Surabaya (Antara Jatim) - Upaya peningkatan pelayanan di berbagai bidang selalu dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Hal itu semua dilakukan demi mewujudkan pelayanan yang prima di segala bidang. Termasuk peningkatan pelayanan Rumah Sakit Kusta yang ada di Kediri. Rumah sakit yang berdiri pada tahun 1956 dan beroperasi sejak tahun 1958 ini masih tampak megah dengan ornamen dan arsitektur peninggalan jaman dahulu. Pada tahun 1964, Rumah Sakit Kusta Kediri disetarakan dengan Rumah Sakit Umum kelas D dan pada tahun 1998 berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.899/Menkes/SK/1998 diseterakan dengan rumah sakit umum kelas C dengan kapasitas sebanyak 65 tempat tidur. Sampai dengan saat ini, penyakit kusta masih menjadi penyakit yang menakutkan bagi masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Harsono yang menyebutkan jika saat ini terdapat sekitar 4.293 orang di Jatim dinyatakan menderita penyakit Kusta. "Jumlah tersebut, sebanyak 71 persen penderita tersebar di kawasan Madura dan pantai Utara di Jawa Timur seperti Lamongan, Tuban dan juga di beberapa wilayah pesisir pantai Utara," ungkapnya. Ia menjelaskan, dari jumlah tersebut sebanyak 184 di antaranya sudah menderita cacat secara permanen serta sebanyak 177 anak usia di bawah usia lima tahun terserang penyakit kusta. "Ada yang bilang penyakit ini merupakan penyakit kutukan, namun sebenarnya stigma tersebut sudah harus dihilangkan karena sebetulnya penyakit ini merupakan panyakit yang disebabkan oleh virus," ucapnya. Di Jawa Timur sendiri sebenarnya ada dua rumah sakit yang berkonsentrasi untuk mengobati penyakit kusta masing-masing di Rumah Sakit Kusta Kediri dan juga di Rumah Sakit Sumber Glagah di Mojokerto. "Untuk Rumah Sakit Kusta di Kediri keberadaannya memang tidak sebesar Rumah Sakit Sumber Glagah di Mojokerto yang saat ini sudah memberikan pelayanan untuk penyakit-penyakit lainnya kepada warga sekitar," tuturnya. Rumah Sakit Kusta Kediri ini lebih banyak menangani pasien yang berasal dari wilayah Jawa Timur bagian barat mulai dari Kabupaten Jombang sampai dengan Kabupaten Ngawi. Sedangkan untuk Rumah Sakit Kusta di Sumber Glagah akan melayani pasien yang berasal dari Provinsi Jawa TImur yang ada di wilayah timur dan juga wilayah Madura. "Intinya kami ingin masyarakat mendapatkan pelayanan maksimal supaya penyakit kusta yang dideritanya bisa segera disembuhkan dan bisa beraktivitas seperti sedia kala," ujarnya. Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Rumah Sakit Kusta Kediri Nur Siti Maemunah yang menyebutkan Rumah Sakit Kusta Kediri bermotto "Melayani Dengan Sepenuh Hati" yang artinya pelayanan kepada pasien Kusta tidak bisa dilakukan secara medis saja, melainkan harus menggunakan hati. "Karena dengan pendekatan hati, maka pasien akan merasa lebih nyaman dan proses penyembuhan penyakit bisa lebih cepat. Karena pada dasarnya banyak yang merasa jijik jika harus behubungan langsung dengan penderita Kusta," katanya. Penyakit Kusta atau yang dikenal dengan lepra ini sebenarnya bisa disembuhkan, asalkan pasien tersebut mengenali gajala penyakit ini lebih dini. Selain itu, penanganan lebih cepat tentunya tidak berdampak pada efek samping yang ditimbulkan oleh penyakit ini. "Oleh karena itu, kami ingin menjadi rumah sakit dengan pelayanan kesehatan berkualitas, terjangkau dan paripurna. Karena penderita Kusta harus mendapatkan pelayanan lanjutan, mengingat jika mereka sudah mengalami cacat permanen harus dibantu supaya bisa melakukan aktivitas seperti semula," tuturnya. Perempuan berjilbab ini menjelaskan, sampai dengan semester pertama tahun 2014 jumlah kunjungan untuk pasien rawat jalan sebanyak 5.920 pasien dengan rincian jumlah pasien lama sebanyak 4.326 pasien dan pasien baru sebanyak 1.594 pasien. Sementara itu, untuk jumlah