optimal untuk meningkatkan performa industri maritim. Khususnya pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di mana minim investor yang berminat mengembangkan infrastruktur pelabuhan. Di sisi lain, prioritas utama Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia diharapkan mampu menyejahterakan ekonomi masyarakat pesisir yang kental dengan kemiskinan hingga saat ini. Apabila dulu mereka yang berada di daerah pesisir sering dijadikan halaman belakang maka kini sudah saatnya menjadi etalase negeri ini. Faktor penyebabnya, potensi wilayah pesisir sangat prospektif untuk digalakkan menyusul jumlah desa pesisir di Jatim yang miskin dan tertinggal tercatat 632 desa. Dengan besarnya potensi wilayah pesisir, Pelindo III melalui seluruh pelabuhan yang dinaunginya berupaya mengembalikan kejayaan laut Indonesia. Tindakan itu dilakukan dengan serangkaian program percepatan dan penyempurnaan kinerja sejumlah pelabuhan di wilayah kerjanya. Hal tersebut tercermin dari program klasterisasi yang dilaksanakan di wilayah Pelindo III Cabang Tanjung Perak seperti Terminal Jamrud, Nilam, Mirah dan Kalimas. Kemudian di Terminal berlian oleh PT BJTI dan Terminal Petikemas Surabaya dioperasikan oleh PT TPS. Selain itu, pada bulan November ini juga telah dioperasikan Terminal Teluk Lamong secara komersial. Realisasi terminal yang didesain dengan konsep "Green Port" atau pelabuhan hijau itu diyakini bisa meningkatkan kapasitas dan kinerja bongkar muat Pelabuhan Tanjung Perak. Klasterisasi Terminal Program klasterisasi terminal di Pelabuhan Tanjung Perak juga dilakukan di terminal lain, misalnya, Terminal Jamrud Utara yang khusus untuk kegiatan bongkar muat curah kering dan general cargo internasional. Lalu, Terminal Jamrud Barat difungsikan untuk curah kering internasional, Jamrud Selatan untuk General Cargo dan curah kering domestik. "Berikutnya Terminal Mirah untuk kegiatan 'general cargo domestic', roro terminal dan 'project cargo'. Terminal Nilam digunakan untuk petikemas domestik, curah cair dan general cargo," tutur Direktur Utama PT Pelindo III (Persero), Djarwo Surjanto. Pada bulan April tahun 2015, ungkap Djarwo, juga telah siap dioperasikan Dermaga Pelabuhan Manyar, Gresik serta kawasan industrinya yang disebut dengan "Java Integrated Industrial Port and Estate" (JIIPE). Lokasi tersebut terdiri dari kawasan pelabuhan dan kawasan industri. Untuk kawasan pelabuhan saat ini sedang memasuki tahapan pembangunan dermaga sepanjang 250 meter dengan kedalaman -14 hingga -16mLWS. Daya dukung dermaga itu mampu disandari kapal dengan berat hingga 100.000 DWT. Pada bulan Maret 2015, dermaga di proyek JIIPE itu telah siap untuk disandari kapal-kapal yang membawa beragam jenis mesin yang dibutuhkan pelaku industri. Kalau pada kawasan industri hingga saat ini telah berhasil dibebaskan lahan seluas 1.000 hektare. Bahkan telah dibangun infrastruktur dasar berupa jalan dan jembatan. Lalu, lahan seluas 400 hektare siap untuk dibangun industri pada bulan Maret mendatang. Di samping itu, turut dilakukan penambahan peralatan bongkar muat seperti "Container Crane" (CC), "Harbour Mobile Crane" (HMC), "RTG", "Fixed Crane" dan peralatan pendukung lainnya. Selama Januari hingga September (Triwulan III/2014) arus peti kemas yang melalui Pelabuhan Tanjung Perak telah mencapai 2.283.877 Teus. Angka tersebut setara dengan 1.911.197 Boks atau naik sebesar 3,7 persen dalam satuan Teus dan sebesar empat persen dalam satuan Boks. Dari sisi peningkatan arus peti kemas, bisa dikatakan bahwa Pelabuhan Tanjung Perak tidak hanya sebagai gerbang utama arus barang bagi Jawa Timur. Akan tetapi berperan menjadi lokomotif perekonomian Kawasan Indonesia Timur. Keoptimisan itu dipicu kondisi Pelabuhan Tanjung Perak yang memiliki kontribusi sebagai infrastruktur penting bagi perdagangan dan transportasi