Surabaya (Antara Jatim) - Memasuki libur akhir pekan, biasanya sejumlah keluarga atau pasangan muda menghabiskan waktu mereka dengan makan bersama di restoran tertentu, berbelanja, atau nonton bioskop di mal, hingga mengunjungi objek wisata alam.
Namun, bagi mereka yang sudah bosan dengan nuansa liburan yang itu-itu saja tidak ada salahnya melangkahkan kakinya menuju Pasar Batu Permata di Jalan Kayoon, Surabaya. Meski belum dijadikan destinasi wisata tersendiri oleh pemerintah tetapi pusat perdagangan Batu Permata itu memiliki potensi terpendam. Khususnya menjadi objek wisata yang menarik kunjungan wisatawan domestik maupun asing.
Besarnya potensi itu terlihat dari ribuan koleksi Batu Permata yang terpajang di setiap sudut etalase sejumlah pedagang di pasar tersebut. Di sana tersedia beraneka macam pilihan Batu Permata mulai khas dalam negeri (lokal) hingga impor yang siap memanjakan mata bagi penghobi Batu Permata atau mereka yang sekadar jalan-jalan di pasar itu.
Walau banyak Batu Permata asal luar negeri, beberapa pedagang di pusat perdagangan itu lebih memilih untuk menonjolkan batu lokal. Apalagi, dari segi kualitas, corak warna, serta keunikan kontur batunya mempunyai kekhasan yang berbeda dibandingkan di negara lain. Misalnya Kecubung Borneo, Kalimaya Banten, Biosolar Aceh, Indocarase Aceh, Fire Agathe Wonosobo, Chalcedoni (Akik Pacitan), Kaladen Pacitan, Red Baron Pacitan, dan Batu Bacan Maluku.
Sementara, Batu Permata asing yang juga ditawarkan di lokasi itu pada umumnya didatangkan dari beberapa negara penghasil komoditas itu seperti Srilanka, Kolombia, India, Brasil, dan Tanzania. Sejumlah batu itu bisa dibeli langsung oleh konsumen baik masih berupa batu saja maupun lengkap dengan ring (ikat). Untuk mendapatkannya, memang ada sejumlah harga yang harus dibayarkan.
Akan tetapi, semuanya tergantung dari kualitas Batu Permata itu dan ring seperti apa yang diinginkan konsumen. Untuk membeli Batu Permata dengan ring Perak maka harganya tentu akan berbeda dengan ring Berlian. Jika menyukai ring Berlian, pedagang akan menanyakan kepada konsumen bagaimana grade atau tingkatan Berlian yang diminati. Apakah pembuatan perhiasannya nanti akan dipadupadankan dengan emas atau tidak. Umumnya, ongkos pembuatan di sana berkisar antara Rp1.250.000 hingga Rp2.500.000 per cincin.
Pedagang Batu Permata di Pasar Batu Permata Kayoon, Doni Eko Wahyudin, mencontohkan, harga Batu Permata jenis Jamrud atau Emerald bisa mencapai Rp80 juta per cincin. Ketentuan harga itu sudah termasuk biaya pembuatan, ring, serta Sertifikat Keaslian dan Kepemilikan dari Gemstone.
Pria yang menggeluti bisnis Batu Permata sejak tahun 2006 itu mengemukakan, secara umum mayoritas pengunjung datang dari berbagai wilayah di Indonesia hingga mancanegara. Mereka berasal dari beragam latar belakang profesi mulai masyarakat biasa, pejabat, termasuk kalangan artis. Jika dikalkulasi dari 100 persen wisatawan yang berdatangan, sebanyak 60 persen adalah mereka dari kalangan menengah bawah sedangkan 30 persen pejabat, dan 10 persen berikutnya kalangan pengusaha.
Dominasi konsumen menengah bawah itu ikut dipengaruhi oleh beragam harga yang ditawarkan di pasar itu ada yang ratusan ribu rupiah untuk jenis biasa dan ada yang hingga merogoh kocek sampai ratusan juta rupiah untuk jenis nan-menawan. Meski begitu, mengenai besaran transaksi pihaknya sulit untuk memberikan angka rata-rata karena menjual satu cincin per hari itu sudah bagus. Apalagi, Batu Permata masih tergolong bukan kebutuhan sehari-hari.
"Tapi, kami juga pernah melayani pembeli yang menginginkan cincin Batu Permata dengan harga di atas Rp100 juta per cincin. Biasanya, mereka berasal dari Kalimantan dan barangnya kami antar ke sana karena sangat rawan jika dikirim via paket," kata pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris GMS dan Seksi Kepemudaan Paguyuban Pedagang Permata (Batu Mulia) Surabaya.
