Ponorogo (Antara Jatim) - Pemerintah Indonesia mendesak Singapura agar mengubah kebijakan menyangkut mekanisme rekrutmen tenaga kerja Indonesia (TKI), dan meminta negara tetangganya tersebut mengikuti aturan yang berlaku serta disepakati kedua negara.
Protes tersebut secara lisan disampaikan Kepala Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Mohammad Jumhur Hidayat di Ponorogo, Selasa.
"Kami akan minta pemerintah Singapura agar mengubah peraturan soal 'direct recruitment' ini, karena sudah merugikan hak-hak calon TKI dan mengurangi perlindungan terhadap mereka," ujarnya kepada wartawan.
Menurut Jumhur, maraknya rekrutmen atau penerimaan langsung para TKI menjadi pembantu rumah tangga dari Indonesia oleh warga Singapura tidak lepas dari kebijakan Pemerintah Singapura yang mengizinkan perekrutan tenaga kerja asing secara langsung.
Akibatnya, manipulasi data keimigrasian acapkali dilakukan para calon TKI yang tergiur dengan iming-iming gaji besar dan prosedur keberangkatan yang lebih mudah.
Padahal sistem perekrutan langsung tersebut justru merugikan para TKI, sebab mereka secara hukum tidak terlindungi.
Pemerintah Indonesia juga akan mengalami kesulitan melakukan advokasi jika TKI bersangkutan mengalami masalah hukum ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan kecelakaan kerja, misal trafficking, perbudakan, ataupun penganiayaan.
"Akhir-akhir ini (Pemerintah) Singapura agak brengsek. Mereka mendatangkan orang-orang kita tanpa dokumen lalu dipekerjakan sebagai PRT (pembantu rumah tangga) di
sana, dokumennya dibuat belakangan. Ini rentan dengan berbagai risiko bagi TKI yang
didatangkan tersebut," kecam Jumhur.
Selain akan mendesak perubahan peraturan, BNP2TKI juga akan melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat untuk tidak tergiur pekerjaan tanpa dokumen jelas.
"Kami akan kampanyekan itu (TKI berdokumen). Warga juga diminta jeli dengan modus ini," imbuhnya.
Selain di Singapura, lanjut Jumhur, modus kunjungan wisata yang kemudian disalahgunakan untuk bekerja di luar negeri juga terjadi di negara lain seperti di Syria, Arab Saudi, Kuwait dan negara-negara Timur Tengah lain, namun angka kasusnya terus turun dan baru mulai marak di Singapura.
"Jumlahnya belum tahu, tapi trennya meningkat. Kalau di Timur Tengah ratusan ribu TKI, di Malaysia sampai satu juta orang. Ini diketahui sebagai TKI tidak berdokumen alias ilegal," kata Jumhur.
Kepala UPT UP2 TKI Jawa Timur Hariyadi menyatakan, sejauh ini pihaknya belum mencatat jumlah TKI di Singapura dengan modus ini.
Diakuinya, UPT UP2TKI Jatim bersama Kantor Imigrasi juga sulit mendeteksi seseorang yang ternyata memasuki Singapura untuk bekerja.
"Kami hanya bisa mencegah saja dan sosialisasi soal risiko bekerja tanpa dokumen, untuk melakukan pencegahan secara langsung memang masih sulit karena UP2TKI Jatim maupun kantor keimigrasian tidak mungkin melarang warganya yang ingin berwisata ke luar negeri," ujarnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013
COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013