kunjungan instalasi rawat inap di rumah sakit ini pada tahun 2013 sebanyak 512 pasien dengan rincian pasien lak-laki sebanyak 361 pasien dan perempuan sebanyak 151 pasien. "Sedangkan untuk tahun 2014 pada semester pertama total pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit ini sebanyak 335 pasien, dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan hingga akhir tahun ini," tukasnya. Terus meningkatnya jumlah pasien yang ditangani oleh Rumah Sakit Kusta kediri idealnya harus dibarengi dengan jumlah pegawai yang ada. Namun, jumlah tersebut masih belum bisa dikatakan berbanding lurus dengan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut. "Secara keseluruhan kami hanya memiliki sebanyak 97 orang pegawai yang bertugas untuk mengurusi seluruh kegiatan yang ada di rumah sakit ini," ujarnya. Jumlah karyawan yang bekerja tersebut belum termasuk karyawan yang bekerja sebagai tenaga kebersihan yang saat ini sudah diserahkan kepada pihak ketiga. Dengan minimnya jumlah pegawai untuk standar rumah sakit, dirinya mengaku tidak akan menurunkan pelayanan yang diberikan. Mengingat latar belakang dari rumah sakit ini adalah memberikan pelayanan yang terbaik kepada penderita penyakit Kusta. Satu Dokter Spesialis Sangat ironis memang, di tengah upaya yang dilakukan oleh Pemeintah Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan pelayanan di segala bidang, tidak dibarengi dengan penambahan sumber daya manusia yang ada. Sekelas Rumah Sakit Kusta di Kediri yang notabenenya melayani separuh wilayah kabupaten dan kota di Jawa Timur ini, hanya memiliki satu orang dokter spesialis. Kondisi seperti ini memang bisa dibilang sedikit menghambat cita-cita dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menciptakan "Kami harus mengakui jika keterbatasan sumber daya manusia memang menjadi salah satu kendala untuk memberikan pelayanan kepada pasien. Tetapi, sekali lagi kami menegaskan jika hal tersebut sudah bisa diatasi dengan adanya saling pengertian antarsesama petugas yang ada di rumah sakit ini," tutur Maemunah. Tidak jarang para petugas yang bekerja di rumah saki tersebut saling bekerja sama, demi menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan juga menciptakan pelayanan yang maksimal di dalam rumah sakit ini. "Bahkan tidak jarang di antara pasien yang rawat inap di rumah sakit ini sudah saling mengenal satu sama lain kepada petugas yang bekerja di rumah sakit ini. Hal itu dikarenakan pasien yang rawat inap di rumah sakit ini sudah pernah berobat atau bahkan sudah pernah rawat inap," ungkapnya. Adalah dokter Darwan Triono spesialis mata yang menjadi satu-satunya dokter spesialis di rumah sakit ini. Pengabdiannya memang patut diacungi jempol. Bagaimana tidak, di saat rekan sejawatnya memilih untuk mengabdi di rumah sakit lain, dirinya justru memilih untuk melayani pasien kusta yang rata-rata berasal dari kalangan menengah ke bawah. "Ya itu, harus melayani dengan hati yang menjadikan saya mampu bertahan untuk bertugas di rumah sakit ini," ucap Darwan. Pria berkacamata ini menceritakan, dirinya masuk dan bekerja di rumah sakit ini sejak tahun 2009 lalu. Tantangannya cukup besar. Salah satunya masalah gaji yang jauh jika dibandingkan dengan rumah sakit lain di Kabupaten Kediri. "Di rumah sakit A saja dalam satu bulan seorang dokter spesialis bisa mendapatkan gaji sampai dengan puluhan juta. Itu tidak berlaku di rumah sakit ini. Namun, saya bersyukur bisa bertemu dan menghadapi orang-orang yang memang membutuhkan pertolongan saya," tandasnya. Terlebih, kata dia, salah satu efek dari obat penyembuh penyakit kusta itu adalah adanya kerusakan pada mata seperti terjadinya katarak. "Efeknya memang katarak atau juga bisa lebih parah lagi. Dan hal itu memang tidak bisa dilepaskan dari peranan saya selaku dokter mata di rumah sakit