Oleh Laily Widya A. Surabaya (Antara Jatim) - Waka Babinkum TNI DR Hari Utomo SH MH menegaskan bahwa kapal tenggelam yang disebut "Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam" (BMKT) juga tergolong situs arkeologi dan warisan cagar budaya, karena itu perlu dilindungi. "BMKT merupakan benda berharga yang memiliki nilai sejarah, budaya, ilmu pengetahuan, dan ekonomi yang tenggelam sekitar 50 tahun di perairan Indonesia," katanya dalam seminar di Universitas Hang Tuah (UHT) Surabaya, Sabtu. Dalam seminar "Protection of Archeological and Cultural Heritage In International" itu, ia menjelaskan BMKT paling banyak ditemukan di perairan Selat Sunda dalam kapal-kapal dari China yang sengaja ditenggelamkan maupun tidak sengaja ditenggelamkan. "Dengan tersebarnya titik-titik BMKT di beberapa perairan Indonesia seperti Selat Malaka, Sumatera Selatan, maka perlu adanya upaya perlindungan," katanya dalam kegiatan yang diadakan oleh UHT bekerja sama dengan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta serta Dinas Budaya dan Pariwisata. Senada dengan DR Hari Utomo, Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum UHT Dr Chomariyah SH MH menjelaskan berlatar belakang banyaknya kasus kapal tenggelam di perairan Indonesia, baik di laut teritorial maupun Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), maka Indonesia perlu melakukan ratifikasi terhadap UNESCO Convention. "Indonesia perlu meratifikasi konvensi UNESCO tersebut guna memberikan standar internasional tentang hukum laut yang memiliki warisan budaya laut untuk melindunginya," katanya. Pertimbangan Indonesia melakukan ratifikasi terhadp Konvensi UNESCO, di antaranya kebutuhan kerja sama dalam perlindungan terhadap warisan budaya bawah laut, kebutuhan untuk transfer teknologi bagi Indonesia, serta untuk kepentingan masyarakat. Sementara itu, Guru Besar dari "University of Chicago Law School USA" Prof Adam Walwork menambahkan Konvensi UNESCO mengeluarkan peraturan mengenai larangan untuk mencegah Ekspor Impor dan Transfer Kepemilikan Properti secara hukum internasional. Ia menjelaskan bahwa hukum kebudayaan saat ini telah berkembang dalam 40 tahun ini di negara berkembang yang meliputi peraturan tentang penggalian dan membatasi perdagangan harta benda nasional. Hal itu juga dibenarkan perwakilan dari "University of Technology Sydney, Prof Ana Filipa Vrdoljak. Ia menyoroti pelaku perusakan, penjarahan, dan pencurian situs budaya yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban melalui Mahkmah Pidana Internasional di Den Haag. "Kekayaan budaya itu dilindungi dalam konteks kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan genosida Internasional," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014