Paket Wisata
Selain menyediakan beragam koleksi Batu Permata yang memuaskan hasrat penghobi Batu Mulia, pengunjung yang penasaran dengan bagaimana proses pembuatan perhiasan itu dapat meluangkan waktunya sejenak. Apalagi, hingga kini belum ada pusat perdagangan Batu Permata yang menawarkan eksotisme perhiasan dan ditampilkan secara komplek dengan sentuhan kreativitas dari tangan dingin Sang Pengrajin.
Di pusat penjualan Batu Permata yang berdiri sejak tahun 1990an itu, mereka bisa melihat tahapan dari pemotongan batu yang berbentuk bongkahan besar menjadi dipotong kecil-kecil misalnya menjadi bentuk oval. Kemudian berlanjut ke tahap pemasangan batu, pelapisan emas ke cincin perak, pengkilapan batu sampai Batu Permata itu dipasang ke ikat cincinnya.
Untuk mengunjungi lokasi yang berada tepat di depan Gedung Indosat Surabaya itu, wisatawan tidak perlu menempuh waktu lama. Posisinya yang berada di tengah kota Surabaya sangat dekat dengan Balai Kota Surabaya dan bisa dijangkau dengan berbagai macam kendaraan umum maupun pribadi. Para wisatawan selain menikmati ragam permata, tapi juga bisa menikmati indahnya beragam tanaman hias dan bunga nan segar yang elok, seperti anggrek, mawar dan lainnya.
Bagi yang membawa kendaraan pribadi, seperti sepeda motor cukup menaruhnya di lokasi parkir yang sudah tersedia dan membayar Rp2.000 per motor. Kalau yang mengendarai mobil pribadi juga tidak perlu khawatir karena ada banyak tukang parkir yang siap menjaga kendaraan dan biaya parkir relatif terjangkau antara Rp4.000-Rp5.000 per mobil.
Akan tetapi, bila ditempuh dari Bandara Internasional Juanda kurang lebih 1,5 jam. Meski begitu, khususnya wisatawan asing asal sejumlah negara di Benua Eropa bisa dipastikan senang ketika berada di pusat perbelanjaan Batu Permata yang diramaikan dengan 70an toko. Dari tahun 1990 hingga kini, atmosfer belanja Batu Permata di sana tidak berubah. Apalagi, puluhan toko ikut dihiasi oleh aneka pohon nanrindang dan aliran sungai yang menambah keelokan pasar itu untuk menarik banyak kunjungan wisatawan luar negeri.
Pedagang Batu Permata Online asal Surabaya, Onny Asmara, menjelaskan, pernah melihat rombongan turis dari Jerman. Walau jumlah wisatawan asing itu masih bisa dihitung dengan jari, mereka umumnya menyukai berbagai koleksi Batu Permata tersebut. Salah satunya ketika melihat proses detail pemotongan batu hingga pemolesan batu. Mereka mengaku belum pernah menyaksikan tahapan itu termasuk di negara asalnya.
"Kami melihat rombongan turis asing yang masuk ke Pasar Batu Permata Kayoon. Tapi memang frekuensi kedatangan mereka sangat minim dan ada baiknya pemerintah mulai memperhitungkan pasar ini sebagai Paket Wisata tersendiri," katanya dengan penuh harap.
Dengan menjadikan pasar itu menjadi destinasi wisata, pada masa mendatang ada pemasukan tambahan bagi daerah. Di samping itu semakin mengenalkannya ke masyarakat internasional bahwa Surabaya juga memiliki sentra Batu Permata yang indah. Bahkan pesonanya dipastikan mampu menyilaukan mata pengagumnya hingga mereka antusias memilih Batu Permata itu sebagai koleksi pribadi.
"Jika pasar ini mendapat respon positif dari pemerintah dan siap dikemas sebagai objek wisata, kami usul agar tidak direlokasi. Cukup akses jalan semakin diindahkan dan ada ketersediaan lahan parkir lebih luas sehingga pengunjung makin nyaman seperti di Rawabening Jakarta," katanya.
Ke depan, kalau pengemasan pasar itu menjadi lebih bagus maka jumlah wisatawan yang berkunjung kian meningkat. Dengan begitu, selepas lelah berbelanja di Pasar Batu Permata Kayoon maka mereka bisa mampir untuk melanjutkan wisata di Pasar Bunga yang menjual beraneka tanaman bunga hias dan ada pula toko bunga ucapan.
Namun, bagi mereka yang sudah merasakan bunyi perutnya keroncongan maka bisa berwisata kuliner di warung-warung sepanjang jalan itu. Di sana juga tersedia beragam makanan khas Kota Pahlawan seperti Pangsit Mie Ayam Tenda Biru, Bebek Mercon, Bebek Goreng Pak Slamet, dan Manisan Buah dengan harga sangat terjangkau.