bagi Jawa Timur dan Kawasan Indonesia Timur. Oleh sebab itu, Pelindo III bekerja keras guna melakukan beberapa upaya peningkatan infrastruktur dan suprastruktur pelabuhan. Songsong MEA 2015 Sampai sekarang, keberlanjutan proyek pembangunan pelabuhan di lingkungan Pelabuhan Tanjung Perak sudah memasuki proses akhir penyelesaian. Salah satu indikatornya dikarenakan Pelindo III juga menyiapkan agar pelabuhan di wilayah kerjanya siap menyongsong masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) 2015. "Upaya kami ini sekaligus untuk mempersiapkan konsep tol laut (Poros Maritim Dunia) yang digagas Kabinet Joko Widodo dan Jusuf Kalla," ucap Djarwo, optimistis. Sementara, pengoperasian Terminal Teluk Lamong tahap pertama yang berkapasitas 1,5 juta Teus mulai dioperasikan 12 November lalu. Perwujudan salah satu proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) ditandai dengan pelayanan kapal domestik di rute Surabaya - Pekanbaru - Surabaya. Kemudian, rencana "full operation" atau operasional secara penuh kegiatan domestik maupun internasional di Terminal Teluk Lamong segera direalisasi pada bula Januari 2015. Di samping itu, pekerjaan revitalisasi Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) saat ini juga telah direalisasi melalui proyek pendalaman dan pelebaran alur. Hingga pertengahan November 2014, perwujudan revitalisasi APBS telah mencapai 70,38 persen. Kondisi itu sesuai dengan jadwal pekerjaan tersebut dan diyakini bisa dilalui kapal-kapal besar pada bulan Maret 2015. Keyakinan itu bisa dilakukan dengan catatan pipa gas milik Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) dapat dipindahkan tepat waktu. Di sisi lain, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan menekan angka kecelakaan kapal serta menjamin keselamatan pelayaran di Pelabuhan Tanjung Perak pihaknya mengajak seluruh pemangku kepentingan. Mereka berasal dari tim Syahbandar, Otoritas Pelabuhan dan Navigasi yang telah mengusulkan kepada Kementerian Perhubungan agar segera ditetapkan Penataan APBS dan Zona Labuh Kapal. Khususnya di Pelabuhan Tanjung Perak dan Gresik. Menanggapi hal itu, Direktur PT Maskapai Pelayaran Pulau Laut, Hamdan Yasin selaku pengguna jasa kepelabuhanan, mengemukakan, kepuasannya menggunakan pelayanan dari Pelindo III. Salah satunya ketika kapal MV Intan Daya 4 melakukan kegiatan bongkar muat di Terminal Teluk Lamong dengan rute Surabaya-Pekanbaru. "Aktivitas bongkar muat sengaja kami alihkan ke Terminal Teluk Lamong dibandingkan sebelumnya di Terminal Petikemas Surabaya (TPS). Keputusan kami ini dikarenakan Terminal Teluk Lamong menggunakan teknologi ramah lingkungan dan bisa mempercepat waktu pelayanan," ujarnya. Ia menargetkan, dalam satu bulan akan melakukan kegiatan bongkar muat di Terminal Teluk Lamong sebanyak tiga kali. Keberadaan terminal itu menjadi pilihan berikutnya selain di Pelabuhan Tanjung Perak misalnya di Terminal Berlian dan TPS. Secara umum, lanjut Oki, dari perkembangan percepatan pembangunan infrastruktur di Jatim terutama yang dilakukan Pelindo III maka perwujudan visi-misi Presiden RI menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia tersebut bisa terealisasi. Impian pemerintahan terkini dengan membangun 24 pelabuhan di penjuru Nusantara diharapkan bisa menurunkan mahalnya biaya logistik Indonesia. Apalagi, selama ini mahalnya biaya logistik muncul karena disparitas yang tinggi antara Kawasan Indonesia Barat dan Timur. Oleh sebab itu idealnya program mengembangkan wilayah Indonesia Timur lebih didahulukan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Ketika daerah Timur maju, secara otomatis biaya logistik akan murah karena arus komoditas dari wilayah Timur mampu memasok wilayah Barat yang selama ini menjadi "ibu susuan" Kawasan Indonesia Timur.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014