Tulungagung (Antara Jatim) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim mengidentifikasi indikasi keberadaan macan tutul Jawa (Panthera Pardus Melas) di empat kawasan hutan konservasi yang tersebar di beberapa wilayah di Jawa Timur. Hal itu disampaikan Kepala Bidang Teknis BKSDA Jatim, Hartoyo, Selasa, menanggapi deklarasi penyelamatan macan tutul Jawa pada Konferensi Nasional Konservasi Macan Tutul Jawa di Bogor, 29-30 Januari 2014. "Sementara ini kami baru mendapat laporan indikasi keberadaan macan tutul jawa berdasar laporan dan kesaksian warga," kata Hartoyo dikonfirmasi Antara melalui saluran telepon. Diakuinya, eksistensi atau keberadaan Macan Tutul Jawa selama ini belum terdokumentasi secara baik karena belum masuk satwa prioritas yang dilindungi, berdasar peraturan Menteri Kehutanan RI. Tiga jenis satwa langka yang telah diidentifikasi dengan cukup baik dan menjadi prioritas pengawasan BKSDA berdasar Permenhut RI adalah Banteng Jawa (Bos Javanicus), Elang Jawa (Nisaetus Bartelsi), serta Kakatua Jambul Kuning (Cacatua Galerita). Macan Tutul Jawa belum masuk prioritas pengawasan BKSDA karena selama ini belum dimasukkan dalam daftar satwa langka dilindungi, mesko eksistensinya di alam bebas sama-sama diambang kepunahan. "Kami masih menunggu aturan serta payung hukumnya yang menetapkan macan Tutul Jawa sebagai spesies yang dilindungi dari ancaman kepunahan, sebelum menyusun langkah ataupun rencana tindak lanjut," terang Hartoyo. Keberadaan kucing besar yang diprediksi populasinya semakin sedikit seiring alih fungsi lahan secara masif di pulau Jawa, perburuan serta konflik dengan manusia, hingga penyakit lain itu hanya teridentifikasi di BKSDA berdasar keterangan maupun kesaksian masyarakat. Selama kurun lima tahun terakhir, lanjut Hartoyo, laporan keberadaan macan tutul Jawa dilaporkan teridentifikasi di kawasan Cagar Alam Ijen (Bondowoso), Cagar Alam Sempu (Malang selatan), Cagar Alam Sigoho dan Picis (Ponorogo). Namun kepastian mengenai keberadaan, populasi, serta area jelajah Macan Tutul Jawa ataupun yang jenis Macan Kumbang di empat kawasan tersebut belum terklarifikasi melalui suatu metode penelitian dan pengamatan secara ilmiah. "Ini masih berdasar analisis okuler, dimana indentifikasi keberadaan masih bersifat general berdasar keterangan dan kesaksian warga. Untuk pertemuan langsung antara petugas (BKSDA) dengan satwa bersangkutan, sejauh ini belum pernah, kecuali di kawasan Ijen beberapa waktu lalu," terang Hartoyo. Sumber Antara di KPH Perhutani Blitar maupun KPH Kediri Selatan yang menaungi kawasan hutan produksi dan hutan lindung di sepanjang pesisir selatan Jatim mulai Trenggalek hingga Malang selatan juga mengonfirmasi keberadaan Macan Tutul Jawa di beberapa lokasi. Namun data yang terdokumentasi di KPH Blitar maupun KPH Kediri juga masih berdasar analisis okuler, dan belum dilakukan pengamatan secara metodologis. "Kami mencatat sedikitnya tiga kali pertemuan manusia dengan sejenis macan tutul, macan seruni dan macan kumbang di kaki Gunung Kelud (daerah Wlingi, Kabupaten Blitar) pada Juni 2012, dan di kawasan hutan produksi di Kecamatan Campurdarat (Tulungagung) pada Juli 2012," terang Kaur Lingkungan KPH Blitar, Dwi Endang, Pihaknya pernah mencoba melakukan pengamatan langsung dengan metode biodiversity, yakni teknik pengamatan flora/fauna pada satu garis wilayah pada sampel petak yang telah ditentukan). Namun saat itu belum menemukan adanya jejak macan tutul Jawa, meski lokasi sampel area yang diambil berada tak jauh dari lokasi pertemuan karnivora langka tersebut di kaki Gunung Kelud (jarak sekitar 3-5 kilometer). Pemerhati macan tutul jawa, Hendra Gunawan mengatakan macan tutul jawa (Panthera pardus melas) menjadi satu-satunya kucing besar yang masih hidup di Pulau Jawa sejak harimau jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah pada 1980-an. "Namun, nasib suram harimau jawa diperkirakan tidak lama lagi akan menghampiri macan tutul jawa bila manusia hanya diam saja," kata dia saat memberi ulasan dalam Konferensi Nasional Konservasi Macan Tutul Jawa di Bogor, 29-30 Januari. Macan tutul jawa masuk dalam kategori "critically endangered" (kritis) dalam daftar spesies-spesies terancam IUCN (International Union for Conservation of Nature) dan berada dalam kategori apendiks 1 dalam CITES. Selain tingkat perkawinan dan perkembangbiakan alaminya rendah, kuat dugaan semakin menyempitnya habitat menjadi alasan di balik ancaman kepunahannya. Hingga kini, tidak ada data pasti mengenai jumlah macan tutul yang hidup di alam. "Sejak pemetaan empat tahun di pulau jawa. Populasi macan tutul jawa lebih banyak ditemui di halimun-salak atau gede-panggrango," kata Hendra. Ia juga melihat bahwasannya keberadaan macan tutul jawa saat ini sudah mencakup wilayah perukiman. Hal tersebut disebabkan hewan asli pengunungan tersebut sudah kekurangan satwa buruannya. "Macan tutul turun gunung disebabkan hewan buruannya sudah habis (kera, babi, landak, lutung) dan bila di lingkungan hidupnya persediaan makanan sudah berkurang, maka macan tutul masuk ke perkampungan untuk mencari ternak," kata Hendra. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014