"Ada pengalaman yang menyenangkan, ada yang menyebalkan, atau bahkan pengalaman yang membuat putus asa hingga mau bunuh diri. Akan tetapi, semuanya memiliki sisi positif tentang perempuan," ucap penggagas buku Wina Bojonegoro. Dalam peluncuran buku bertajuk "Hidup Ini Indah, Beib" (HIIB)yang berisi 50 kisah inspiratif Perempuan Indonesia di Surabaya (5/6), dia menjelaskan bahwa ide penulisan buku itu bermula dari keinginannya menulis buku dengan judul yang sama. "Akan tetapi, saya tidak ingin menulis sendirian, lalu ingin mengajak rekan-rekan yang tergabung dalam Komunitas Susastra Nusantara untuk terlibat," ujar penulis cerpen yang memiliki nama asli Endang Winarti itu. Akhirnya, dengan dukungan copy-editor buku itu, Heti Palestina Yunani, dan beberapa rekannya, rencana itu secara getok tular diumumkan lewat BBM, Facebook, dan sebagainya sehingga terseleksi 50 tulisan yang dikumpulkan dalam waktu dua bulan. "Ya, perempuan yang menyumbangkan karyanya dalam buku ini tidak semuanya berlatar belakang penulis, jurnalis, atau penyiar radio, tetapi tidak ada tutorial untuk mereka, cuma editing dan re-write," tuturnya. Dengan pengantar penulis dan pendiri sekolah tulis-menulis, Sirikit Syah, buku itu pun berisi pengalaman keseharian dari penyumbang tulisan, seperti Vika Wisnu, Didi Cahya, Dian K.D., Ellen Pratiwi, Fitria (Tya), dan Elde Firda. Dalam buku setebal 260 halaman itu, Wina sendiri menulis lima karya, yakni Berawal dari Sebuah Mimpi, "Cyber World and Real World", Kesempatan Tidak Terulang, Meriah... Meriah...!, "Say Cheese"...!, dan Sendirian Ya Mbak?. "Hidup itu memang berawal dari mimpi, saya sendiri tidak menuntut diri sendiri untuk memiliki mimpi, tetapi saya bermimpi main drama televisi, saya bermimpi pameran dan jualan di mal, dan banyak lagi mimpi saya. Semua mimpi saya itu terjawab. Oleh karena itu, tetaplah bermimpi," tukasnya. Lain halnya dengan penulis berlatar belakang wartawan, Dian K.D. Ia mengaku menulis buku merupakan pengalaman baru meski dirinya pernah menjadi wartawan hingga "lulus" pada tahun 2008. "Awalnya, saya tahu ada tawaran menulis dari FB, lalu saya diminta rekan-rekan untuk mencoba karena mereka melihat latar belakang saya, akhirnya tulisan saya 'Aku dan Tuhan, Cukup' itu lolos. Itu luar biasa dan rasanya ingin menerbitkan buku," katanya. Dalam tulisannya, Dian mencurahkan sebuah kisah tentang perempuan yang dianggap tidak sempurna karena tidak bisa hamil hingga 10 tahun sehingga perempuan itu pun membulatkan tekad bahwa "Aku dan Tuhan, Cukup". "Selamat, Anda sudah hamil dua bulan," kata seorang dokter. Rasanya, antara percaya dan tidak. Aku semakin yakin, semua ini memang bukan karena pilihanku menjadi wanita karier atau tidak. Tuhan minta dirayu, Tuhan ingin dianggap ada... (halaman 10--11). Bukan Sekadar Mengajar "Curhat" serupa tetapi berbeda sudut ditulis Elde Firda. "Tulisan saya berjudul 'Jodoh itu Bahagia' itu menceritakan pengalaman saya yang sampai sekarang masih single, ternyata menikah itu jodoh, tetapi single itu juga jodoh karena bisa sama-sama bahagia," ujarnya. Aku pun akhirnya memahami bahwa pasangan tidak selamanya identik dengan jodoh. Mereka yang telah menikah bukan berarti telah berjodoh. Tidak sedikit di antara mereka yang telah menikah bertahun-tahun akhirnya bercerai. Jodoh, buatku beriringan dengan kebahagiaan. Jodoh adalah kebahagiaan itu sendiri, dengan atau tanpa pasangan.