Oleh Budi Setiawanto Jakarta (Antara) - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat menyatakan semangat keIndonesiaan sebagai satu bangsa sangat jelas terlihat dalam berjuang menyelamatkan seorang TKI Wilfrida Siok (20) yang terancam hukuman mati di Malaysia. "Ini adalah wujud semangat 'Indonesian Incorporated for Humanity' atau sinergi berbagai elemen bangsa untuk kemanusiaan, dalam membela nasib Wilfrida sebagai sesama anak bangsa," kata Jumhur melalui surat elektronik dari Mahkamah Tinggi Kelantan, Malaysia, Senin, untuk mendampingi langsung persidangan atas TKI asal Koloulun, Belu, NTT itu. Ia menyampaikan apresiasi atas berbagai sikap, pernyataan, dan upaya bersama dalam menyelamatkan Wilfrida dari ancaman hukuman mati. Jumhur menyebut berbagai upaya yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, Duta Besar RI di Kuala Lumpur, Herman Prayitno, Anggota Komisi IX DPR Rieke Dyah Pitaloka, mantan Pangkostrad Prabowo Subianto, serta sejumlah elemen perjuangan kemanusiaan mewakili lembaga swadaya masyarakat tanah air, termasuk berbagai dukungan melalui media sosial. Banyak pula yang datang memberikan dukungan langsung dan menyaksikan proses persidangan Wilfrida termasuk kedua orangtua Wilfrida, Raikardus Mau dan Maria Kolo, serta perwakilan Keuskupan Belu Pastor Gregorius Sainudin Dudy, pejabat Pemda, serta utusan DPRD Kabupaten Belu. Jumhur berada di Kelantan, Malaysia, sejak Minggu (29/9) bersama rombongan BNP2TKI, dengan tujuan menghadiri persidangan Wilfrida sekaligus mengharapkan pembebasannya dari kemungkinan hukuman mati. Sidang ke-9 bagi Wilfrida dipimpin hakim tunggal Datuk Akhmad Zaidi Ibrahim sedangkan pengacara Wilfrida yang diwakili Rafitzi&Rao atas fasilitasi KBRI, pada sidang kali ini dilengkapi kehadiran pengacara kondang Malaysia Tan Sri Mohd Syafii Abdullah, yang diajukan oleh Prabowo. Sidang lanjutan itu mengagendakan putusan sela terkait diterima atau tidaknya dakwaan penuntut yang mengajukan pasal pembunuhan berencana. Namun demikian, pihak pengacara Wilfrida meminta agar hakim menangguhkan putusan sekitar satu bulan guna melengkapi bukti-bukti tambahan. Disebutkan, Wilfrida tergolong di bawah umur untuk melakukan perbuatan terencana dalam kasus pembunuhan, karenanya tidak boleh mendapat hukuman mati sebagaimana berlaku dalam undang-undang pidana di Malaysia. Menurut pengacara Wilfrida, kliennya yang lahir pada 12 Oktober 1993 masih belum genap berumur 18 tahun saat kasusnya terjadi, 7 Desember 2010. Pengacara Wilfrida meminta pula dilakukan pemeriksaan medis psikiatris di Rumahsakit Universitas Sains Malaysia. Pemeriksaan tersebut untuk menguji benar tidaknya usia Wilfrida di bawah 18 tahun, meski di dalam paspor usia Wilfrida telah dipalsukan menjadi 21 tahun. Akhirnya, hakim menyetujui usulan pengacara Wilfrida. Sidang putusan sela untuk Walfrida itu pun ditunda sampai 17 November 2013. "Hasil sidang ini sangat baik dan berpotensi meringankan perjuangan kita baik dalam mengawal maupun harapan menyelamatkan Wilfrida," kata Jumhur. Ia optimistis Wilfrida dapat terbebas dari jerat hukuman mati, dengan mengacu bukti kuat bahwa usia Wilfrida ternyata tak memenuhi syarat untuk dihukum mati. Sementara itu, dalam persidangan pada 26 Agustus 2013, Wilfrida dituntut hukuman mati melalui kasus pembunuhan berencana terhadap Yeap Seok Pen (60), orangtua perempuan dari majikannya. Kesalahan Wilfrida itu didasarkan pasal 302 Kanun Keseksaan dengan ancaman mati (mandatory). Wilfrida berangkat ke Malaysia tanpa dokumen ketenagakerjaan pada 26 November 2010, melalui jasa perorangan (sponsor) di Kupang, NTT. Walfrida diterbangkan ke Jakarta, dan setibanya di Malaysia diterima agen perekrut TKI Kelantan, AP Master SDN. BHD.(*)

Pewarta:

Editor : Chandra Hamdani Noer


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013