Bojonegoro (Antara Jatim) - Pemkab Bojonegoro, Jatim, menghentikan penambangan tanah uruk dengan peralatan mekanik di Desa Tebon, Kecamatan Padangan, karena tidak berizin. "Penambangan tanah di Desa Tebon kita hentikan sehari lalu karena tanpa dilengkapi dengan izin, selain juga memanfaatkan peralatan mekanik sebuah buldoser," kata Kepala Kantor Satpol PP Pemkab Bojonegoro Kusbiyantko, Selasa. Ia menegaskan sesuai Peraturan Daerah (Perda) Jatim No.1 tahun 2005 tentang Pengendalian Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C Pada Wilayah Sungai Di Jatim untuk penambangan tanah uruk harus memiliki izin. Selain itu, katanya, sesuai perda itu penambangan tanah uruk karena merupakan penambangan rakyat juga tidak diperbolehkan memanfaatkan alat berat. "Penambangan rakyat harus dilakukan secara manual," ujarnya. Ia mencontohkan, penambangan tanah uruk di Desa Payaman, Kecamatan Ngraho, yang melibatkan sekitar 20 tenaga kerja tidak dihentikan karena dilakukan secara manual, selain juga sudah memiliki izin penambangan rakyat. Oleh karena itu, ia meminta pengusaha penambangan tanah uruk asal Blora Jateng di Desa Tebon, Kecamatan Padangan, agar mengurus izin penambangan tanah. "Pengusahanya beralasan penambangan masih dalam tahap uji coba karena memperoleh pesanan tanah uruk di proyek migas Blok Cepu. Tapi pengusahanya bersedia menghentikan kegiatan penambangan dan saat ini sedang mengurus izin," paparnya. Tidak hanya itu, lanjutnya, pengusaha juga wajib melakukan sosialiasi penambangan tanah uruk kepada masyarakat dan bersedia melakukan reklamasi setelah penambangan rampung. Ia juga menjelaskan lokasi tanah di penambangan tanah uruk di Desa Tebon sudah merusak lingkungan tanah, apalagi berdekatan dengan tanah "solo vallei werken" (SVW) yang merupakan tanah negara yang dibebaskan pada jaman Belanda. Kusbiyanto juga mengaku pihaknya menemukan sejumlah penambangan pasir dengan memanfaatkan alat berat yang tidak dilengkapi dengan izin di sejumlah kecamatan, antara lain di Kecamatan Ngraho, juga yang lainnya yang luasnya mencapai 20 hektare. Penambangan pasir bisa dilakukan di atas tanah, jelasnya, karena dulunya lokasi setempat merupakan sungai Bengawan Solo yang sudah bergeser menjadi tanah dataran karena alur sungai berpindah. "Kami juga akan menertibkan penambangan pasir yang memanfaatkan alat berat di atas tanah yang semuanya tidak berizin itu," katanya, menegaskan. (*)

Pewarta:

Editor : Slamet Hadi Purnomo


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013