(halaman 112). Pengalaman keseharian yang menjadi ide tulisan menarik juga dialami Didi Cahya yang dalam buku itu menulis empat karya, yakni Kesuksesan Horizontal, Kos-kosanku Istanaku, Mengapa Aku Suka Sekali Tidur?, dan Passion vs Money. "Kesuksesan Horizontal itu berawal dari pernyataan sejumlah motivator bahwa kunci sukses adalah fokus, padahal tidak semua orang itu bisa fokus. Oleh karena itu, saya menemukan istilah kesuksesan horizontal yang berarti bahwa tidak fokus dengan banyak pekerjaan juga bisa sukses, selalu siap dalam banyak kesempatan," katanya. Pengalaman motivasi juga dikemukakan Fitria Widiyani Roosinda (Tya) yang menjadi dosen dan menuliskan lika-liku pengalaman dirinya berinteraksi dengan seorang mahasiswi luar biasa yang tidak mampu meneruskan kuliah, tetapi akhirnya bisa wisuda meski sambil bekerja dan sempat akan "berhenti" menjelang semester akhir. "Pengalaman mahasiswi itu menampar saya, saya tersadar bahwa menjadi dosen adalah profesi yang luar biasa. Bukan hanya sekadar mengajar, melainkan juga menjadi ibu dan sahabat bagi mahasiswanya," urainya. (halaman 64). Di akhir tulisannya, dosen yang mampu memotivasi mahasiswinya dari kalangan ekonomi lemah dan bahkan membayarkan biaya wisuda untuknya itu pun menerima "kado" puisi (disertai biaya wisuda yang dikembalikan) dari sang mahasiswi. "Wanita ini adalah bongkahan batu yang menumpuk, tetesan air mata yang mengkristal, peluh keringat yang mengumpul. Wanita ini adalah kapas yang begitu lembut, permen yang sangat manis, tinta yang terang, jarum yang sangat tajam, jamu yang begitu pahit. Wanita ini adalah angin yang sejuk, badai yang menakutkan, mendung yang tidak teraba, kabut yang sunyi, pagi yang indah, malam yang mencekam. Dan, wanita ini akan selalu ada di hatiku karena keluarbiasaannya, terima kasih, Ibu...". (Halaman 66). Namun, buku itu juga mengungkapkan pengalaman-pengalaman tan terduka, seperti Vika Wisnu yang menuliskan pengalaman perjalanan rekan-rekannya ke Thailand yang bertemu "stripper" bernama Donny yang ternyata impor dari Indonesia. Tidak terduga bukan?! (Halaman 77). Cerita yang tidak terduga juga ditulis Ellen Pratiwi dengan judul "Rahasia Terindah" pada halaman 196--198. Dia menuliskan pengalaman dirinya bisa mengendarai motor matic dan naik haji yang semuanya nyaris tidak mungkin. Akan tetapi, menjadi mungkin hanya bermula dengan keyakinan, cita-cita, doa, dan rahasia (secret) yang kuat. "Itu teori baru untuk terkabul," ungkapnya. (halaman 198). Setidaknya, buku bertajuk "Hidup Ini Indah, Beib" (HIIB) yang berisi 50 kisah inspiratif Perempuan Indonesia terbitan SatuKata Book@rt Publishing (Surabaya, Mei 2014) itu dapat menjadi salah satu rujukan untuk memahami perempuan. "Buku ini merupakan contoh 'literary documentary' atau catatan/dokumen bergaya sastrawi yang patut dibaca tidak hanya oleh kaum perempuan, tetapi juga oleh para lelaki agar mereka lebih mengenali perempuan-perempuan mereka," ucap Sirikit Syah dalam kata pengantarnya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014