Surabaya (Antara Jatim) - Panitia Pemilihan Wakil Wali Kota Surabaya menyarankan agar salah satu calon wali kota setempat Syaifudin Zuhri menjalani tes psikologi ulang sebagaimana rekomendasi tim dokter RSUD Soewandhi Surabaya. "Kalau memang perlu diulang kenapa tidak. Kalau diulang kan tidak mematikan. Waktunya cuma satu hari," kata Sekretaris Panitia Pemilihan Wakil Wali Kota Surabaya, Sudirjo, kepada Antara di Surabaya, Jumat. Menurut dia, hasil tes kesehatan dari tim dokter RSUD Shoewandie menyebutkan hasil tes psikologi Syaifudi Zuhri perlu diulang, karena ada jawaban dari pertanyaan tes yang terlalu dilebih-lebihkan atau yang baik-baik saja. Panitia pemilihan telah melaporkan hasil verifikasi persyaratan dua calon wawali dalam rapat Badan Musyawarah DPRD Surabaya, Rabu (30/10). Hanya saja, Banmus belum memutuskan hal itu menjadi penting untuk diulang, tetapi justru memutuskan pemilihan wawali Surabaya digelar pada 6 November. "Secara detail itu perlu waktu. Perlu pencermatan supaya tidak ada gejolak di kemudian hari," katanya. Mengenai calon wawali lainnya, Wisnu Sakti Buana, Sudirjo mengatakan bahwa dari hasil catatan tim dokter hanya kelebihan sel darah putih. "Tapi, itu tidak ada saran dokter untuk mengulangi," katanya. Senada dengan Sudirji, Ketua Panitia Pemilihan Wawali Surabaya Eddie Budi Prabowo mengatakan bahwa akan lebih baik jika Syaifudin Zuhri menindaklanjuti rekomendasi tim dokter tersebut. "Kalau diulang akan lagi lebih bagus," katanya. Namun demikian, lanjut dia, secara umum hasil tes kesehatan kedua calon wawali dinyatakan sehat secara jasmani dan rohani. "Tes kesehatan kedua ini lebih lengkap dari tes kesehatan awal," katanya. Mengenai kemungkinan adanya manipulasi tes kesehatan seperti halnya menggunakan urine orang lain, Eddie mengatakan hal-hal itu bisa saja terjadi, tetapi pihaknya masih berpedoman terhadap hasil tes tim dokter. "Jika ada kesalahan di kemudian hari, ya, salahkan rumah sakit," katanya. Seorang Psikolog di Surabaya, Herlina mengatakan hasil tes psikologi yang dibagus-baguskan bisa mengungkap seberapa jujur orang itu ketika menjawab pertanyaan. "Kalau dia terlalu membaik-baikkan diri itu masuk kategori 'faking good' dan kalau menjelek-jelekkan diri itu masuk 'faking bad'," katanya. Ia mengatakan jika cenderung membaikan dirinya maka perlu dites ulang. "Kalau prediski saya mungkin skor 'faking good'-nya di atas skala kewajaran," katanya. Herlina mengatakan psikotes bukan hanya prediksi saja, melainkan ada rumusan yang bisa dipertanggungjawabakan secara empiris. Idealnya tes tidak hanya satu jenis saja, melainkan harus dilakukan dengan banyak tes. Jika tes satu diragukan, maka tes lainnya bisa dijadikan perbandingan. "Jadi kesalahan tidak hanya pada subyeknya saja, melainkan juga psikolognya kenapa hanya memberi satu jenis tes," katanya. (*)

Pewarta:

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013