ini," ujarnya. Mengobati penyakit katarak ini ibaratnya seperti buah simalakama, saat penyakit kustanya disembuhkan, maka penyakit komplikasinya muncul seperti katarak atau juga penyakit glukoma jika lebih parah. "Namun, beruntung dengan ketelatenan dan juga kesabaran dari perawat di rumah sakit ini, tidak seluruh pasien harus mengalami kelainan tersebut karena dengan cepat bisa diatasi," tukas dia. Penyuluhan Kepada Masyarakat Salah satu keunggulan pelayanan dari Rumah Sakit Kusta Kediri ini adalah tidak terfokus pada pelayanan kesehatan di dalam rumah sakit saja. Pada program internal rumah sakit juga dilakukan penyuluhan kepada masyarakat atau yang disebut dengan promosi kesehatan di luar gedung. Upaya yang dilakukan ini untuk memberikan pengertian kepada masyarakat terkait dengan penanganan dan juga pengertian dari penyakit Kusta yang selama ini masih menjadi "momok" bagi sebagian orang. "Kami ingi menghilangkan stigma itu. Kami akan terus bekerja sama dengan petuas pusat kesehatan masyarakat di masing-masing kabupaten dan juga petugas kusta di lapangan," kata Kepala Rumah Sakit Kusta Kediri Nur Siti Maemunah. Menurut dia, melalui kegiatan tersebut akan diketahui daerah mana saja yang berpotensi terjadi penularan penyakit kusta atau juga endemi virus ini. "Kami juga melakukan kunjungan kepada sekolah-sekolah dasar untuk mengetahui sejak dini penyakit tersebut jika memang ada penderitanya." Jika penderita bisa diketahui sejak dini maka penanganan yang dilakukan bisa dengan mudah, termasuk cara mengatasi dampaknya kepada penderita. "Kalau masih kecil, bisa diantisipasi sedini mungkin. Dan juga untuk mengantisipasinya bisa dilakukan dengan mudah," ujarnya. Selain itu, jika di masyarakat ditemukan ada penderita kusta bisa langsung disarankan untuk berobat ke rumah sakit serta dilakukan penangangan lanjutan. "Penanganan lanjutan ini yaitu memberikan bantuan pascapengobatan seperti pembuatan kaki palsu dan juga memberikan kerajinan serta keterampilan supaya mereka bisa kembali lagi di masyarakat," katanya. Intinya, semua itu dilakukan untuk merubah stigma masyarakat jika penyakit Kusta itu adalah penyakit kutukan dari Tuhan dan juga penderitanya sering dikucilkan. "Kami ingin penderita kusta ini kembali diberdayakan di lingkungan masyarakat masing-masing, tanpa harus memandang orang tersebut pernah menderita penyakit kusta atau tidak," katanya, berharap. Ganti Nama Pemerintah Provinsi Jawa Timur baru-baru ini merubah nama dua rumah sakit masing-masing Rumah Sakit Kusta di Kediri dan Rumah Sakit Paru di Jember menjadi Rumah Sakit Infeksi. Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan, penandatanganan perubahan nama dua rumah sakit tersebut sudah dilakukan pada beberapa waktu lalu. "Saya sudah tandatangani perubahan nama rumah sakit tersebut. Tidak lagi RS Kusta dan Paru, tapi RS Infeksi," tuturnya. Ia mengemukakan, perubahan nama itu, selain mengacu pada regulasi Pemerintah, juga untuk mengubah kesan yang tidak bagus terhadap rumah sakit tersebut. Pasalnya, selama ini banyak yang merasa tabu bila datang ke RS Kuta atau RS Paru. Padahal, keduanya memiliki pelayanan juga untuk kepentingan masyarakat umum. "Tapi, kesan selama ini bahwa berobat di RS kusta berarti terkena penyakit tersebut, padahal belum tentu. Kesan ini yang akan kami ubah," ungkapnya. Oleh karena itu, pihaknya mengizinkan bila RS Kusta atau RS Paru juga membuka Poliklinik umum. Tidak hanya mengobati mereka yang sakit kusta atau paru saja. Namun, pengobatan utama penyakit kusta dan paru tidak boleh ditinggalkan, sebab itu adalah pelayanan utama rumah sakit tersebut. "Jangan lantas membuka polilklinik untuk umum, tapi pelayanan utamanya hilang. Penderita kusta dan paru tetap mendapat pelayanan utama," katanya, menegaskan.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014