Anak adalah aset, termasuk aset bangsa yang tak bisa dinilai dengan apapun. Manusia dilahirkan bersih, suci tanpa noda apapun, sehingga akan tumbuh dan berkembang seperti apa anak itu nanti tergantung yang "ngopeni", sebab tidak semua anak dibesarkan di lingkungan keluarga, bahkan tidak sedikit yang hidupnya di jalanan. Tumbuh kembang anak harus diperhatikan sedini mungkin, anak sebagai aset bangsa yang harus dijaga oleh semua pihak, mulai dari orang tua, pendidik, bahkan lingkungan sekitarnya. Namun, sebagai orang tua maupun pendidik di sekolah tidak mungkin akan terus menerus membuntuti langkah anak-anak kemanapun pergi, kecuali bekal agama yang diharapkan mampu membentengi anak-anak dari penyimpangan. Paling tidak mereka akan merasa bersalah dan berdosa. Pendidikan dan bekal agama kadang-kadang masih belum cukup untuk mengendalikan sikap anak-anak di luar rumah. Faktor lingkungan dan pergaulan juga menjadi faktor dominan untuk membentuk karakter anak. Kadang kita miris dengan berita-berita kekerasan terhadap anak, baik fisik, mental maupun seksual, bahkan pelakunya pun kadang juga anak-anak yang masih di bawah umur. Padahal, anak merupakan mata rantai manusia yang sangat menentukan wujud dan kehidupan suatu bangsa di masa depan. Ya, lingkungan telah mencetak anak-anak menjadi "anak salah asuhan". Oleh karena itu, bulan Ramadhan merupakan momentum yang tepat untuk mengasah perilaku dan spiritual anak. Bahkan, Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh pada setiap tanggal 23 Juli ini juga menjadi sebuah momentum untuk terus berupaya meningkatkan kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu melakukan upaya perlindungan dan mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya dan perlakuan tanpa diskriminasi. Menyiapkan generasi muda yang berkualitas sebagai penerus dan pewaris bangsa berarti membangun dan menyejahterakan kehidupan anak sedini mungkin. Tema HAN 2013 yang berbunyi "Indonesia yang ramah dan Peduli Anak Dimulai dari Pengasuhan dalam keluarga" menunjukkan bahwa lingkungan terdekat anak, yakni keluarga, sangat berpengaruh dalam membentuk karakter dan pribadi anak. Anak-anak harus diberikan bekal keimanan, kepribadian, kecerdasan, keterampilan, jiwa dan semangat kebangsaan serta kesegaran jasmani agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang berbudi luhur, bersusila, cerdas, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kepedulian seluruh komponen bangsa Indonesia terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak Indonesia agar tumbuh dan berkembang secara optimal, sehingga menjadi generasi penerus yang berkualitas, tangguh, kreatif, jujur, sehat, cerdas, berprestasi, dan berakhlak mulia, harus terus menerus dilakukan. Banyak cara yang dilakukan orang tua maupun lingkungan sekolah untuk membentuk karakter anak menjadi lebih baik, seperti pondok Ramadhan di sekolah dan diwajibkan membaca Al Quran selama satu bulan penuh di rumah, apalagi Kurikulum 2013 juga mengarah pada pembentukan karakter anak yang lebih baik, meski terlambat. Namun, di antara anak-anak yang beruntung bisa tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga, masih banyak anak-anak yang besar di jalanan sebagai pengemis dan pengamen yang seolah tak pernah mengenal lelah mengais rezeki demi sesuap nasi. Tidak sedikit dari mereka yang sebenarnya punya orang tua atau saudara, tapi mereka tidak mendapatkan perlakuan sebagaimana layaknya seorang anak yang masih senang bermain dan mengenyam bangku sekolah. Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk mengentaskan anak-anak jalanan ini, mulai dari memberikan kesempatan bagi mereka untuk kembali ke sekolah tanpa dipungut biaya apapun alias gratis, memberikan keterampilan hingga permodalan untuk usaha. Namun, apa hasilnya, mereka akhirnya tetap kembali ke habitatnya sebagai anak jalanan. Sementara tidak sedikit anak-anak yang terpaksa bekerja untuk membantu menopang perekonomian keluarga tanpa harus meninggalkan bangku sekolah dan mereka tetap tekun belajar untuk bisa menggapai cita-cita mereka . Sebenarnya pemerintah maupun lembaga-lembaga nirlaba telah berupaya bagaimana mengakomodasi anak-anak yang kurang beruntung ini agar tetap bisa sekolah, kalaupun tidak sekolah, mereka diberi bantuan modal agar bisa berusaha. Tapi, kenapa mereka tetap kembali ke jalanan. Masalah anak jalanan ini memang tidak pernah bisa tuntas, meski pemerintah dan lembaga-lembaga sosial maupun swadaya masyarakat sudah berupaya membimbing mereka agar bisa keluar dari lingkaran hidup di jalanan menuju yang lebih baik seperti anak-anak lainnya. Anak-anak "salah asuhan" itu memang membutuhkan kepedulian yang bukan sekadar perhatian ansich. (*) (endang_mlg@yahoo.com)

Pewarta:

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Jawa Timur 2013