Surabaya (Antara Jatim) - Direktur Utama PT Garam, Yulian Lintang, menyatakan kekhawatirannya terhadap kebijakan impor garam atas nama industri pangan yang terus berlangsung karena bisa dipastikan akan berpengaruh terhadap industri garam nasional. "Apalagi impor tidak hanya dilakukan pada tahun ini," kata Yulian, di Surabaya, Senin. Menurut dia, pada tahun lalu pemerintah juga telah memberikan izin impor garam untuk industri aneka pangan. Kalau tahun 2013, garam impor bagi industri aneka pangan mencapai 255.000 ton untuk lima badan usaha. "Namun tahun ini, rekomendasi impor garam industri aneka pangan mencapai 245.800 ton untuk empat badan usaha. Akibatnya, kini industri garam nasional kembali pada situasi yang tidak menentu," ujarnya. Kalau importasi untuk kepentingan industri pangan terus dilakukan, yakin dia, maka eksistensi garam produksi di Tanah Air bisa semakin hancur. Walau begitu, keluhan tersebut sudah disampaikannya kepada Menteri Koordinator Perekonomian. "Sebelumnya, kebijakan impor garam yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan 58 Tahun 2012 itu untuk mengendalikan impor garam. Sebagai implementasi, kami ditunjuk sebagai importir terdaftar garam," katanya. Dalam permendag tersebut, tambah dia, importir produsen garam industri adalah industri pengguna garam di luar garam konsumsi yang peruntukkannya sebagai bahan baku. "Di samping itu sebagai bahan penolong untuk produksi dan diperjualbelikan," katanya. Bahkan, sebut dia, pihaknya melakukan impor garam secara ketat sehingga harga garam petani mulai membaik. Akan tetapi pada prakteknya, garam yang didatangkan importir produsen garam industri digunakan sebagai bahan baku dengan produksi akhir tetap berupa garam halus. "Importir produsen garam juga memanfaatkan fasilitas importasi untuk industri sehingga tidak dibebani pajak pertambahan nilai. Seharusnya importasi garam untuk industri menanggung pajak tersebut," katanya. Namun, lanjut dia, dengan dibebaskannya dari pajak pertambahan nilai maka garam tersebut masuk dalam kategori garam konsumsi. Selain itu, hal tersebut juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 134 Tahun 2009 tentang Pengembangan Klaster Industri Garam Konsumsi. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014