Trenggalek (Antara Jatim) - Australia Indonesia Partnership for Decentralisation (AIPD) melibatkan jaringan LSM (CSO/civil society organization) merancang program pendampingan terpadu bagi peningkatan standar pelayanan minimal di Pemkab Trenggalek, Jawa Timur.
Distric Fasilitator AIPD Trenggalek, Puji Handi, Kamis mengatakan, pelibatan organisasi sipil dilakukan untuk mendorong partisipasi publik dalam pembangunan, terutama untuk meningkatkan transparansi dan standar mutu layanan masyarakat oleh pemerintah daerah.
"Fokus AIPD kali ini adalah standar layanan minimal di bidang kesehatan dan pendidikan," kata Puji Handi dikonfirmasi di sela workshop dua hari penyusunan program kegiatan jaringan CSO "Forum Peduli Trenggalek" tahun 2014-2015 di Hotel Hayam Wuruk, Trenggalek.
Acara yang juga menghadirkan Kepala Bappeda Trenggalek, Joko Wasono dan aktivis FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) Ismail Amir tersebut diikuti sedikitnya 20 perwakilan organisasi masyarakat sipil, seperti LSM maupun organisasi kemasyarakatan se-Kabupaten Trenggalek.
Proses penyusunan program dimulai dengan melakukan pemetaan masalah dalam pola pelayanan daerah di bidang kesehatan dan pendidikan.
Puji Handi memberi contoh beberapa problem di dua sektor layanan publik tersebut yang kemudian menjadi pembahasan intensif peserta workshop, di antaranya adsalah rendahnya angka ODF (Open Defecation Free) atau bebas buang air besar sembarangan serta besarnya angka ketidaklulusan guru SD yang mengikuti uji kompetensi pendidik.
Diskusi yang kemudian dipandu langsung oleh praktisi masalah transparansi anggaran, Ismail Amir dan Koordinator AIPD Jawa Timur Esty Rahayu tersebut kemudian berkembang pada beberapa permasalahan lain di bidang kesehatan dan pendidikan yang menyebabkan standar layanan minimal di dua sektor tersebut sulit terpenuhi.
"Hasil pemetaan masalah itulah yang kemudian dijadikan landasan penyusunan program kerja jaringan CSO Forum Peduli Trenggalek pada Jumat (9/6), sehingga menjadi rencana aksi untuk dijalankan selama kurun 2014-2015.
Dijelaskan, melalui penyusunan program rencana aksi tersebut, jaringan masyarakat sipil atau CSO Trenggalek diharapkan bisa memberi input terhadap SKPD terkait, mulai dari tata cara penyusunan standar pelayanan minimal hingga tahap penerapan dan evaluasi.
Menurutnya, dalam menerapkan SPM akan ada indikator-indikator yang akan menjadi penilai tingkat keberhasilan dari program pelayanan pemerintahan yang dijalankan oleh setiap SKPD.
Terang Puji, pada dasarnya Pemerintah Indonesia telah memiliki peraturan lengkap dalam menjalankan roda pemerintahan, di setiap aturan tersebut juga telah ditetapkan batasan-batasan minimal yang harus dijalankan oleh masing-masing satuan kerja.
"Jadi landasan penyusunan SPM itu ya dari peraturan perundang-undangan itu sebetulnya, misalkan, dalam satu ruang kelas itu maksimal harus ada berapa murid, kemudian jarak sekolah dengan tempat tinggal siswa itu berapa kilometer, itu sudah ada semua," paparnya.
Namun yang terjadi selama ini, masing-masing perangkat kerja yang ada, kurang begitu memperhatikan hal-hal tersebut, sehingga kesulitan untuk mengukur dan memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.
"Misalkan, setelah menjalankan SPM dan kemudian di survey, ternyata jumlah masyarakat yang tidak puas masih diatas 70 persen, maka pelayanan itu belum berhasil, jadi semuanya terukur," ujarnya.
Dengan adanya standar pelayanan minimal tersebut, selain dapat memenuhi hak-hak masyarakat, juga diharapkan bisa menjadi tolok ukur keberhasilan yang di masing-masing satuan kerja. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014