Pamekasan (Antara Jatim) - Kesatuan Pemangkutan Hutan (KPH) Perhutani Madura, menyayangkan proses hukum pencurian kayu hutan negara pada petak 50 yang dilakukan oknum warga yang dinilai masih kurang serius meski kasusnya kini telah ditangani Polres Bangkalan, Jawa Timur. Kasus pencurian kayu hutan negara itu dengan modus operandi klaim atas kepemilihan lahan itu terjadi di Dusun Bullak, Desa Patengteng, Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan, dengan tersangka bernama Satem. Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perhutani Madura Dudi Kurniadi, Jumat mengatakan, dukungan semua pihak untuk melestarikan hutan negara sangat diperlukan, baik dari institusi kepolisian, TNI, Kejaksaan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) maupun kantor Pratama. "Kami sangat menyayangkan atas kejadian penebangan pohon secara ilegal yang telah lama berulang kali di lakukan oleh oknum masyarakat Desa Patengteng, Bangkalan, namun belum menunjukkan adanya penanganan yang lebih serius," ucap Dudi Kurniadi dalam surat elektronik yang disampaikan kepada Antara, Jumat siang. Padahal, dari pengakuan tersangka pelaku pembalakan hutan itu, tersangka memang tertangkap tangan melakukan pencurian kayu milik Perhutani tersebut, namun yang bersangkutan hanya menjadi tahanan luar dan tidak dimasukkan dalam sel oleh pihak berwenang. Padahal kayu yang dicuri itu merupakan aset negara, yang seharusnya menjadi perhatian khusus semua pejabat dan institusi negara, termasuk aparat penegak hukum. Disamping itu, petugas Perhutani (Polhut) yang berupaya untuk menangkap pelaku tersebut bukan pekerjaan mudah. Dalam prosesnya butuh waktu strategi, disamping harus mengukur kekuatan padahal petugas Perhutani sangat terbatas. Jika, sambung, pria yang sebelumnya bertugas di Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah itu, kejadiannya dibiarkan berlarut begitu saja, maka akan menjadikan preseden buruk bagi penegakan hukum di negeri ini. Dudi Kurniadi juga menjelaskan, sebenarnya masyarakat diberi keleluasaan untuk dapat memanfaatkan dalam pengelolaan kawasan hutan negara tersebut dengan syarat tidak menjadi hak milik pribadi warga. Yang terjadi akhir-akhir ini, justru ada klaim dari sebagian masyarakat terhadap tanah aset negara yang dikuasakan kepada Perhutani, termasukd di Bangkalan itu dengan munculnyya letter C/ petok C yang sebenarnya bukan bukti kepemilikan. Letter atau petok C itu juga tidak bisa dijadikan persyaratan untuk mendapatkan sertifikat, karena kawasan hutan negara yang dikelola Perhutani telah dibayar pajaknya oleh Perum Perhutani kepada Kantor Pajak Negara. "Sehingga tidak boleh atau jangan sampai terjadi pembayaran pajak ganda pada satu bidang tanah, bila terjadi overlap pasti terdapat yang salah dalam proses penerbitan sertifikat tanah kawasan hutan, serta semuanya harus diwadahi dengan LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) atau dengan sistim Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)," paparnya. Kasat Reskrim Polres Bangkalan AKP Andy Purnomo mengakui, saat ini pihaknya memang menangani kasus pencurian kayu hutan negara jenis jati dan akasia yang dilakukan oknum warga setempat. Tersangka pelaku pencurian kayu milik Perhutani itu bernama Satem (60). Selain menangkap pelaku, petugas juga menyita barang bukti(BB) berupa sekitar 50 gelondong kayu, yang terdiri dari kayu Aksia dan jati hasil penebangan. Menurut Kasat Reskrim Andy Purnomo, pelaku sebenarnya telah dua kali melakukan penebangan liar pada pohon milik negara. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, polisi menjerat pelaku pencurian kayu milik Perhutani ini dengan pasal 50 (3) huruf e Undang-Undang Kehutanan tahun 1999 junto Pasal 78 (5) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tetang Kehutanan dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Pelaku juga dijerat dengan Pasal 82 (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan Pemberantasan Kerusakan Hutan. Ancamannya 1 hingga 5 tahun penjara. Adapun mengenai kebijakannya tidak menahan tersangka, karena polisi memiliki pertimbangan tersendiri, yakni selama ini masih kooperatif dan diperkirakan tidak akan melarikan diri. "Dalam ketentuan, ancaman 5 tahun hukuman penjara memang bisa ditahan. Kami masih menganggap belum perlu untuk ditahan karena orangnya masih kooperatif," kilahnya. Kasus Kedua Kasus pencurian kayu milik Perhutani di Bangkalan ini merupakan kasus kedua yang berhasil ditangkap petugas Polhut dalam dua tahun terakhir ini. Kasus yang sama juga pernah terjadi pada Maret 2013. Dua oknum warga asal Desa Sotabar, Kecamatan Waru, dan warga Pasean, Kecamatan Pasean ditangkap Polhut dan diserahkan ke Mapolres Pamekasan karena diketahui mencuri kayu jati milik Perum Perhutani, Madura. Kedua pelaku itu dijerat dengan pasal 78 ayat 6 junto pasal 50 ayat 3 huruf h Undang-Undang Nomor: 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dengan ancaman denda Rp10 miliar dan hukuman penjara 5 tahun. Kedua orang warga ini terbukti mencuri kayu milik Perhutani sebanyak 167 batang atau 7,945 meter kubik. Jenis kayu yang dicuri itu berbagai macam, mulai dari jenis A1, A2 dan A3 dengan kisaran harga antara Rp1,7 juta hingga Rp4 juta per batang. Sebagaimana kasus pencurian yang terjadi di Bangkalan, tersangka pelaku pencurian kayu di Pamekasan itu, juga tidak ditahan. "Semestinya mereka itu ditahan agar memberikan efek jera. Jika tidak, tidak menutup kemungkinan aset negara yang dicuri warga akan terus bertambah," kata Dudi Kurniadi. (*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014