Surabaya (Antara Jatim) - Pakar hukum rumah sakit pada Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya Eko Pujiyono SH MH mengimbau aparat penegak hukum untuk menggunakan Hukum Kesehatan atau Hukum Kedokteran untuk sengketa medis oleh dokter Dewa Ayu Sasiary Prawani. "Harus dipahami bahwa ilmu kedokteran itu ada ketidakpastian, sedangkan ahli hukum selalu menginginkan kepastian, karena itu konstruksi norma yang dilakukan untuk menjerat ketiga dokter di Manado itu sebaiknya berlandaskan konsep hukum kesehatan dan hukum kedokteran," katanya di Surabaya, Minggu. Di sela-sela Dialog Publik "Paradigma Penyelesaian Sengketa Medis (Studi Kasus dr Dewa Ayu Sasiary Prawani Sp.OG)" di Universitas Hang Tuah (UHT) Surabaya, ia menjelaskan pembuktian malapraktik yang dilakukan dokter bukanlah hal yang mudah, karena itu perlu sidang tim etik. "Jadi, penghukuman atas dasar pasal-pasal pidana (KUHP) membuktikan bahwa aparat penegak hukum sesungguhnya tidak memahami filosofi dasar dari hubungan antara penyedia jasa medis dengan pengguna jasa medis maupun hubungan antara dokter dan pasien," katanya. Eko yang juga sedang menempuh pendidikan Doktor Ilmu Hukum di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dengan bidang kajian Hukum Rumah Sakit itu mengatakan hukum kesehatan mengatur penentuan nilai moral perihal baik-buruk atau benar-salah harus bertolak pada etika kesehatan, yakni "biomedical ethics". Hal itu dibenarkan oleh dr Nurtjahyo SpF SH yang mewakili Ikatan Dokter Indonesia Cabang Jatim dalam dialog publik yang dibuka Rektor UHT Surabaya Laksda TNI (Pur) H. Mohamad Jurianto SE itu. "Dokter dalam melakukan tugasnya mempunyai aturan yang harus ditaati dan apabila melakukan kesalahan ada kode etik yang menangani. Jadi, jangan langsung dijerat pidana, tapi perlu pertimbangan tim etik," katanya. Sementara itu, Ketua Program Studi Magister Hukum UHT Dr Chomariyah SH MH mengatakan munculnya kasus dokter Ayu itu memicu perlunya dokter-dokter untuk belajar hukum, termasuk hukum kesehatan atau hukum kedokteran itu sendiri. "Belajar hukum ini untuk melindungi diri mereka dari kesalahan dan bisa bertindak sesuai aturan yang ada. Yang jelas, setiap keilmuan maupun profesi harus dijalankan sesuai dengan prosedur dan proporsional. Bila sudah dijalankan dengan benar, maka pemidanaan bisa diminimalkan," katanya. Lain halnya dengan drg Betty Puspitawati MARS dari Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI). "Sengketa antara dokter dan pasien biasanya disebabkan kurangnya komunikasi dokter dengan pasien, komunikasi yang lemah akan membuat pasien membuat interpretasi dan persepsi yang berlainan dan berbeda, bahkan memojokkan dokter," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Masuki M. Astro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013