Surabaya (Antara Jatim) - Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Kota Surabaya menyesalkan tindakan petugas Satuan Polisi Pamong Praja yang tetap arogan, meski sudah ditegur berkali-kali oleh anggota dewan. Anggota Komisi C DPRD Surabaya Agus Sudarsono, Selasa mengatakan adanya puluhan anggota Satpol PP bersitegang dengan para sopir pikap pengangkut sayur pedagang Pasar Keputran pada Senin (27/1) malam menunjukkan arogansi itu. "Mestinya tidak arogan seperti itu. Utamanya sampai sempat terjadi ketegangan dengan para PKL dan sopir pikap sayur," kata Agus. Apalagi kejadian itu hanya terjadi beberapa jam setelah rapat dengar pendapat di gedung DPRD Surabaya. Untuk itu, ke depan mestinya jajaran Satpol PP yang dibawah harus bersikap simpati. "Selama pedagang atau sopir sayur tidak melawan dan anarkis maka Satpol PP tetap harus santun. Agar kesan Satpol PP tetap terjaga di mata masyarakat. Tidak terkesan selalu arogan saat melakukan penertiban," ujarnya. Ditambahkan politisi asal Golkar, pihaknya berharap kepada para PKL Pasar Keputran juga tidak boleh seenaknya. Jangan berdagang di jalan dan jaga kebersihan. "Kita juga akan mengagendakan mengundang pihak terkait serta sidak ke Pasar Keputran," katanya. Diketahui ketegangan antara Satpol PP dan sopir angkut sayur berawal saat para sopir tidak diperbolehkan untuk memarkir kendaraannya di tempat biasanya di Jl. Urip Sumoharjo. Padahal di rambu-rambu lalu lintas tertulis larangan parkir hingga pukul 20.00. Namun hingga pukul 21.00 lebih, petugas Satpol PP tetap tidak memperbolehkan kendaraan pengangkut sayur parkir di tempat itu. Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima (Apkli), Rifa'i, bersedia memberikan bukti-bukti kekerasan Satpol PP kepada para pedagang kaki lima. "Saya punya buktinya semua, mulai dari foto kejadian sampai pada rekamannya, semua itu menunjukkan satpol pp tidak sopan," katanya. Kepala Satpol PP Kota Surabaya Irvan Widyanto sebelumnya mengatakan tetap bersikukuh dengan mengizinkan pedagang untuk berjualan mulai pukul 21.00 WIB hingga 05.00 WIB. Jam operasional pasar ini harus dilakukan karena jumlah kendaraan semakin banyak, sehingga butuh akses jalan yang memadai. "Itu tuntutan pengguna jalan. Itu jalan bukan milik pedagang, tapi milik warga Kota Surabaya," tegasnya.(*)

Pewarta:

Editor : Endang Sukarelawati


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014