Warisan Nusantara
Dari berbagai macam keelokan Batu Permata, sampai sekarang pesonanya tak pernah pudar untuk membius penghobi serupa di Tanah Air. Bahkan, bagi pedagang di Pasar Batu Permata Kayoon. Selain mendatangkan pundi uang tersendiri justru lahir sebuah kenangan terindah dan akan diingat seumur hidupnya.
Hal itu dialami Doni Eko Wahyudin, yang tak lain adalah anak kandung Ketua Paguyuban Pedagang Permata (Batu Mulia) Surabaya, Kudori. Pria yang baru menikah dua tahun dengan Sang Istri bernama Donna Maretha T itu seolah mencetak lembar kehidupan mereka yang cukup romantis. Apalagi, Donna adalah anak dari pedagang Batu Permata yang juga membuka lapaknya di pasar tersebut.
Berawal dari sering bertemu, saling membicarakan hal yang serupa yakni Batu Permata maka Doni dan Donna akhirnya memutuskan hidup bersama. Bahkan, kini perempuan berhijab yang menjadi pendampingnya itu sedang mengandung anak keduanya yang memasuki usia delapan bulan.
Dalam dunia bisnis, pernikahan Doni-Donna bisa dikatakan kongsi atau memperluas jaringan. Penyebabnya, Donna yang memiliki ayah kandung seorang penjual Batu Permata lebih dulu menggeluti bisnisnya sejak tahun 2002 sedangkan Doni baru belajar usaha serupa pada tahun 2006.
Berkat kegigihan Doni-donna menjalani bisnis Batu Permata, kini pelanggannya meluas di penjuru Nusantara misalnya Surabaya, Jakarta, dan Banjarmasin. Tidak hanya mengembangkan bisnis di Pasar Batu Permata Kayon Surabaya, pasangan tersebut merambah pasar online dengan mengoptimalkan media sosial dan jaringan pertemanannya di BlackBerry hingga mampu mengirim barangnya ke pasar Malaysia.
Meski beberapa bulan mendatang Donna akan melahirkan dan cuti dari kegiatannya sehari-hari di toko, perempuan itu tetap bersahaja menjual Batu Permatanya secara online. Sementara, Sang Suami juga masih berbisnis serupa dengan menjaga stan mereka di Taman Rekreasi Kayun Blok D 9-11 Surabaya antara pukul 10.00-pukul 16.00 WIB.
Keoptimisan mereka juga didukung oleh banyaknya peminat yang umumnya membeli Batu Permata untuk keperluan investasi mengingat harganya kian meningkat dari tahun ke tahun. Dari 100 persen pembeli di pasar tersebut, dominasi sebanyak 60 persen mereka yang ingin berinvestasi dan 40 persen berikutnya penghobi.
Akibatnya, jika awalnya pencinta Batu Permata adalah pria dewasa usia 40-50 tahun ke atas maka kini penggemarnya meluas hingga mereka yang berusia 30-40 tahun. Umumnya mereka adalah eksekutif muda yang bekerja di gedung perkantoran dan ada pula yang berstatus jurnalis. Merekapun siap menjadikan Batu Permata sebagai instrumen investasi terbarunya.
"Sekitar tiga tahun lalu ada teman yang beli satu batu Safir (tanpa ikat cincin) di sini seharga Rp2,5 juta. Tahun 2013, dijual dan laku Rp10 juta," katanya.
Tak jarang dari mereka yang datang ke tokonya, berniat untuk belajar seluk-beluk Batu Permata hingga membuka gerai online. Dari komunitasnya di GMS, sebanyak 60 persen adalah penjual online dan 40 persen memiliki toko. Banyaknya penjual online dikarenakan sekarang di Pasar Batu Permata Kayoon sangat susah untuk mendapatkan stan secara tunai, kecuali ada penjual yang bangkrut. Kalaupun ada biasanya disewakan dan biayanya relatif mahal atau Rp20 juta per tahun untuk sewa stan berukuran 2 x 2 meter.
Pria yang pernah menyandang predikat Asisten Gemologist itu, menambahkan, secara umum potensi Batu Permata di Tanah Air sangat prospektif dan bisa mendatangkan devisa bagi negara. Akan tetapi, sampai sekarang potensinya kurang diperkenalkan ke publik. Di sisi lain, pihaknya menyayangkan karena prospek tersebut justru dimanfaatkan oleh orang asing seperti Hong Kong dan Korea yang selama empat hingga lima tahun terakhir mengambil mineral tersebut dan mengolahnya di negara mereka.
"Untuk itu, kami harap pemerintah mau memperhatikan potensi itu terutama penjual Batu Permata di Kayoon ini. Apalagi setiap tahun pembeli batu warisan Nusantara ini kian bertambah dan kini pengoleksinya tidak hanya kaum pria melainkan perempuan," katanya.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014