Surabaya (Antara Jatim) - Komisi D Bidang Kesra DPRD Kota Surabaya akhirnya menuntaskan pembahasan Raperda Perdagangan Orang yang diharapkan bisa menekan kasus "trafficking" di Kota Pahlawan itu. Ketua Komisi D DRPD Surabaya, Baktiono, Rabu (15/1), mengatakan, secara prinsip Perda ini sebagai penerjemahan dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. "Sejauh ini kami belum mengetahui secara pasti berapa jumlah kasus 'trafficking' di Surabaya. Dengan perda diharapkan kasus 'human trafficking' di Surabaya bisa ditekan sesedikit mungkin," katanya. Namun sebelum itu, lanjut dia, raperda itu nantinya akan dikirim ke Gubernur Jawa Timur (Jatim) untuk dikoreksi. Setelah itu, akan diajukan ke Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) baru disahkan oleh DPRD Surabaya melalui rapat paripurna. Menurut Baktiono, raperda yang selesai dibahas merupakan inisiatif dari dewan. Selama ini, lanjut dia, dalam UU tidak ada petunjuk teknis mengenai penerjemahan pelaksanaanya, sehingga dalam raperda ini nantinya juga akan mengatur soal tempat-tempat yang menjadi fokus pengamanan. Beberapa lokasi yang bakal jadi fokus pengamanan di antaranya, di pusat-pusat perbelanjaan, tempat hiburan dan juga terminal serta stasiun. "Nantinya, tempat-tempat tersebut akan dijaga oleh Satpol PP," ujarnya. Menurutnya, saat ini sebenarnya cukup banyak sekali tempat yang dijadikan lokasi perdagangan manusia. Apalagi, Surabaya saat ini juga diindikasikan sebagai tempat transit bagi aksi trafficking di Indonesia bagian Timur. "Kejahatan ini diduga melibatkan pejabat pemerintahan. Sehingga, praktik kejahatan kemanusiaan tersebut bisa berlangsung terus menerus," katanya. Untuk itu, ia berharap tidak hanya pelaku "trafficking" saja yang diganjar hukuman, namun beberapa pejabat yang ikut memback up juga harus dikasih sanksi secara tegas. Hal itu untuk memutus mata rantai perdagangan manusia yang semakin merajalela. Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkot Surabaya, Maria Theresia Ekawati Rahayu yang ikut dalam pembahasan menambahkan, dalam raperda yang telah dibahas antara Komisi D dengan pemkot terdiri dari 20 pasal. Beberapa poin yang tercantum dalam pasal trsebut adalah mengatur berbagai macam jenis hukman bagi para pelaku, mulai dari sanksi administratif hingga pemberian berupa hukuman pidana. Sementara untuk kategori pelaku, tambahnya, pelaku dibagi ke dalam beberapa kriteria, baik atas individu, korporasi maupun pegawai pemerintahan. "Perda ini juga mengatur tentang upaya pencegahan hingga penindakan dari kasus-kasus traffiking," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Tunggul Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2014