Sidoarjo (Antara Jatim) - Puluhan mahasiswa Universtas Sunan Giri (Unsuri) Surabaya di Waru, Sidoarjo, Jawa Timur, melakukan demontrasi (demo) kepada manajemen kampus setempat terkait dugaan pungutan liar yang diberlakukan kepada mahasiswa, namun pihak yayasan meluruskan dugaan itu. Salah seorang mahasiswa M Latif, Selasa, mengatakan aksi ini dilakukan karena ada pungutan uang yang dilakukan oleh pihak manajemen kampus kepada mahasiswa. "Mahasiswa yang sudah lulus dan akan mengambil ijasah diharuskan membayar sejumlah uang kepada kampus. Pungutan itu sangat memberatkan kami mengingat banyak di antara mahasiswa yang menimba ilmu di kampus ini berasal dari kalangan kurang mampu," katanya. Ia meminta supaya pihak kampus tidak memberlakukan pemungutan tersebut seperti yang sudah disepakati sebelumnya supaya tidak ada pungutan apapun kepada mahasiswa. "Kami ingin tidak ada lagi pungutan yang diberlakukan kepada mahasiswa terlebih kepada mereka yang sudah lulus dan akan mengambil ijazahnya masing-masing. Kami akan terus berjuang demi mendapatkan hak kami," katanya. Dalam aksinya, mahasiswa membawa sejumlah poster dan juga spanduk yang isinya supaya tidak ada lagi pungutan yang diberlakukan kepada mahasiswa tanpa alasan yang jelas. Mahasiswa juga sempat membakar ban bekas dan menyegel kantor rektorat serta meminta seluruh karyawan kampus untuk keluar dari kantor rektorat. Mahasiswa itu juga melakukan doa bersama sebagai bentuk kekecewaan mereka terhadap pihak kampus. Komentar Yayasan Menanggapi aksi mahasiswa itu, Bendahara Yayasan Unsuri Surabaya, Jeje Abd Rozaq, mengomentari aksi para mahasiswa itu sebenarnya terkait dengan Beasiswa LP Maarif NU Jatim untuk sekitar 500 mahasiswa yang ditampung Unsuri. "Masalahnya, dua orang pengurus LP Maarif NU Jatim yang menjanjikan beasiswa itu sudah meninggal dunia, sedangkan Yayasan Unsuri tidak memiliki dokumen beasiswa itu, karena kami pengurus baru dan pengurus lama tidak mewariskan dokumen apa-apa," katanya. Dosen Unsuri yang juga dosen UIN Sunan Ampel Surabaya itu mengatakan pihak yayasan sebenarnya sudah menempuh jalan tengah untuk kebaikan bersama, karena Yayasan Unsuri tidak mungkin mampu menanggung biaya untuk 500-an mahasiswa itu. "Setiap mahasiswa itu membayar Rp4,8 juta untuk kuliah di Unsuri selama empat tahunan, tapi 500-an mahasiswa yang tidak jelas beasiswanya itu hanya kami minta membayar seperempat atau sekitar Rp2,2 juta saja selama kuliah," katanya. Menurut dia, solusi itu sebenarnya merupakan jalan tengah yang terbaik agar Unsuri tidak dirugikan, tapi para mahasiswa itu juga tidak terlantar, karena itu mereka harus membayar Rp2,2 juta secara "daring" ("online") untuk mendapatkan ijazah bila telah lulus. "Tapi, ada 30-an mahasiswa yang tidak terima dan menggelar demo itu. Saya sudah menemui mereka, tapi mereka menolak dan minta bertemu ketua yayasan yang tidak ada di kampus, padahal mereka mestinya tidak menemui ketua yayasan, tapi bertanya kepada LP Maarif NU Jatim," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014