Kairo, (Antara/Reuters) - Abdul Fatah as-Sisi, jenderal yang menggulingkan pemimpin pertama Mesir yang terpilih secara demokratis, hampir dipastikan memenangi pemilu presiden sebagaimana ditunjukkan dalam hasil sementara Kamis. Sisi berhasil memperoleh 92,2 persen suara di lebih dari setengah total daerah pemilihan, demikian seorang sumber menyatakan. Lawan mainnya, politisi kiri Hamdin Sabahi, hanya mampu mengumpulkan 3,8 suara. Dengan hasil ini, Sisi bergabung dalam daftar panjang pemimpin Mesir yang berasal dari kalangan militer. Kekuasaan kelompok tentara di negara itu sempat terhenti secara singkat saat tokoh sipil Momamad Moursi menduduki jabatan presiden pada tahun lalu. Para pendukung Sisi menilai dia adalah sosok yang akan mampu menghentikan spiral kekerasan di Mesir yang terus terjadi sejak revolusi Arab tiga tahun lalu. Namun sejumlah pengamat khawatir Sisi akan menjadi otokrat yang hanya melayani kepentingan militer sekaligus mengakhiri harapan demokrasi dan reformasi sebagaimana diharapkan oleh gerakan "Arab spring." Mantan kepala intelejen militer itu mungkin tidak mendapatkan mandat yang cukup untuk mengambil kebijakan tidak populer yang dibutuhkan Mesir bagi pemulihan pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan dan pengangguran, serta pengurangan subsidi energi. Partsisipasi pemilu hanya mencapai 44,4 persen dari total 54 juta pemilih yang terdaftar. Dengan demikian, Sisi tidak dapat mencapai target meraih 40 juta suara atau 80 persen jumlah total pemilih. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Sisi gagal mendapatkan dukungan yang besar setelah menggulingkan Moursi. Sejumlah wartawan Reuters melaporkan bahwa bilik-bilik suara di beberapa kota penting seperti Kairo dan Alexandria terpantau sepi. Ketua tim kampanye Sabahi, Hossam Moanes, mempertanyakan legitimasi pemilu dan bahkan mecurigai ada sejumlah pelanggaran. "Jumlah pemilih yang menggunakan hak suaranya pada hari lalu jauh lebih sedikit dibanding yang diumukan pada hari ini. Apakah mungkin prosentase tersebut tiba-tiba melonjak menjadi 46 persen?" kata Moanes. Sementara itu Ikhwanul Muslimin--yang diperkirakan mempunyai anggota satu juta orang--menolak pemilu dan menyebut pesta demokrasi tersebut sebagai perpanjangan kekuasaan militer. Kelompok yang loyal terhadap Moursi itu sebelumnya dibubarkan oleh militer karena dinilai sebagai teroris. Hampir 1.000 anggota Ikhwanul Muslimin tewas saat diburu oleh pasukan keamanan. Di sisi lain, kelompok kaum muda sekuler, yang awalnya mendukung penggulingan Moursi, kini menjadi kecewa karena Sisi membatasi hak untuk berdemonstrasi. Mereka juga menilai Sisi tidak mempunyai visi yang kelas untuk mengatasi sejumlah tantangan Mesir. Rencananya untuk memulihkan perekonomian, menciptakan lapangan kerja, dan defisit anggaran juga dinilai masih kabur. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014