Surabaya (Antara Jatim) - Ketua IV BPK Dr Ali Masykur Musa menegaskan bahwa Mendikbud, Menkeu, dan Ketua BPK harus bertemu untuk membahas penggunaan "PNBP" (penerimaan negara bukan pajak) yang berasal dari mahasiswa, namun bisa dianggap korupsi bila tidak disetorkan ke kas negara terlebih dulu. "Soal itu (PNBP) sebenarnya sudah disikapi Mendikbud dengan mengeluarkan keputusan tentang status perguruan tinggi negeri (PTN) sebagai PT BH (perguruan tinggi berbadan hukum), sehingga sifatnya lebih semiotonom, tapi Mendikbud perlu membahas keputusan itu dan implementasinya dengan Menkeu dan Ketua BPK," katanya di Surabaya, Kamis. Ketika berbicara dalam 'workshop' "Menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK)" yang diadakan Sistem Pengendalian Intern ITS Surabaya pada 31 Oktober-1 November itu, ia menjelaskan PNBP dari mahasiswa (sumbangan penyelenggaraan pendidikan, sumbangan pengembangan institusi, dan sejenisnya) merupakan anggaran di luar perencanaan seperti halnya hibah dari luar negeri. "Tapi, uangnya tetap harus disetorkan ke kas negara terlebih dulu, karena perguruan tinggi yang menerimanya merupakan lembaga negara, sehingga uang yang diterimanya menjadi bagian dari penyelenggaraan negara ini," katanya menjawab sejumlah dosen dan staf ITS yang mencecar dengan pertanyaan seputar PNBP itu. Menanggapi dilema dalam masalah PNBP yang jika disetorkan ke kas negara akan sulit pencairannya tapi jika tidak disetorkan ke kas negara akan dianggap korupsi, ia menyatakan keputusan Mendikbud memosisikan PTN sebagai PT BH akan sangat membantu PTN untuk pengunaan PNBP tanpa menyetorkan ke kas negara terlebih dahulu. "Tapi, hal itu harus dibicarakan dulu dengan Menkeu dan Ketua BPK agar tidak menjadi masalah dalam implementasi di lapangan. BPK semula menyarankan PTN menjadi BLU (badan layanan umum) agar penggunaan dana yang diterima PTN menjadi fleksibel, tapi Mendikbud ternyata memutuskan untuk mengalihkan PTN ke PT BH yang juga flesibel karena semi otonom," tuturnya. Dalam workshop yang juga menampilkan Prof Dr Haryono Umar MSc Ak (Irjen Kemdikbud) dan Dr Binsar H Simanjuntak (BPKP Jatim), ia mendukung rencana ITS menjadi "Wilayah Bebas Korupsi (WBK)", karena itu dirinya menyarankan pembenahan organisasi, regulasi, sumberdaya manusia, pengawasan internal, akuntabilitas, pelayanan publik, efektivitas, dan budaya kerja. "Kalau semua pembenahan itu terpenuhi hingga menjadi institusi yang tidak birokratis dan mengutamakan pelayanan, maka saya yakin KPK akan datang untuk menandatangani Kawasan Bebas Korupsi itu. Kalau KPK sudah begitu dan BPK menyatakan wajar tanpa pengecualian, maka dosen dan karyawan di sini bisa diusulkan menerima renumerasi," tukasnya. Ia menyebut tiga tanda keuangan yang bagus pada sebuah lembaga yakni semuanya bisa dilacak mulai dari anggaran, dokumen, dan laporan keuangannya. Dua tanda lainnya yakni kepatuhan terhadap aturan dan penyajian anggaran yang bagus (neraca, laporan realisasi anggaran, dan catatan atas laporan keuangan). Dalam kesempatan itu, Rektor ITS Prof Tri Yogi Yuwono DEA menyatakan workshop yang diadakan merupakan rangkaian dari tekad untuk menjadi Wilayah Bebas Korupsi. "Workshop selama dua hari ini akan diakhiri dengan penandatanganan MoU ITS-BPKP untuk advokasi untuk mewujudkan tekad itu," ujarnya.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013