Pamekasan (Antara Jatim) - Warga Desa Akkor Daja, Pamekasan, Jawa Timur, Jumat, menggelar tradisi adu okol atau adu kekuatan otot sebagai upaya meminta hujan. Adu okol atau yang sering disebut gulat tradisional oleh sebagian masyarakat ini merupakan salah satu kepercayaan masyarakat di desa ini, bahwa dengan menggelar "Adu Okol" hujan akan segera turun. "Ini kepercayaan lama masyarakat di desa ini. Tapi, kami para generasi muda disini menggelar kegiatan ini, tujuan utamanya dalam melestarikan tradisi yang pernah ada dulu agar tidak punah," kata panitia penyelenggara kegiatan adu okol itu, Rosidi. Selain itu, kegiatan adu okol ini juga dimaksudkan untuk menjalin persahabatan antarkecamatan, karena peserta okol yang diundang dalam ajang kompetansi musiman ini, juga banyak dari kecamatan diluar Kecamaten Palengaan, seperti Pegantenan dan Kecamatan Pakong. Meski bernama "okol" atau "otot" kegiatan pertandingan untuk memohon turunnya hujan ini, tidak seperti adu "panco" melainkan seperti gulat. Namun sistem penilaian tidak seperti gulat. Sebab dalam adu okol ini, peserta dinyatakan kalah, apabila sudah jatuh terpelanting ke tanah. Peserta dalam adu okol ini juga harus mematuhi sejumlah aturan yang sudah ditetapkan oleh panitia penyelengga. Diantaranya harus membuka baju, tidak boleh memukul, menggigit, menjotos lawan, serta diharuskan membuka semua jenis aksesoris yang ada di badan, seperti gelang, cincin dan jam tangan. Layaknya pertandingan olahraga gulat pada umumnya, penonton pagelaran gulat tradisional ini juga ramai di datangi oleh para pengunjung. Bahkan warga dari sejumlah desa di Kecamatan Palengaan berjubel menyaksikan adu okol ini. Sebelum pertandingan dimulai, panitia terlebih dahulu menggelar rituan, seperti membakar kemenyan, dan menabur kembang tujuh warna ke lapangan pertandingan okol, serta berdoa bersama yang dipimpin oleh tokoh adat setempat. Menurut Kabid Kebudayaan dan Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga dan Kabudayaan (Disporabud) Pamekasan Halifaturrahman, tradisi okol memang merupakaan tradisi leluhur yang ada di Pamekasan dan sampai saat ini masih lestari. Ia menjelaskan, tradisi okol ini sebenarnya tidak hanya di Kecamatan Palengaan, akan tetapi juga di sejumlah kecamatan lain. Seperti Kecamatan Kota, Proppo, Palengaan, Pakong, Galis dan Kecamatan Pademawu. "Waktunya memang setiap kemarau. Konon tradisi ini sudah berlangsung sejak Majapahit berkuasa di Madura ini," kata Halifaturrahman. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014